Thursday, 9 Syawwal 1445 / 18 April 2024

Thursday, 9 Syawwal 1445 / 18 April 2024

'Praktik Demokrasi Indonesia Mahal Itu Fakta'

Kamis 22 Mar 2018 16:17 WIB

Rep: Ali Mansur/ Red: Dwi Murdaningsih

Wakil Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) RI, Mahyudin.

Wakil Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) RI, Mahyudin.

Foto: mpr
Untuk menjadi gubernur, ongkos bisa Rp 100 miliar sementara gaji hanya Rp 50 juta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyaknya pejabat publik terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus korupsi membuat khawatir seluruh elemen bangsa terhadap masa depan negara Indonesia. Wakil Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) RI, Mahyudin mensinyalir bahwa fenomena tersebut karena sistem demokrasi Indonesia belum sempurna sehingga dalam pelaksanaannya banyak pelaku demokrasi tersandung kasus korupsi.

"Biaya politik di Indonesia sangat mahal itu harus diakui. Untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur saja seorang kandidat mesti mengeluarkan ongkos politik untuk berbagai pembiayaan bisa diatas puluhan miliar bahkan bisa Rp 100 miliar," ungkap Politikus Partai Golkar, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (22/3)

Mahyudin menambahkan, fakta tersebut sangat timpang jauh dengan gaji seorang Gubernur yang tidak sampai Rp 50 juta. Akhirnya, kata Mahyudin, banyak yang tersandung perbuatan koruptif untuk mengembalikan ongkos politiknya itu.

Ditegaskan Mahyudin, memang demokrasi Indonesia masih jauh panggang dari apinya dan belum berbanding lurus dengan cita-cita nasional ini yang harus serius diperhatikan. Bahkan, lanjut Mahyudin, pernah ada wacana agar pemilihan kepala daerah Gubernur, Bupati dikembalikan saja kembali ke DPRD agar biaya demokrasi tidak mahal dan mudah diawasi.

"Jika anggota DPRD 50 orang tinggal kerahkan saja 2 agen KPK menjaga dan memantau 50 anggota itu sehingga mereka tidak bisa main-main sehingga potensi korupsi akan terminimalisir dan Indonesia akan lebih baik kedepannya," ujarnya.

Mahyudin mengingatkan bahwa cita-cita rakyat Indonesia bukan demokrasi. Demokrasi hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama yakni menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Dengan praktik demokrasi yang baik dan benar serta tidak mahal dan sesuai dengan Pancasila maka kondisi adil dan makmur akan dirasakan rakyat.

"Rakyat akan mudah mengakses pendidikan, pekerjaan, pembangunan yang merata di seluruh daerah yang saat ini masih banyak rakyat yang belum tersentuh kondisi adil dan makmur tersebut," kata Mahyudin.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler