Senin 27 May 2013 02:03 WIB
Bencana di Freeport

Pemerintah Dinilai tak Serius Selidiki Freeport

Ratusan pekerja tambang PT. Freeport Indonesia berkumpul di Mile 72 menunggu kepastian nasib rekan mereka yang tertimbun longsor di Terowongan Big Gossan, Tembagapura, Timika, Papua, Kamis (16/5).
Foto: Antara/Spedy Paereng
Ratusan pekerja tambang PT. Freeport Indonesia berkumpul di Mile 72 menunggu kepastian nasib rekan mereka yang tertimbun longsor di Terowongan Big Gossan, Tembagapura, Timika, Papua, Kamis (16/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (FSPKEP-SPSI) menemukan sejumlah kejanggalan terkait robohnya ruang kelas di areal tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia, Mimika, Papua. Pemerintah diminta menyeriusi investigasi kecelakaan yang menewaskan 28 orang itu. “Hingga hari ini kami menilai tidak ada keseriusan pemerintah menangani kasus ini,” ujar Sekretaris Umum FSPKEP-SPSI Subiyanto.

Ia menilai, gejala longsornya tambang underground tersebut sudah terindikasi sejak awal. Kecelakaan di areal tambang Freeport terjadi pada Selasa (14/5). Saat itu, sebanyak 39 pekerja sedang mengikuti pelatihan di ruang kelas bawah tanah Big Gossan. Langit-langit ruang kelas tiba-tiba runtuh dan menimbun 38 orang. Dua puluh delapan di antaranya tewas dan 10 terluka.

Menurutnya, serikat pekerja telah mengecek langsung ke lokasi kejadian dan didapatkan penjelasan dari manajemen PT Freeport Indonesia. Ditemukan beberapa kejanggalan mengenai lokasi tambang yang dijadikan sebagai tempat diklat tersebut.Salah satunya yaitu pemberian eternit di area tambang underground Big Gossan. Padahal, Subiyanto menuturkan, tidak ada pertambangan underground manapun yang atapnya diberi eternit. “Supaya jika retak bisa ketahuan,” katanya.

Dari saksi 10 pekerja yang selamat menuturkan, pada saat kejadian sudah terdengar suara batu-batuan yang jatuh dari atas. Tapi, pihak manajemen tak menggubris kekhawatiran itu. Sekjen KSPSI ini mengungkapkan, sikap KSPSI jelas meminta pemerintah agar kasus ini diperiksa secara tuntas dengan melibatkan tim independen supaya kejadian serupa tidak terulang kembali.

Kedua, meminta pemerintah secara tegas melarang PT Freeport membuat kelas untuk diklat di wilayah tambang bawah tanah. Subiyanto menuturkan, terdapat empat tim investigasi dalam kasus PT Freeport ini. Pertama, tim investigasi dari Kementerian ESDM, internal PT Freeport Amerika, internal PT Freeport Indonesia, dan Polda Papua. KSPSI dilibatkan dalam investigasi oleh internal PT Freeport dari Amerika Serikat. Ia memperkirakan, investigasi akan rampung dalam waktu dua minggu ke depan.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar, misalnya, mengaku terkejut dengan adanya musibah di Big Gossan. Ia menegaskan, PT Freeport Indonesia diketahui memiliki keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang dianggap paling baik. Ia mengatakan, dalam kacamata pemerintah, Freeport termasuk yang paling disiplin dalam hal K3.

Muhaimin Iskandar juga menyinggung rendahnya pengawasan keselamatan kerja oleh pemerintah daerah. “Kita tidak ingin kasus semacam Freeport dan kasus pabrik kuali Tangerang terus terulang. Oleh karena itu, kita minta perhatian dan peranan pemda terhadap pembangunan ketenagakerjaan di wilayahnya harus ditingkatkan,” ujar Muhaimin.

Sekretaris Utama Basarnas Pusat Max Ruler mengatakan, banyaknya korban diduga karena rusaknya alat pendeteksi gerakan tanah di kelas bawah tanah Big Gossan. Kerusakan itu, menurut dia, disebabkan pemasangan plafon di ruang kelas. Dalam keterangan resminya, PT Freeport Indonesia menyatakan masih akan melakukan penyelidikan atas kejadian di Big Gossan. Freeport juga menanggung penuh kerugian yang dialami para karyawan. n fenny melisa/antara ed: fitriyan zamzami

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement