Selasa 23 Jul 2013 15:07 WIB

IPM Desak MOS Dihapus, Ini Jawaban Mendikbud

Masa Orientasi Siswa (MOS). Ilustrasi
Foto: .
Masa Orientasi Siswa (MOS). Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh menilai masa orientasi sekolah (MOS) masih diperlukan, namun hendaknya tidak mengandung unsur-unsur kekerasan.

"MOS itu bagus karena anak-anak sebelum belajar diberikan orientasi dulu, yang tidak boleh adalah yang membangkitkan anarkhis atau kekerasan karena benih-benih kekerasan harus di buang dari dunia pendidikan, yang harus kita tanamkan adalah kasih sayang," kata Muhammad Nuh di Istana Negara, Jakarta, Selasa.

Menurut Mendikbud, aksi kekerasan juga dapat berupa kekerasan lisan atau kata-kata yang kasar. "Ucapan juga bisa menimbulkan kekerasan psikologi...ungkapan tidak layak, tidak lazim, di dalam dunia pendidikan tidak dibenarkan," paparnya.

Terkait dengan pelaksanaan MOS di Yogyakarta yang menyebabkan kematian seorang siswa, Mendikbud mengatakan pihak berwenang tengah menyelidiki kasus tersebut.

Ia menegaskan jika ditemukan tanda-tanda kesengajaan atau kekerasan maka akan diproses sesuai hukum yang berlaku.

Sebelumnya, seorang siswa SMK 1 Pandak Bantul, DI Yogyakarta, Aninda Puspitasari (16), meninggal dunia pada saat pelaksanaan MOS di sekolahnya, Jumat (19/7) sore.

Insiden naas yang menimpa Aninda Puspitasari itu bermula ketika panitia MOS di sekolah tersebut memberikan hukuman "squad jump" karena Aninda dinilai melakukan pelanggaran.

Aninda kemudian jatuh pingsan dan meninggal dunia saat dilarikan ke rumah sakit.

Sebelumnya, Ikatan Pelajar Muhammadiyah menilai Masa Orientasi Sekolah (MOS) yang diselenggarakan sekolah-sekolah tidak sesuai dengan kebutuhan siswa baru.

Ketua Umum PP IPM Fida ‘Afif, mengatakan, MOS cenderung sebagai ajang perploncoan terhadap siswa baru. Padahal, kebutuhan siswa baru itu memperoleh suasana hangat dan menyenangkan di lingkungan sekolah baru, bukan mendapatkan banyak tugas yang aneh-aneh.

''Kepala sekolah mesti bisa membedakan antara kreativitas dan upaya “mengerjai” siswa baru," ujar 'Afif kepada ROL, Senin (22/7).

Afif juga menambahkan, IPM mengutuk semua pelaksanaan MOS yang tidak memberikan penghargaan terhadap siswa baru dan mengarah pada merendahkan para siswa baru.

Di beberapa sekolah pelaksanaan MOS menggunakan ala perploncoan. Siswa baru diminta membawa barang-barang yang aneh, berpakaian aneh, bahkan harus melakukan tindakan-tindakan yang kurang sesuai.

Lebih tragis lagi, kata dia, ditemukan siswa yang meninggal di salah satu SMK di Kabupaten Bantul, DIY Jumat lalu.

“Aktivitas siswa baru di sekolah baru seharusnya diisi dengan kegiatan menyenangkan, perlombaan-perlombaan, atau kegiatan yang meningkatkan motivasi belajar siswa”, cetusnya.

IPM menegaskan, guru, kepala sekolah, dan pelajar mesti bisa benar-benar membedakan antara kebutuhan siswa dan kegiatan yang mubazir. Sehingga, kata dia, mereka idealnya bisa mengkritisi MOS.

PP IPM mendesak Mendikbud agar meniadakan kegiatan MOS karena tidak sesuai dengan kebutuhan siswa baru.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement