Jumat 07 Jun 2013 01:25 WIB
Saham Asing

Saham Asing di Bank Terbentur WTO

Bank Asing - ilustrasi
Bank Asing - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana aturan kepemilikan asing sebesar 40 persen di perbankan terbentur tawaran pemerintah Indonesia kepada negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pemerintah telah terlanjur menawarkan 51 persen saham bank kepada investor di negara-negara anggota WTO.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah mengatakan, ketentuan yang ditawarkan ke WTO tersebut mengikat. "Kita tidak boleh lagi mundur. Sampai kapan pun," ujar Halim beberapa waktu lalu. Meskipun demikian, Pemerintah Indonesia telah mengajukan penawaran baru aturan kepemilikan bank sebesar 49 persen pada negara-negara WTO. 

Oleh karena itu, Halim mengatakan, rancangan undang-undang (RUU) Perbankan yang tengah digodok di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai kepemilikan asing harus melihat status usulan Pemerintah Indonesia di WTO tersebut. Saat ini, usulan itu masih dinegosiasikan dalam forum WTO serta belum mencapai kesepakatan antara blok negara maju dan berkembang.

Sementara itu, Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang kepemilikan saham bank umum masih memperbolehkan kepemilikan asing di perbankan hingga 99 persen. Halim mengatakan, asing dapat memiliki saham hingga 99 persen asalkan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu.

Halim menegaskan, BI tidak membatasi asing untuk memiliki saham bank di Indonesia, tetapi bukan untuk satu pihak. Maksudnya, bila asing memiliki 99 persen saham di suatu bank, saham tersebut harus dibagi menjadi tiga pihak asing. Jika sektor perbankan sangat didominasi modal luar, stabilitas keuangannya akan sulit dijaga.

Hal yang sama diungkapkan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis. Dia mengatakan, pembatasan kepemilikan saham bank oleh asing sebesar 40 persen bisa dianggap melanggar WTO. Ia mengatakan, aturan kepemilikan asing dalam RUU perbankan masih didiskusikan di Komisi XI. Sejauh ini terdapat tiga opsi yang sedang dikaji.

Opsi pertama adalah menyerahkan masalah ini sepenuhnya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "OJK yang akan mengambil keputusan bagaimana negara menanggapi konteks permodalan bank asing di Indonesia," katanya. Kedua, Indonesia bisa menerapkan kepemilikan saham sebesar 49 persen seperti yang diusulkan kepada WTO.

Terakhir, asing boleh memiliki hingga 100 persen saham, tapi menggunakan pola seperti yang diterapkan Singapura dan Malaysia. Kedua negara tersebut membatasi kepemilikan asing sampai 30 persen saja.

Namun, ada klausul khusus untuk kepemilikan saham bank oleh asing di atas 30 persen dengan orientasi menggarap pasar internasional. Kemudian, 30 persen saham berikutnya dimiliki Grup II, 30 persen saham lainnya dimiliki Grup III, dan 10 persen saham sisanya menjadi milik Grup IV. Antargrup tidak boleh terafiliasi dalam perbankan.

Sementara itu, Sekretaris Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Aviliani mengusulkan semua bank untuk melantai di pasar modal dalam waktu dua hingga tiga tahun daripada kepemilikannya harus dibatasi. "Jika go public, tata kelola bank juga akan semakin baik. Mereka tak bisa lagi menyembunyikan kerahasiaan banknya," ujarnya.

Pengamat perbankan Farial Anwar mengatakan, aturan kepemilikan saham asing sebesar 40 persen tersebut kalaupun diterapkan akan sedikit terlambat karena sudah lebih dari 10 bank terbaik Indonesia dimiliki asing, bahkan hingga 90 persen. "Aturan ini kini hanya berlaku untuk bank-bank kecil saja," katanya.

Menurutnya, aturan kepemilikan bank yang terus berubah menunjukkan ketiadaan ada kerangka pemikiran jangka panjang tentang hal ini. Dia menegaskan, bank lokal seharusnya tak boleh lagi dikuasai asing. n satya festiani ed: fitria andayani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement