Sabtu 31 Aug 2013 08:37 WIB
Politik Mesir

Pejabat Era Mubarak Boleh Berpolitik

Mantan presiden Mesir, Husni Mubarak, menjalani sidang pengadilan di Kairo, Mesir, April lalu.
Foto: AP
Mantan presiden Mesir, Husni Mubarak, menjalani sidang pengadilan di Kairo, Mesir, April lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Rezim lama Mesir pimpinan Presiden Husni Mubarak semakin mendapat angin di Negeri Piramida itu. Hal itu terlihat dari isi rancangan konstitusi baru Mesir yang mengizinkan para pejabat dari rezim Mubarak untuk terjun kembali di arena politik.

Seperti dilansir laman Alarabiya, Jumat (30/8), sebuah panel beranggotakan 10 orang yang dibentuk Presiden sementara Mesir Adli Mansur sedang menyusun rancangan konstitusi baru tersebut. Dalam draf atau rancangan itu, mereka mengubah Pasal 37 dari konstitusi 2012 yang dibuat pada era Presiden Muhammad Mursi.

Di konstitusi yang lama, Pasal 37 menegaskan tentang isolasi politik terhadap para pejabat pada era Mubarak. Melalui perubahan tersebut, nantinya konstitusi baru Mesir tidak melarang orang-orang penting dari rezim Mubarak untuk kembali berpolitik.

Hal lain yang patut digarisbawahi dari rancangan konstitusi ini adalah akan adanya larangan terhadap partai politik berbasis agama. Pasal 55 dari rancangan konstitusi baru menyatakan, warga negara memiliki hak membentuk partai politik. Namun, negara akan melarang semua kegiatan politik atau partai politik berdasarkan agama.

Perubahan besar juga terjadi pada kekuasaan presiden untuk menyatakan perang. Pada konstitusi lama, presiden Mesir berhak menyatakan perang. Namun, rancangan konstitusi ini mensyaratkan presiden untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan Dewan Pertahanan Nasional serta meminta persetujuan parlemen sebelum menyatakan perang.

Dalam waktu dekat, rancangan konsitusi tersebut akan dibahas lebih lanjut oleh Komite 50 yang dibentuk presiden untuk selanjutnya dimintakan persetujuan rakyat melalui referendum.

Sementara, aksi penangkapan terhadap pemimpin Ikhwanul Muslimin (IM) terus dilakukan pascapenggulingan Mursi pada 3 Juli. Seperti dilansir BBC News, Kamis (29/8) malam, salah satu pemimpin IM, Muhammad al-Beltagi, ditangkap pada Rabu (28/8).

Beltagi yang merupakan sekretaris jenderal Partai Pembebasan dan Keadilan, sayap politik IM, dituduh menghasut dan mendorong terjadinya aksi kekerasan. Mantan menteri perburuhan Khaled al-Azhari juga ditangkap.

Pengadilan sebenarnya telah memerintahkan penangkapan Beltagi pada 10 Juli. Meski sudah ada perintah penangkapan, aparat tak kunjung menangkap Beltagi. Bahkan, hampir setiap hari Beltagi muncul di Rabaa al-Adawiyah, tempat kemah para demonstran pendukung Mursi di Kairo. Mantan perdana menteri itu juga sering berpidato di hadapan para demonstran.

Pada awal bulan ini, ratusan orang tewas ketika aparat keamanan melakukan pembubaran paksa kemah-kemah para demonstran. Salah satu di antara korban yang tewas adalah putri Beltagi, Asmaa, yang berusia 17 tahun. n bambang noroyono ed: wachidah handasah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement