Rabu 15 May 2013 01:29 WIB
Konflik Suriah

Dana Barat Banjiri Oposisi Suriah

Militan Suriah tengah berlatih menggunakan senjata
Foto: Press TV
Militan Suriah tengah berlatih menggunakan senjata

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat (AS) dan Inggris, bahu-membahu untuk terus melancarkan tekanan kepada rezim Suriah pimpinan Presiden Bashar al-Assad. Salah satu bentuk tekanan itu adalah dengan meningkatkan hubungan dan dukungan terhadap kubu oposisi.

Sebagai realisasi dari dukungan itu, Inggris telah mengalokasikan dana sebesar 40 juta poundsterling (sekitar 61,2 juta dolar AS) dalam bentuk bantuan kemanusiaan dan bantuan nonsenjata untuk kelompok oposisi Suriah yang sedang berjuang menumbangkan Assad dari kursi presiden.

Pekan lalu, seperti diumumkan Presiden Barack Obama, AS juga menggelontorkan dana sebesar 100 juta dolar AS untuk bantuan kemanusiaan. Kala itu, AS menjanjikan dana tersebut bagi pengungsi Suriah dan bukan untuk mempersenjatai pasukan oposisi.

Dalam pertemuan di Gedung Putih, Senin (13/5), Presiden Obama dan PM Inggris David Cameroon sepakat untuk bekerja sama menyingkirkan Assad sebagai pemimpin Suriah. ''Kami akan mempersiapkan Suriah yang demokratis tanpa Bashar al-Assad,'' ujar Obama dalam jumpa pers seusai pertemuan empat mata itu.

Sedangkan, Cameron menyatakan tak ada lagi tugas internasional yang mendesak saat ini selain membantu Suriah. Ia memuji upaya AS yang berusaha meyakinkan Rusia untuk menyelenggarakan konferensi internasional yang akan mempertemukan kubu oposisi dan pemerintah Suriah. Menurut dia, konferensi bagi transisi politik di Suriah adalah sebuah langkah besar bagi terciptanya perdamaian di sana.

Juru bicara oposisi dari Koalisi Nasional Suriah, Sonir Ahmed, mengatakan pihaknya akan menggelar pertemuan pada 23 Mei untuk membahas rancangan perdamaian AS-Rusia. Pertemuan itu akan menentukan partisipasi mereka dalam konferensi itu.

Sejauh ini, pihak oposisi memang belum memastikan keikutsertaan mereka. Seperti dikatakan pemimpin Koalisi Nasional, George Sabra, masih terlalu dini untuk memutuskan hal itu. Sebab, menurut dia, konferensi yang digagas AS-Rusia itu belum begitu jelas, baik dari sisi jadwal maupun agenda pembicaraan. Dalam hal ini, kubu oposisi akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan Arab Saudi, Qatar, dan Turki sebelum memutuskan keikutsertaan mereka dalam konferensi perdamaian itu.

Rencana awal, konferensi damai yang diprakarsai AS-Rusia itu akan digelar akhir Mei. Namun, mengingat begitu banyak pihak yang bakal terlibat dalam konferensi itu, besar kemungkinan pelaksanaan konferensi akan diundur pada awal Juni.

Seperti dikatakan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Jen Psaki, pihaknya tidak bisa memaksa negara lain seperti Iran untuk berpartisipasi meski konferensi itu bertujuan untuk menyelesaikan konflik di Suriah. Bukan rahasia lagi, selama ini Iran dikenal sebagai sekutu dekat pemerintah Suriah.

Di tengah munculnya upaya dari AS dan Rusia untuk merintis perdamaian, api peperangan terus membara di Suriah. Kantor berita AFP melaporkan, pasukan Assad mengklaim bisa merebut kembali desa di sebelah barat Dumayna, Suriah.

Akibat pertempuran terbaru pasukan pemerintah dan oposisi tersebut, masjid bersejarah di kota Homs hancur diterjang rudal. Sementara itu, jet-jet tempur pemerintah dilaporkan menembaki beberapa wilayah pinggiran Kota Damaskus, termasuk Kota Darraya. n ichsan emrald alamsyah ed: wachidah handasah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement