Senin 17 Jun 2013 08:37 WIB
Daftar Caleg Sementara

KPU Dinilai Gegabah Umumkan DCS

Bawaslu
Bawaslu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) gegabah dalam mengumumkan daftar calon sementara (DCS). Menurut Bawaslu, KPU memberikan sejumlah informasi yang berbeda terkait hasil verifikasi bakal calon legislatif (caleg) dalam DCS.

Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron mencontohkan ketidaktelitian KPU pada kasus yang dialami Partai Hanura dalam mengumumkan DCS. Semula, KPU menyatakan hasil verifikasi partai memenuhi syarat di semua daerah pemilihan (dapil).

Namun, saat memublikasikan DCS di kanal KPU, Partai Hanura dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti pemilu legislatif di Dapil Jabar II. “Kami berharap KPU tak gegabah. Ini menyangkut undang-undang dan menyangkut nasib orang juga,” kata Daniel saat dihubungi Republika, Ahad (16/6).

Begitu juga kesalahan penyebutan oleh KPU terhadap Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Mulanya KPU menyebutkan PKPI gugur di Dapil Jabar VI dan Jabar V. Setelah diumumkan di kanal kpu.go.id, PKPI gugur di Dapil Jatim VI dan Jabar V.

Daniel memahami KPU melakukan verifikasi atas ribuan dokumen caleg. Tetapi, menurut dia, manajemen yang baik akan menghasilkan keputusan yang lebih cermat.

Sebagai lembaga pengawas, kata dia, Bawaslu turut memonitor proses verifikasi yang dilakukan KPU. Bawaslu juga melakukan pengambilan sampel dari 1.045 berkas bakal caleg. Daniel menekankan, sampel tersebut tidak bisa merepresentasikan hasil verifikasi KPU secara keseluruhan.

Atas aduan beberapa partai politik (parpol) yang digugurkan KPU, saat ini Bawaslu, menurut Daniel, telah menindaklanjutinya. Aduan yang telah diajukan parpol, di antaranya dari Partai Gerindra karena dinyatakan TMS di Dapil Jabar IX.

Kemudian, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Dapil Jabar II dan Jateng III. Selain itu, PAN di Dapil Sumbar I serta PKPI di Dapil Jatim VI dan Jabar V.

Keempat partai tersebut, menurut Daniel, melaporkan dugaan pelanggaran oleh KPU dalam melakukan verifikasi. Pasalnya, keempat parpol tersebut dinyatakan tidak memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan dan kesalahan penempatan nomor urut calon perempuan. “Sudah sampai tahap mediasi, nanti akan kami kaji lagi. Lalu, diputuskan apakah itu termasuk pelanggaran administrasi, sengketa pemilu, atau pelanggaran etik,” ujarnya.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Hanura Saleh Husin menyesalkan sikap KPU yang dinilainya kurang cermat. Serta, tidak mengomunikasikan langsung dengan petugas penghubung antara Partai Hanura dan KPU.

“Ini, kan kesalahan remeh temeh karena penempatan. Itu juga karena kekeliruan pencantuman jenis kelamin, harusnya kan bisa langsung diklarifikasi ke kami,” ujar Saleh.

Lantaran komunikasi yang tersendat itu, menurut Saleh, Partai Hanura dinyatakan gugur di Dapil Jabar II karena tidak menempatkan calon perempuan pada nomor urut sesuai aturan KPU. Partai Hanura menempatkan calon perempuan di nomor urut 3, 6, dan 10. Sedangkan, di antara nomor 7, 8, dan 9 tidak ada calon perempuan.

“Senin (17/6) kami melapor ke Bawaslu. Semoga KPU berbesar hati. Dan, sebelum daftar calon tetap (DCT) disusun, kami kembali mendapatkan hak di Dapil Jabar II,” ujar Saleh.

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengakui terjadi kekeliruan oleh verifikator KPU dalam melakukan pengecekan calon di dapil. “Setelah kami cek ulang, ternyata di Dapil Jabar II Partai Hanura tidak menempatkan calon perempuan pada nomor urut yang benar sesuai peraturan KPU,” kata Hadar.

Partai Hanura, Hadar menjelaskan, menempatkan calon perempuan pada nomor 3, 6, dan 10. Sedangkan, di antara nomor urut 7, 8, dan 9 tidak ditempatkan calon perempuan. Padahal, KPU mewajibkan partai menempatkan satu calon perempuan dari setiap tiga calon.

“Kami juga menyesalkan kekeliruan KPU saat menyampaikan hasil verifikasi kemarin. Partai Hanura juga sepertinya luput memperhatikan saat meneken berita acara penyerahan,” kata Hadar.

Hal ini, kata Hadar, lantaran salah seorang calon yang ditempatkan di nomor urut 7, 8, dan 9 bernama Shelly Febrian. Pada saat menyerahkan berkas caleg, Partai Hanura menyatakan Shelly berjenis kelamin perempuan, padahal dia adalah seorang laki-laki.

Sesuai Undang-Undang Pemilu Nomor 8 Tahun 2012, peserta pemilu wajib memenuhi 30 persen calon perempuan. Aturan itu dikuatkan dalam Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2013 Pasal 24 Ayat (1). Parpol harus memenuhi 30 persen perempuan di setiap dapil.

Selain itu, partai juga harus menempatkan sekurang-kurangnya satu orang calon perempuan dari setiap tiga calon yang diajukan. Bagi partai yang tidak memenuhi aturan tersebut, dalam Pasal 27 huruf b disebutkan, parpol tidak memenuhi syarat sebagai peserta pemilu di dapil tersebut. n ira sasmita ed: muhammad fakhruddin

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement