Senin 20 May 2013 01:39 WIB
Daerah Tertinggal

Jumlah Daerah Tertinggal Bertambah

Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmy Faishal Zaini (kiri).
Foto: Antara
Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmy Faishal Zaini (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemen PDT) menyatakan terus mengupayakan pengentasan daerah tertinggal. Upaya tersebut tersendat karena banyak muncul daerah tertinggal baru.

Menurut Menteri PDT Helmi Faishal Zaini, ada sekitar 69 kabupaten yang telah berhasil dientaskan dari 123 kabupaten tertinggal yang dilakukan percepatan pembangunan di sana. Tapi, di sisi lain justru muncul daerah-daerah tertinggal baru. “Ada sekitar 20 hingga 25 daerah yang seperti ini,” ujarnya ketika ditemui Republika di gedung PBNU Jakarta, akhir pekan lalu.

Munculnya daerah tertinggal baru ini, bahkan hingga ke kuadran IV, menurutnya, disebabkan banyak faktor. Di antaranya, bencana alam dan pemekaran wilayah.

Salah satu provinsi dengan kabupaten penyandang predikat tertinggal baru, menurut Helmi, adalah Sumatra Barat. Bencana alam yang banyak terjadi di daerah ini juga sulitnya akses menuju ke daerah-daerah sana menjadi faktor pemicunya.

Selain disebabkan bencana alam yang memang sulit diantisipasi, menurutnya, faktor pemekaran wilayah juga menjadi penyebab. Misalnya, satu daerah tersebut tadinya bukan merupakan daerah tertinggal, namun ketika terjadi pemekaran, sumber daya alam (SDA) di daerah tersebut hilang karena masuk ke daerah baru. “Ini pekerjaan besar bagi kami, bagaimana mengembangkan daerah tersebut tanpa tergantung dengan sumber daya yang sudah bukan menjadi wilayahnya lagi,” katanya.

Hal itu terjadi pada pemekaran wilayah, baik itu di tingkat provinsi maupun kabupaten. Ia kemudian mencontohkan Provinsi Papua. Ketika terjadi pemekaran dan muncul Papua Barat, provinsi ini menjadi daerah yang semakin tertinggal.

Banyak SDA yang potensial masuk ke wilayah Papua Barat dan membuat proVinsi baru ini menjadi lebih maju. “Sebaliknya, Papua masih berat, apalagi akses masih sulit karena banyak daerah tertinggal di pegunungan,” ujar Helmi.

Selain itu, pemekaran daerah baru juga membutuhkan biaya yang besar. Pembuatan gedung baru untuk pemerintahan daerah yang baru, penambahan tenaga kerja, dan banyak hal lain memerlukan biaya yang tak kecil dalam membuat sebuah kepemerintahan daerah baru. Penyedotan biaya pada hal seperti itu bisa membuat sebuah daerah menjadi tertinggal dengan daerah pecahannya.

Helmi memandang diperlukan moratorium pemekaran daerah. Menurutnya, jumlah daerah yang menjadi fokus pembangunan sudah terlampau banyak dan tak perlu ditambah lagi.

Ia menjelaskan, ada beberapa bobot yang menjadi indikator sebuah daerah bisa terentaskan dari status daerah tertinggal. Di antaranya, sumber daya manusia (SDM), ketersediaan sarana dan tenaga kesehatan, pembangunan infrastruktur, karakteristik daerah, aksebilitas, serta kemampuan keuangan daerah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta angka melek huruf dan sarana pendidikan juga menjadi perhatiannya.

Deputi Bidang Pengembangan Daerah Khusus KPDT Suprayoga Hadi mengatakan pada awal tahun ini terdapat 183 kota/kabupaten tertinggal. Tahun 2013 ditargetkan 69 daerah dientaskan.

Dari 183 daerah yang masuk kategori daerah tertinggal, dua pertiga berada di kawasan Indonesia Timur. Sedangkan, 27 daerah perbatasan juga masuk kategori tertinggal. Sebanyak 67 dari 92 pulau terluar juga merupakan daerah tertinggal.

Pada 2013 anggaran untuk masing-masing daerah tertinggal dari APBN mencapai Rp 80 miliar per tahun. Jumlah tersebut, menurut Suprayoga, akan naik menjadi Rp 100 miliar per daerah tertinggal tahun depan. n rosita budi suryaningsih/antara ed: fitriyan zamzami

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement