Sabtu 27 Jul 2013 08:22 WIB
Khazanah Ramadhan

Kisah Para Penjaga Sepatu

Melepas sepatu di masjid (ilustrasi)
Foto: canaryinthecoalmine.typepad.com
Melepas sepatu di masjid (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra

Suheri pontang-panting menerima kupon bertanda khusus yang disodorkan puluhan jamaah yang baru saja menunaikan shalat Jumat di Masjid Cut Mutiah, Jakarta Pusat, Jumat (26/7).

Ia tidak sedang membagikan sembako, melainkan sibuk mengambil sepatu jamaah yang dititipkan padanya. Jumat memang pertanda rezeki berlimpah baginya. Kalau hari biasanya, hanya puluhan jamaah yang menitipkan sepatu. Namun, kalau hari Jumat jumlahnya bisa melonjak sampai 200 orang. Angka itu, kata Suheri, hanya bisa disaingi atau dilebihi ketika waktu shalat Idul Fitri dan Idul Adha. “Momen ini hanya terjadi seminggu sekali pada hari biasa,” katanya.

Suheri adalah salah satu penjaga penitipan sepatu yang sehari-harinya mengandalkan uluran rezeki dari jamaah. Tanpa mematok tarif, biasanya jamaah memberinya Rp 2.000 sebagai upah atas balas jasa penitipan sepatu. Uang sebanyak Rp 400 ribu tidak dibawa pulang sendiri, melainkan harus berbagi dengan rekannya dan sebagian disumbangkan untuk masjid. “Di sini, seikhlasnya saja jamaah memberi berapa, tidak diberi ketentuan,” katanya.

Ia sudah tujuh tahun mendapatkan rezeki dengan menawarkan jasa penitipan sepatu. Menurut Suheri, biasanya hanya jamaah perkantoran yang menitipkan sepatunya. Adapun, jamaah umum yang hanya menggunakan sandal bisa meletakkannya di depan gapura pintu masuk masjid. Tidak ada paksaan bagi jamaah untuk menitipkan alas kaki. Cuma, ia mengimbau agar mereka menitipkan kepadanya. Tujuannya, agar tak terjadi pencurian. Bukan bermaksud menakut-nakuti siapa pun, ia hanya mengingatkan.

Sebab, kadang ada orang usil yang membawa sepatu yang bukan hak miliknya. Pengalaman unik didapat Rifki, penjaga penitipan sepatu lainnya. Pada hari Jumat atau Lebaran, ia biasanya kewalahan melayani jamaah. Meski dibantu beberapa teman, ia kadang masih kerepotan lantaran jamaah biasanya tidak sabaran ketika menyerahkan kupon. Karena jamaah buru-buru ingin pulang dan enggan antre, ia terkadang jadi bingung dan salah ambil sepatu.

Sehingga, Rifki pernah beberapa kali harus menerima keluhan jamaah yang tidak mendapatkan alas kaki yang dipakainya ketika datang ke masjid. Peristiwa itu terjadi lantaran kekurang cermatannya.

Akibatnya, ada sepatu yang tertukar karena bentuk dan warnanya mirip. Kalau sudah begitu, ia hanya dapat menggantinya dengan sepatu yang tersedia di kotak penyimpanan yang bentuknya sangat mirip. “Untungnya, jamaah biasanya bersedia menerimanya. Lha, mau bagaimana lagi?” n ed: ferry kisihandi

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement