Jumat 07 Jun 2013 07:30 WIB
Berburu Gelar

Masyarakat Masih Gemar Gelar

Kuliah Online (ilustrasi)
Kuliah Online (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Masyarakat Indonesia masih gemar dengan gelar yang dimilikinya walaupun tidak jelas asal dan cara memperolehnya. “Sehingga, saat ini masih ada 7,1 juta pengangguran yang di antaranya lulusan perguruan tinggi,” tutur Koordinator Kopertis Wilayah V Yogyakarta Bambang Supriyadi.

Bambang mengemukakan hal itu pada Sidang Senat Terbuka Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta di kampus perguruan tinggi itu, Rabu (5/6). Dipimpin Rektor UII Prof Edy Suandi Hamid, sidang senat dilaksanakan untuk memperingati Milad ke-70 UII.

Dalam peringatan ini disampaikan pidato ilmiah oleh Prof Hari Purnomo. Pidato ilmiah membahas tentang perkembangan ergonomi di Indonesia.

Bambang juga mengemukakan, lulusan perguruan tinggi di Indonesia belum bisa memengaruhi agar masyarakat memiliki karakter yang baik. “Ini terbukti banyaknya lulusan perguruan tinggi, baik bergelar sarjana maupun lulusan pascasarjana, yang melakukan korupsi,” tandas.

Saat ini, kata dia, masih banyak keluhan tentang pendidikan di Indonesia, termasuk pendidikan tinggi. Itu karena pendidikan hanya berorientasi pada ujian dan mendapatkan nilai. “Bahkan ada pengusaha bidang pendidikan yang hanya memproduksi ijazah tanpa pendidikan yang semestinya,” tuturnya.

Seharusnya, kata dia, pendidikan dimaknai sebagai upaya untuk membantu manusia dalam membentuk dan mencapai realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaannya. Dengan demikian proses pendidikan diharapkan dapat menuju terwujudnya optimalisasi potensi manusia, termasuk memperbaiki karakternya. 

Pendidikan juga bukan sekadar proses penanaman nilai moral untuk membentengi diri dari ekses globalisasi, tetapi bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan dalam pendidikan mampu menjadi kekuatan pembebas dari impitan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, sosial-budaya, dan ekonomi. 

Bambang mengemukakan, pendidikan tidak bisa dilakukan dengan doktriner mekanistik. Pendidikan perlu keterlibatan aktif para pendidik atau dosen dengan para mahasiswa dalam melakukan dialog untuk kajian ilmu tertentu.

Pendidikan, lanjut Bambang, harus bisa membebaskan mahasiswa dari sikap primordial dan menumbuhkan kebersamaan dalam kebinekaan. Selain itu, juga mendorong mahasiswa bisa menghargai perbedaan, menghargai nilai-nilai yang universal, dan terinspirasi menghormati martabat sesamanya.

Menurut dia, jika nilai-nilai dalam pendidikan tidak tercapai, akan muncul sikap amoral, intoleran, sikap anarkis, dan tidak berkarakter. “Hal seperti ini mengindikasikan pendidikan belum mampu membimbing subjek didik atau mahasiswa untuk toleran terhadap keberagaman dan untuk berlomba dalam kebajikan walaupun di setiap pendidikan selalu ada pendidikan agama,” ujarnya. 

Itu juga berarti, kata Bambang, pendidikan agama pun belum mampu membekali kesadaran kolektif yang positif berdasarkan nilai kasih sayang atau ar-Rahman dan ar-Rohim serta penghargaan terhadap kemanusiaan dan kehidupan.

Karena itu, ia mengharapkan UII sebagai perguruan tinggi tertua di Indonesia, melalui dosen yang berkualitas dan berdedikasi tinggi yang mampu meneladani perilaku baik, dapat membantu pemerintah untuk memproduksi sumber daya manusia (SDM) yang kapabel di bidangnya dan bisa mewujudkan generasi yang berkarakter. Dengan demikian, bisa mengantarkan pemimpin bangsa yang amanah dan cerdas. n heri purwata ed: burhanuddin bella

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement