Rabu 05 Jun 2013 08:30 WIB
Neraca Perdagangan

Neraca Perdagangan Defisit

Cargo unloading activities of imported goods at Tanjung Priuk Port in Jakarta (illustration)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Cargo unloading activities of imported goods at Tanjung Priuk Port in Jakarta (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Neraca perdagangan Indonesia per Januari 2013 sampai April 2013 mengalami defisit 1,85 miliar dolar AS. Defisit akan semakin besar apabila pemerintah tidak segera menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan, neraca perdagangan pada April 2013 mencapai 1,6 miliar dolar AS. Defisit itu terdiri atas defisit perdagangan nonmigas sekitar 407,4 juta dolar AS dan minyak serta gas (migas) sebesar 1,2 miliar dolar AS. “Migas ini besar sekali porsi defisitnya, terdiri atas minyak mentah sebanyak 687 juta dolar AS,” kata Mendag di Jakarta, Selasa (4/6).

Mendag melanjutkan, total ekspor empat bulan pertama sebesar 60 miliar dolar AS atau turun 7,1 persen year on year (YoY) dengan sektor migas turun 22 persen dan nonmigas turun 3,1 persen. Secara kumulatif, defisit dari Januari-April mencapai 1,85 milar dolar yang terdiri atas nonmigas surplus 2,7 milar dolar dan migas 4,5 miliar dolar AS.

Menurut Mendag, apabila melihat tren, angka positif hanya terjadi pada Maret. Pada Maret surplus nonmigas lebih besar daripada defisit migas. “Jadi, itu sudah menggambarkan kondisi ekonomi global dan daya saing kita di dunia selama ini," ucapnya.

Menurut Gita, penurunan nilai ekspor terjadi karena dipicu oleh belum membaiknya harga beberapa komoditas ekspor nonmigas Indonesia di pasar internasional. Adapun negara-negara mitra dagang yang menyumbang defisit untuk perdagangan luar negeri Indonesia yang paling besar adalah Cina, Thailand, Jepang, Korea Selatan, Jerman, Rusia, Kanada, Australia, Argentina, dan Swedia.

Defisit berasal dari importasi produk-produk yang sudah jadi dan produk-produk pertanian. Sedangkan negara mitra dagang yang menyumbang surplus adalah India, Amerika Serikat (AS), Belanda, Filipina, Turki, Pakistan, dan Singapura. Negara Singapura yang biasanya penyumbang defisit, tiba-tiba surplus sampai 450 juta dolar AS dalam empat bulan pertama 2013. “Total ekspor 14,7 milar dolar AS pada April 2013 dan ini turun 2,2 persen month on month (MoM),” ucapnya.

Gita menjelaskan, ekspor nonmigas naik sebanyak 1,7 persen kemudian migas turun sebanyak 18,4 persen. Komoditas produk ekspor nonmigas dengan pertumbuhan ekspor terbesar adalah pakaian jadi dan alas kaki. Porsi ekspor pakaian jadi sebanyak 2,7 miliar dolar AS dan kenaikannya sebanyak 2,5 persen. Sedangkan untuk alas kaki mengalami kenaikan 11,8 persen dan kapal laut mengalami kenaikan 450 persen. “Kapal-kapal ini dibuat di Indonesia dan diekspor ke luar negeri,” ucap Gita.

Mengenai nilai ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya, Mendag menerangkan, angkanya sebanyak 3,1 miliar dolar selama periode Januari sampai Maret 2013 dengan volume meningkat 4,7 juta ton. Total per tahun ekspor CPO 25 sampai 27 juta ton.

Mendag menegaskan, ekspor Indonesia ke Singapura untuk nonmigas meningkat 14,4 persen, padahal biasanya Indonesia mengalami defisit dengan Singapura. Kemudian, ekspor ke AS juga naik sebanyak tiga persen, ekspor ke India naik 2,9 persen, dan Myanmar naik 53 persen. Kenaikan juga terjadi pada ekspor ke Nigeria, Mesir, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Ghana. “Meski nilai ekspor Indonesia turun, tetapi volume ekspor naik sebanyak 10,5 persen,” ujarnya.

Gita melanjutkan, impor Indonesia selama Januari sampai April 2013 didominasi bahan baku dan barang modal. Bahan baku atau penolong pada 2013 naik sebanyak 4,4 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Sedangkan barang modal turun 17,7 persen, tetapi bahan baku banyak digunakan untuk peningkatan nilai.

Impor secara kumulatif turun 1,1 persen atau senilai 62 miliar dolar. Impor sektor migas naik 3,2 persen, sedangkan impor nonmigas mengalami penurunan. Meski demikian, Mendag menyatakan, konsumsi migas Indonesia semakin lama semakin besar dengan pasokan impor lebih banyak. “Oleh karena itulah, kita lebih berkepentingan mengambil sikap dan menaikkan harga BBM agar ketergantungan kita terhadap migas tidak sebesar apa yang kita alami sekarang,” kata Mendag. n rr laeny sulistyawati ed: eh ismail

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement