Selasa 11 Jun 2013 02:06 WIB
Elpiji

Harga LPG Melambung

Elpiji
Foto: Edwin/Republika
Elpiji

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga gas LPG 3 kg dan 12 kg mengalami lonjakan di sejumlah daerah akibat terjadinya kelangkaan. Wacana kenaikan harga LPG 12 kg diduga mendorong pedagang untuk menimbun. Harga LPG 3 kg saat ini sebesar Rp 18 ribu per tabung atau Rp 3.000 lebih mahal dibandingkan harga normal Rp 15 ribu per tabung. Sedangkan untuk LPG 12 kg, harganya berada di kisaran Rp 90 ribu sampai 100 ribu per tabung atau lebih tinggi dibandingkan harga normal Rp 78 ribu sampai Rp 80 ribu per tabung.

Terkait kelangkaan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengaku telah meminta pihak terkait untuk mengecek ketersediaannya. Penimbunan, kata Hatta, jangan sampai terjadi. Begitu pun dengan penggunaan oleh industri yang tidak berhak menggunakannya. "Harus ada operasi pasar melihat ke daerah. Seharusnya, kelangkaan tidak boleh terjadi," katanya, Senin (10/6).

Direktur Utama Pertamin Karen Agustiawan menyatakan pasokan LPG relatif aman. Namun, Karen mengakui adanya sejumlah agen yang nakal. Pertamina telah mengurangi kuota agen yang bersangkutan. Karen menyebut beberapa agen pun akan diputus keagenannya akibat ulahnya menimbun LPG.

Pertamina telah menunjuk agen resmi di setiap kota sehingga masyarakat dapat membeli LPG dengan harga normal. Dengan begitu, dia berharap masyarakat tidak perlu resah dengan kelangkaan dan tingginya harga LPG di pasaran.

Karen juga membantah kelangkaan ini merupakan cara untuk membuat produk LPG tabung 12 kg merek terbaru Bright Gas yang menyasar masyarakat kelas menengah laku di pasaran. "Kalau ingin Bright laku, bukan dengan cara seperti itu. Toh, masyarakat mampu seharusnya tidak disubsidi lagi oleh Pertamina," ujarnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menjelaskan, kelangkaan LPG yang berujung pada lonjakan harga disebabkan oleh tertundanya wacana kenaikan harga LPG 12 kg. Hal tersebut memicu pedagang untuk menimbun gas.

Enny mengkritik pemerintah yang kerap mewacanakan kebijakan ekonomi yang berimplikasi besar terhadap masyararakat, seperti kenaikan bahan bakar minyak (BBM) atau LPG jauh sebelum kebijakan tersebut resmi dilakukan. Kebiasaan tersebut justru menyuburkan perilaku memburu rente. Selain menimbulkan lonjakan harga pangan, seperti bawang, beras, maupun komoditas-komoditas lainnya.

"Kebijakan publik itu harus disosialisasikan, tapi dengan batas yang jelas," katanya. Ke depan, Enny menyebut, manajemen komunikasi lintas sektoral di pemerintahan harus diperbaiki. Jadi, untuk harga-harga komoditas yang ditentukan oleh pemerintah (administered price), perlu digodok secara matang sehingga saat sosialisasi telah dalam kerangka akan dieksekusi.

Beberapa waktu lalu, pemerintah meminta PT Pertamina untuk menunda kenaikan harga LPG 12 kg yang tadinya direncanakan berlaku mulai Senin (22/4), pukul 00.00. Pemerintah menilai, penundaan tersebut disebabkan waktu kenaikan yang belum pas.

Sementara itu, pemerintah berkomitmen untuk menjamin pasokan gas demi menopang revitalisasi pabrik pupuk di Tanah Air. Hatta mengatakan, alokasi gas untuk dua pabrik pupuk, yaitu PT Petrokomia Gresik dan PT Pupuk Kujang, akan diputuskan dalam waktu dekat.

Gas untuk PT Petrokimia Gresik akan berasal dari Husky-CNOOC Madura Limited. Sedangkan, untuk PT Pupuk Kujang berasal dari blok Cepu. Volume gasnya berada di kisaran 75 sampai 85 juta kaki kubik per hari (MMscfd).

Lebih lanjut Hatta mengatakan, penambahan pasokan gas pada pabrik pupuk bertujuan untuk mendorong ketahanan pangan dalam negeri. Hal ini juga terkait dengan rencana pemerintah dalam menjamin produksi pupuk untuk 30 tahun ke depan. n muhammad iqbal ed: fitria andayani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement