Selasa 30 Jul 2013 09:05 WIB
Politik Mesir

Hentikan Kekerasan di Mesir

Warga pendukung Presiden terpilih Mursi tetap melakukan aksi damai di beberapa kota di Mesir
Foto: cbs
Warga pendukung Presiden terpilih Mursi tetap melakukan aksi damai di beberapa kota di Mesir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemimpin organisasi massa (ormas) dan lembaga Islam Indonesia mengecam aksi militer Mesir yang sama sekali tidak berasaskan kemanusiaan. Militer Mesir dinilai tidak sekadar melakukan kudeta, tetapi juga melakukan aksi terorisme dalam skala besar.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menegaskan kondisi keamanan di Mesir saat ini begitu brutal dan mengenaskan. ''Kami mengecam keras aksi terorisme militer yang terjadi di Mesir ini. Kami meminta aksi-aksi itu segera dihentikan,'' kata Din di gedung PP Muhammadiyah, Senin (29/7).

Ia menyampaikan pesan itu dalam acara ''Pernyataan Bersama Ormas/Lembaga Islam tentang Perkembangan Mutakhir Mesir''. Ormas dan lembaga Islam Indonesia mendesak militer Mesir untuk mengembalikan Muhammad Mursi ke kursi presiden. Pemimpin ormas Islam sepakat kepemimpinan Mursi sah karena dipilih secara demokratis.

Pemerintah Indonesia harus berperan aktif dalam menciptakan perdamaian abadi. Peran aktif itu, ujar Din, tak sekadar penyampaian ungkapan prihatin, tetapi melalui aksi nyata yang bisa memberi solusi.

Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud menilai, pertikaian senjata tidak akan ada habisnya. Kedua pihak, kata dia, harus saling menahan diri. Apalagi, nilai dasar dari demokrasi adalah syura atau musyawarah. ''Jika rekonsiliasi kedua pihak berhasil lewat musyawarah, semua elemen kekuatan di Mesir wajib menaati hasil musyawarah,'' ujar Syuhud menegaskan.

Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Bachtiar Nasir berpendapat, Indonesia dengan Mesir memiliki nilai emosional sejarah yang begitu kuat. Mesir merupakan negara yang pertama kali mengakui kedaulatan Indonesia. Karena itu, menurut Bachtiar, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk berperan aktif.

Aksi militer terhadap pendukung Mursi yang berasal dari Ikhwanul Muslimin (IM) pada Jumat (26/7) dan Sabtu (27/7) menjadi serangan terparah. Unjuk rasa pendukung Mursi dibubarkan dengan peluru tajam. Lebih dari 100 orang tewas, tetapi angka resmi hanya menyebut korban tewas sebanyak 72 orang.

Juru bicara IM Ahmad Arif mengatakan, kelompoknya punya alasan dan basis massa yang kuat. ''Klaim kami jelas. Dan, kami tetap akan melanjutkan protes secara damai. Tapi, jangan desak kami dengan kekerasan,'' kata dia seperti dilansir Anadolu Agency.

IM menolak menyudahi aksi. Kemarin, Aliansi Antikudeta mengorganisasi protes terhadap penggulingan Mursi di depan markas Dewan Pertahanan Nasional (SNC). Aliansi meminta seluruh pendukung Mursi untuk berkumpul dan membentuk gelombang aksi unjuk rasa yang mencapai satu juta orang.

Menteri Luar Negeri Mesir Nabil Fahmy meminta agar aksi demo itu diurungkan. Sebaliknya, dia mengajak aktivis IM ikut dalam proses rekonsiliasi nasional. Jika IM memilih kekerasan, kata Nabil, hukum akan dijalankan.

Kejaksaan Mesir kembali memerintahkan penangkapan terhadap pendukung Mursi, yakni Ketua Partai Wasat Abul Ela Mady dan Wakilnya Essam Sultan. Kejaksaan dan otoritas Mesir menegaskan tidak akan memberi ruang bagi penghasut dan pengganggu situasi keamanan. Militer menganggap pendukung Mursi telah melakukan kekerasan dan menyerang aparat sehingga dilakukan serangan balik.

Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Marwah Daud Ibrahim menyatakan, meski ada pergantian kekuasaan secara demokratis saat Mursi terpilih, militer tak mengalami reformasi. Dalam skala lebih besar, Marwah menyebut kebangkitan Islam akan terus diwaspadai karena Mursi berasal dari kelompok Islam. n alicia saqina/hafidz muftisany/ira sasmita/ichsan emrald alamsyah/bambang noroyono/ap/reuters ed: m ikhsan shiddieqy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement