Jumat 19 Jul 2013 16:57 WIB

Kapankah Memutuskan untuk Program Bayi Tabung?

 Perawat melakukan observasi terhadap bayi baru lahir/ilustrasi (Republika/ Tahta Aidilla)
Perawat melakukan observasi terhadap bayi baru lahir/ilustrasi (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, Bayi tabung memang salah satu solusi bagi pasangan suami istri (pasutri) yang telah lama mendambakan momongan. Namun, seperti ditekankan Ali Baziad, spesialis obstetri dan ginekologi, bayi tabung baru dilakukan jika semua jalan untuk mendapatkan momongan sudah ditempuh. ''Saat bertemu pasien yang sulit mendapatkan anak, kami tidak boleh langsung menawarkan bayi tabung. Cara-cara yang lain harus ditempuh terlebih dulu,'' ujarnya.

Pasutri yang baru beberapa bulan menikah misalnya, tentu tak layak ikut program bayi tabung. Menurut WHO, pasangan dianggap mengalami kesulitan mendapat anak jika pernikahannya sudah berjalan lebih dari satu tahun. Istri yang tinggal jauh dari suami sehingga frekuensi untuk bertemu sangat kecil juga tidak bisa serta-merta menyebut dirinya sulit punya anak lalu ingin ikut program bayi tabung, apalagi jika sang istri haidnya tidak teratur.

Sebelum menyarankan untuk program bayi tabung, seorang dokter harus memberikan terapi terlebih dulu kepada pasutri yang ingin segera mendapat momongan. Dokter akan memberikan obat kepada sang suami jika kualitas spermanya jelek atau obat untuk sang istri jika haidnya tidak teratur. Terapi itu akan dilakukan secara bertahap, satu per satu. ''Kebanyakan pasangan tidak sabar, dari cara A maunya langsung cara C, itu jelas tidak berhasil,'' kata Ali.

Jika pasutri mengikuti tahapan terapi, terkadang si istri bisa hamil di tengah-tengah proses terapi. ''Pasien jangan langsung meminta bayi tabung, kamilah yang menentukan berdasarkan semua kriteria yang harus diikuti terlebih dahulu,'' tegas Ali.

Jika semua tahapan pengobatan tidak menuai hasil dan hasil diagnosis dokter memang tidak memungkinkan untuk memiliki anak dengan cara biasa, barulah program bayi tabung diajukan.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi di antaranya, adanya bukti bahwa seluruh penanganan yang dilakukan sebelumnya tidak berhasil, umur istri kurang dari 38 tahun, pasutri dalam keadaan sehat, embrio berasal dari pasangan yang sah (sel telur dan sperma harus dari pasutri yang sama), dan tidak melakukan wisata reproduksi.

Apa itu wisata reproduksi? Wisata reproduksi artinya membeli embrio yang banyak dijual di luar negeri. ''Kalau ini dilakukan akan melanggar etika dan akan terasa aneh nantinya, ibu bapaknya orang Indonesia tetapi anaknya bule,'' kata Ali. 

Setelah semua syarat terpenuhi, program bayi tabung pun dimulai. Pada tahap awal menjalani program ini, pasutri akan diberi semacam kuliah tentang bayi tabung. Tahapan berikutnya adalah stimulasi ovarium. Di sini, dokter akan menyuntikkan semacam zat yang mampu merangsang terbentuknya sel telur.

Lewat bantuan USG (ultrasonografi), dokter bisa memantau sel telur yang terbentuk. Jika sel telur sudah siap, dokter akan mengambilnya. Sementara itu, sang suami juga menyiapkan sperma miliknya. ''Sperma harus masih segar,'' ujar Ali. Setelah sel telur dan sperma siap, satu spermatozoa terbaik yang sudah dipilih akan dimasukkan ke dalam satu sel telur. Dua sampai tiga sel telur mendapat perlakuan serupa. Dari proses ini, akan terbentuk embrio manusia. Pada stadium enam sampai delapan, sel tiga embrio itu akan dimasukkan ke dalam rahim sang ibu. Sayangnya, tak semua peserta program bayi tabung menuai sukses. Di Indonesia, kata Ali, tingkat keberhasilan program bayi tabung masih 40 persen. ''Jadi masih ada kemungkinan gagal.'' 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement