Ahad 09 Jun 2013 10:18 WIB
Tempat Wisata Bandung

Kopi Aroma dan Sebuah Kejujuran

Kopi Arabika Gayo
Foto: tripwow.tripadvisor.com
Kopi Arabika Gayo

REPUBLIKA.CO.ID, Uap sedikit tebal tampak mengepul saat mesin-mesin penggarang kopi itu terus berputar. Wanginya aroma biji kopi singgah di hidungku, menghadirkan sedikit rasa nyaman dalam ruangan pengap itu. Tak jauh dari situ, terdapat sebuah gudang berisi puluhan--atau mungkin mencapai seratusan--karung biji kopi mentah, yang usianya sudah bertahun-tahun.

Begitulah sedikit gambaran suasana di dalam pabrik Kopi Aroma di Jl Banceuy No 51, Bandung, di sebuah siang, awal Juni. "Pabrik ini sudah beroperasi lebih dari 80 tahun," tutur Widyapratama (62 tahun).

Ia adalah pewaris tunggal usaha Kopi Aroma yang dirintis ayahnya, Tan Houw Sian, pada 1930. Meski menyandang status sebagai bos di pabrik kopi tersebut, tak lantas membuat pria tua itu berpangku tangan. Setiap harinya, dari pagi sampai sore, Widya (sapaannya--Red), terjun langsung dalam proses pengolahan biji kopi di pabrik tua milik keluarganya ini.

Tan How Sian, terang Widya, memperoleh dasar pengetahuan tentang usaha ini saat bekerja di perusahaan kopi Belanda dari 1920-1930. Sang ayah lalu berhenti menjadi karyawan dan memutuskan membuka usaha kopi kecil-kecilan. Hari ini, Kopi Aroma menjadi kopi dengan label yang melegenda di Bandung.

Widya mengungkapkan, dalam menjalankan bisnis ini, kejujuran selalu menjadi kunci utamanya. Demi menjaga kepuasan pelanggan, lelaki itu pun selalu mempertahankan berbagai konsep yang ia warisi dari orang tuanya. Termasuk, alat-alat pengolahan kopi yang sudah terbilang usang.

"Mesin-mesin yang saya gunakan sekarang masih sama dengan yang dipakai bapak saya sejak awal berdirinya usaha ini," akunya. Ada dua mesin penggarang kopi di pabrik tua itu. Yang pertama adalah buatan 1930, sedangkan yang satunya lagi buatan 1936. Kedua-duanya masih bekerja dengan baik.

Semua proses pembuatan Kopi Aroma sampai sekarang masih menerapkan cara-cara manual dan organik. Bahan bakar mesin-mesin di pabrik ini pun masih menggunakan kayu bakar. Bangunan yang ia gunakan sebagai tempat usaha pun masih sama dengan yang dulu. "Tak ada satu pun berubah, baik metode maupun alatnya. Yang berganti hanya orang-orang yang bekerja di sini," ungkapnya.

Saat ini, dengan mempekerjakan sembilan orang karyawan, Widya mampu mengolah 160 kg biji kopi mentah setiap harinya. Dari situ, ada penyusutan sekitar 20 persen saat pengolahannya, sehingga kopi "matang" yang dihasilkan hanya 125 kg.

Untuk kopi arabika, ia memakai biji kopi dari Aceh, Medan, Toraja, dan Flores. Sementara untuk kopi robusta, Widya memilih biji kopi dari Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Sebelum dijemur dan digarang, biji-biji kopi ini sengaja ia simpan di gudang untuk beberapa tahun lamanya. Untuk biji kopi robusta lama penyimpanannya 5 tahun, sedangkan kopi arabika mencapai 8 tahun. Proses ini, jelas dia, bertujuan untuk menurunkan kadar asam yang terkandung dalam kopi.

Meski cita rasa Kopi Aroma telah mendapat pengakuan luas dari masyarakat, terutama di wilayah Bandung, Widya mengaku tak berniat melakukan perluasan usaha. Ia tetap bertahan dengan menjual kopi hanya di toko miliknya--yang berada satu lokasi dengan pabrik tersebut. Walaupun demikian, setiap hari ada saja yang mengantre membeli kopi buatannya. Bahkan, tidak jarang pula para pembeli sengaja memesan kopi ini untuk dibawa sebagai oleh-oleh saat mereka bepergian ke luar negeri.

Ia melihat semua yang digelutinya saat ini adalah titipan Tuhan. "Rezeki dan nasib manusia itu kan sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Jadi, tidak usah resah. Kalau pelanggan tahu ada barang berkualitas bagus, biarkan mereka mencari sendiri sampai dapat," paparnya. n fian novera ed: nina chairani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement