Thursday, 16 Syawwal 1445 / 25 April 2024

Thursday, 16 Syawwal 1445 / 25 April 2024

HNW Dorong Santri Gontor Seperti Ulama Pendiri Bangsa

Rabu 17 Jan 2018 18:21 WIB

Red: Gita Amanda

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW).

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW).

Foto: MPR RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di hadapan 43 santri Gontor yang menempuh pendidikan pada jenjang Universitas Darul Salam, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW) mendorong agar para santri tidak minder dalam kehidupan keumatan dan Keindonesiaan.

"Kita jangan minder," ujar HNW, melalui siaran persnya, Rabu (17/1).

Dalam kesempatan tersebut, HNW mencontohkan para ulama yang menjadi anggota BPUPK, panitia yang dibentuk mempersiapkan Indonesia merdeka. Dikatakan ulama yang berasal dari Organisasi Kemasyarakatan (ormas) Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, PUI, Syarekat Islam, mampu berdebat setara dengan anggota BPUPK lainnya saat mempersiapkan dasar dan landasan negara. Menurut HNW, yang juga alumni Gontor, para ulama saat itu dihormati oleh berbagai pihak.

Ketika dibentuk Panitia sembilan, di mana empat orang wakil kelompok Islam, para ulama yang berasal dari NU, Muhammadiyah, dan Sarekat Islam, juga sangat berperan dalam menyusun dasar negara Pancasila dan UUD Tahun 1945. HNW membuktikan peran besar para ulama yang terhimpun dalam Panitia 9 dalam menggagas Indonesia tercermin dalam Pancasila dan Pembukaan UUD.

"Dalam pembukaan UUD banyak nilai-nilai yang diperjuangkan para ulama seperti berkat rahmat Allah Indonesia merdeka, ada nilai-nilai kemanusiaan, dan perjuangkan kemerdekaan bagi seluruh bangsa," paparnya.

Pun dalam Pancasila 22 Juni 1945, Sila I menggambarkan adanya peran ulama dalam mewujudkan keinginan ummat Islam. Meski para ulama sangat berpengaruh dalam BPUPK dan PPKI namun para ulama sangat toleran dan mendahulukan kepentingan bangsa dan bernegara.

"Bukti para ulama mendahulukan kepentingan bangsa Indonesia, mereka menerima tujuh kata dalam Sila I Pancasila 22 Juni dihapus. Ulama menerima penghapusan tujuh kata karena tidak ingin Indonesia pecah," ujarnya.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler