Rabu 05 Jun 2013 01:10 WIB
Ukhuwah Islamiyah

Dialog-Ukhuwah Diharap Sejalan

Jabat tangan, salah satu cara menjaga ukhuwah
Jabat tangan, salah satu cara menjaga ukhuwah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penguatan ukhuwah di kalangan internal umat Islam serta dialog dengan umat lainnya mesti berjalan beriringan. Penegasan ini disampaikan Menteri Agama Republik Indonesia Suryadharma Ali, Sekjen Pusat Dialog Internasional Antapenganut Agama Faishal bin Abdurrahman bin Mu'ammar, dan Menteri Sosial Salim Segaf al-Jufri dalam dialog antaragama dan kebudayaan di Jakarta, Selasa (4/6).

Saat ini, ada beberapa negara di dunia Islam kini masih bergelut dengan konflik. Mereka menghadapi masalah kemanusiaan yang belum terselesaikan. ‘’Toleransi internal umat Islam dalam ukhuwah Islamiyah di dunia internasional tak kalah pentingnya dengan pembahasan dialog antarumat beragama,’’ kata Suryadharma.

Menurut dia, umat Islam selalu menjadi sorotan terkait masalah intoleransi terutama kepada umat agama lain. Akibatnya, jelas dia, ukhuwah Islamiyah sesama Muslim tidak menjadi perhatian utama. Tanpa disadari di antara umat Islam sendiri lahir permasalahan pelik yang membutuhkan penanganan serius.

Ini terlihat dari hubungan antara umat Islam di beberapa negara Muslim. Tak hanya di Timur Tengah, tetapi juga kawasan Asia. Surydharma mengatakan, konflik Suriah, Irak, dan Afghanistan mengorbankan sesama Muslim. "Kita lihat bagaimana negara-negara Arab hancur akibat konflik antarpaham dan aliran, termasuk antarumat Islam di Indonesia,’’ kata dia.

Menurut Suryadharma, ini menjadi tantangan umat Islam. Khusus Indonesia, kata dia, dunia kini sudah tak meragukan lagi mengenai kondisi kerukunan beragama. Meski ada letupan konflik, ia menilai itu bukanlah gambaran keseluruhan. Di sisi lain, ia menekankan perhatian pada masalah umat Islam di negara lain. Misalnya, penderitaan Muslim Rohingya di Myanmar.

Mereka terus mendapatkan penindasan, kekerasan, dan diskriminasi. Ini harus memicu solidaritas bersama negara-negara Muslim. Indonesia, jelas Suryadharma, telah menjadi lokomotifnya. Hal yang sama ditekankan oleh Sekjen Pusat Dialog Internasional Antarpenganut Agama Faishal bin Abdurrahman bin Mu’ammar. Lembaga ini didirikan Raja Abdullah dan berpusat di Wina, Austria.

Menurut Faishal, dunia Islam cenderung melupakan bagaimana membangun dialog dan peradaban sesama umat Islam. Ia mengungkapkan, ajaran Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan atas nama agama. Sayangnya, masih ada kekerasan yang menjelma. Ia mengatakan, lembaganya memiliki misi penting mengingatkan negara Islam menjadi kekuatan perdamaian.

‘’Tidak hanya perdamaian antarpemeluk agama tetapi juga solidaritas antarumat Islam,’’ ujar penasihat Raja Abdullah bin Abdul Aziz ini. Menurut Salim Segaf al-Jufri, ia berulang kali menekankan toleransi dan kerukunan. Namun, sering kali umat melupakan masalah sendiri seperti bencana alam dan masalah sosial lainnya.

Salim menilai, hal terpenting sekarang adalah membangun kesejahteraan umat. Ketika kesejahteraan tercapai, umat bisa saling membantu. Ia juga menyatakan, umat Islam di Indonesia sudah memiliki modal cukup membangun toleransi dengan umat lain. Karena itu, Indonesia dapat menjadi pihak terdepan dalam setiap dialog antarumat beragama. n amri amrullah  ed: ferry kisihandi

Boks

Berharap pada Umat Islam

Umat Islam diminta mengambil peran lebih besar dalam menengahi konflik dunia. Arief Harsono, ketua umum sementra Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) berharap umat Islam memiliki tawaran dan inisiatif konkret. Termasuk dalam penyelesaian konflik antara Muslim Rohingya dan warga Buddha di Myanmar.

‘’Kami, umat Buddha di Indonesia berharap Muslim lewat pusat dialog yang diprakarsai Raja Abdullah mengambil peran besar ini,’’ kata Arief di Jakarta, Selasa (4/6). Ia menambahkan, di negara yang umat Islam menjadi mayoritas, sebenarnya lebih memberikan kerukunan ketimbang negara lain di mana Muslim menjadi minoritas.

Terkait dengan pertikaian di Myanmar, Arief mengatakan, Walubi sudah berkali-kali melakukan kontak dengan Pemerintah Myanmar. Menurut dia, pemerintahan Presiden Thein Sein tak memberikan respons seperti yang ia harapkan. Karena itu, ia berharap kelompok Islam internasional dapat memberi solusi bagi penyelesaian kekerasan di Myanmar. n amri amrullah ed: ferry kisihandi

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement