Senin 27 May 2013 08:54 WIB
Kartu Jakarta Sehat

Gara-Gara KJS, DPRD Interpelasi Jokowi

Jokowi
Foto: Republika/Agung Supri
Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sebanyak 32 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mengajukan hak interpelasi terhadap Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Pengajuan hak tersebut dilakukan setelah pemberitaan di media massa mengungkap 16 rumah sakit swasta mundur dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS).

Ketua Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta Aliman Aat mengatakan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena pengajuan hak interpelasi hanya mempertanyakan mundurnya 16 rumah sakit. Selain itu, DPRD memiliki hak untuk memanggil eksekutif dengan menggunakan hak interpelasi.

Aliman menyatakan, hak interpelasi merupakan hak bertanya pada kebijakan gubernur oleh anggota dewan jika terjadi masalah. Eksekutif seharusnya tidak perlu takut. “Kami menganggap hak interpelasi itu wajar digunakan karena memang hak DPRD,” ujar dia, Ahad (26/5). Interpelasi ini bukan untuk memunculkan keraguan mengenai program KJS.

Menurut Aliman, program KJS memang bagus dan Pemerintah DKI Jakarta sudah seharusnya menanggung kesehatan masyarakat miskin. Namun, sejak 16 rumah sakit mengundurkan diri, DPRD merasa perlu mengetahui alasannya secara detail. DPRD mengkhawatirkan mundurnya rumah sakit tersebut berdampak pada tidak terlayaninya masyarakat miskin saat berobat. “Sebelum rapat Komisi E dengan rumah sakit, kami sudah ajukan hak interpelasi,” ujar dia.

Aliman yang berasal dari Fraksi Partai Demokrat itu mengatakan, selama ini Jokowi hanya berbicara pada media. Dia juga sibuk bekerja melayani masyarakat. Dengan hak interpelasi, dia berharap, Jokowi dapat menyempatkan waktunya untuk memaparkan secara detail masalah yang terjadi dengan KJS. Setelah mendengar pemaparan Gubernur, Aliman menuturkan, DPRD berharap bisa memberikan solusi bagi program tersebut.

Apalagi, pembahasan Rancangan APBD Perubahan segera dilakukan. Sehingga, DPRD perlu mengetahui seberapa banyak anggaran yang telah diserap oleh pemprov.Hingga kemarin, sebanyak 32 anggota DPRD telah menandatangani pengajuan hak interpelasi. Anggota Komisi E DPRD DKI dari PDIP Perjuangan Dwi Rio mengatakan, hak interpelasi DPRD dapat diajukan jika berkaitan dengan kesejahteraan rakyat dan merugikan rakyat. Meski demikian, menurut dia, masalah teknis implementasi KJS telah ditangani komisi E. “Telah ada solusinya,” kata dia.

Dwi mengatakan, 14 dari 16 rumah sakit menyatakan akan kembali melayani pasien KJS. Dua rumah sakit lainnya yang mengirimkan surat resmi mundur dari program KJS juga telah bersedia kembali melayani KJS.Permasalahan utama KJS hanya terkait dengan sistem pembayaran menggunakan Indonesia Case Basic Groups (INA-CBGs).

Pembayaran klaim menggunakan Ina CBGs PPE hanya 10 sampai 60 persen. Untuk mengatasi persoalan ini, Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta telah bersedia merevisi dan mengevaluasi besaran tarif klaim dalam tiga minggu. Sehingga, tidak perlu lagi ada interpelasi.Apalagi, Dwi menuturkan, survei Indopolink menyatakan, sebanyak 85 persen masyarakat mengaku puas terhadap program KJS. Artinya, program tersebut adalah program prorakyat dan dibutuhkan masyarakat.

Meski hak politik DPRD, dia mengingatkan, jangan sampai hak interpelasi ini menjadi upaya penjegalan terhadap program prorakyat Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Jokowi. Sebab, itu bisa menimbulkan reaksi balik masyarakat yang kritis. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengatakan, rencana DPRD DKI Jakarta menggunakan hak interpelasi kepada Gubernur Joko Widodo dinilai sebagai hal yang wajar. “Hal ini sudah diatur oleh undang-undang,” kata dia.

Ia menjelaskan, sesuai Pasal 27 UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, DPRD memiliki fungsi untuk mengawasi jalannya roda pemerintahan daerah. Cara pengawasan itu di antaranya penggunaan hak interpelasi. Jika hak ini diartikan hanya sebatas mempertanyakan kinerja gubernur, Zuhro menilai, itu sebagai hal yang biasa.

“Gubernur tinggal menjelaskan persoalannya kepada DPRD sesuai data dan fakta yang ada saja,” ujar dia. Namun, ia mengingatkan, penggunaan hak interpelasi menjadi tidak biasa jika dipolitisasi atau diarahkan untuk impeachment gubernur. Untuk itu, publik harus dapat melihat masalah ini secara jernih. n ahmad islamy jamil/c72 ed: ratna puspita

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement