Wednesday, 15 Syawwal 1445 / 24 April 2024

Wednesday, 15 Syawwal 1445 / 24 April 2024

Akhir Tahun, Ketua MPR Ajak Media Rekatkan Persatuan

Jumat 29 Dec 2017 18:22 WIB

Rep: Amri Amrullah/ Red: Gita Amanda

Ketua MPR Zulkifli Hasan menyampaikan persoalan bangsa dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2017 bersama para wartawan di salah satu Resto kawasan Senayan, Jumat (29/12).

Ketua MPR Zulkifli Hasan menyampaikan persoalan bangsa dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2017 bersama para wartawan di salah satu Resto kawasan Senayan, Jumat (29/12).

Foto: Republika/Amri Amrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun 2018 sudah memasuki tahun politik. Pada tahun 2018 ada 171 pemilihan kepala daerah dan pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada September 2018. Tahun depan pun sudah dimulai kampanye. Ketua MPR Zulkifli Hasan berharap pada tahun depan isu-isu seperti SARA bisa diredam.

"Persoalan SARA, perbedaan dan keragaman sudah selesai 72 tahun lalu. Jangan lagi kita mempersoalkan agama, suku, dan latar belakang. Jangan lagi kita mempersoalkan apa yang sudah disepakati 72 tahun lalu," kata Zulkifli Hasan dalam refleksi akhir tahun bersama wartawan parlemen, di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Jumat (29/12).

Zulkifli mengajak kalangan media (cetak, online, dan elektronik) untuk meredam bersama-sama isu-isu seperti SARA. Kalangan media perlu memberikan edukasi kepada masyarakat. Jika tidak diberi edukasi, masyarakat akan mempercayai media sosial.

Mari kita bersama-sama untuk meredam. Tugas MPR adalah menjaga persatuan. "Saya berharap media membantu MPR untuk meluruskan kembali janji-janji kebangsaan," imbaunya.

Zulkifli juga berharap pada tahun politik itu, kontestasi Pilkada tidak lagi mempertaruhkan segalanya. Jangan lagi Pilkada menghalalkan segala cara. Pilkada adalah adu konsep dan gagasan. Setelah persaingan, harus bersatu lagi sebagai saudara.

Dari berbagai diskusi, Zulkifli mengungkapkan bahwa persoalan utama kita adalah kesenjangan dan social distrust. Publik tidak percaya pada lembaga parlemen (DPR), partai politik, dan ormas-ormas besar secara struktural.

Penyebabnya DPR, parpol, dan ormas tidak memperjuangkan apa yang dirasakan masyarakat. Selain itu, publik juga merasakan kehilangan pengamat politik dan ekonomi yang kritis. Peran pengamat politik dan ekonomi yang kritis sudah diambil alih para ulama dan penceramah agama. Kondisi ini diperparah degan Pilkada yang menggunakan isu SARA. Kondisi ini melahirkan saling curiga, saling menista, dan nilai persaudaraan kebangsaan yang mulai memudar.

"Ini disebabkan mampetnya saluran aspirasi masyarakat," ungkapnya.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler