Sabtu 11 May 2013 01:52 WIB
Masjid vs Developer

Dewan Masjid Tegur Developer

Logo Dewan Masjid Indonesia
Logo Dewan Masjid Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Masjid Indonesia (DMI) meminta developer (pengembang) tidak semena-mena memberlakukan setiap masjid yang berada dalam kawasan mereka. DMI mengutuk keras bila ada pengembang yang sengaja menghalangi penggunaan masjid di areanya dengan dalih mengganggu pengembangan bisnis.

Hal itu disampaikan Ketua Umum DMI Jusuf Kalla, Jumat (10/5). Mantan wakil presiden ini cukup kesal mendengar kabar adanya pengembang, yakni PT FIM Jasa Eka Tama yang dengan sengaja menutup akses jalan masuk dan keluar Masjid al-Futuwwah, di Cipete Utara, Jakarta Selatan, karena alasan kepemilikan lahan. “Saya ingatkan kepada pengembang, jangan remehkan masjid,” tegas pria yang akrab disapa JK ini.

Ia meminta PT FIM Jasa Eka Tama yang memagari area Masjid al-Futuwwah agar segera memberi akses jamaah untuk masuk dan keluar masjid dengan sarana yang layak. Pemagaran yang telah “memenjarakan” masjid dari masyarakat ini, kata JK, harus mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Jakarta Selatan.

JK cukup kesal pada pengembang yang menghalang-halangi umat beribadah dengan menutup akses jalan masjid hanya karena masalah tanah. “Enak sekali mereka memagari begitu saja tanpa melihat kemanfaatan masjid tersebut. Biar nanti saya langsung bilang ke wali kota Jakarta Selatan urus pengembang ini,” ketusnya.

Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) ini pun akan menugaskan tim DMI dan meminta wali kota Jakarta Selatan untuk mengecek izin pembangun tembok tersebut. Ia juga mewanti-wanti para pengembang agar tidak semena-mena terhadap rumah ibadah.

Pagar beton

Sudah dua bulan terakhir Masjid al-Futuwwah serta Pesantren dan Panti Asuhan Yatim di Cipete Utara itu terisolasi karena area sekitar mereka ditembok beton oleh pemilik lahan, PT FIM Jasa Eka Tama. Pagar tembok tersebut hanya menyisakan lorong jalan sempit selebar 1,5 meter untuk masuk dan keluar masjid.

Ustaz Muhammad Sanwani Naim selaku Ketua Pengelola Yayasan Pesantren, Panti Asuhan Yatim, dan Masjid al-Futuwwah mengatakan, akibat pemagaran ini, jamaah, santri, dan anak-anak yatim di panti asuhan terhalang dalam melakukan aktivitas ibadah dan pendidikan mereka. “Sebelum ada akses jalan kecil yang ada sekarang, beberapa santri dan anak yatim bahkan harus menaiki pagar untuk masuk pesantren atau masjid,” tuturnya.

Kini, setelah masalah ini ramai di media, PT FIM Jasa Eka Tama berusaha mengakomodasi pihak yayasan dengan menawarkan solusi akses jalan ke masjid. Tapi, itu hanya sementara. Solusi permanen yang ditawarkan PT FIM Jasa Eka Tama adalah tukar guling lahan dengan milik yayasan agar diberikan akses jalan.

Namun, Sanwani menolak tawaran tukar guling karena sangat merugikan yayasan.  “Kami tidak sepakat karena tanah yang ditukar gulingkan tidak sebanding besarnya dengan jalan yang akan mereka berikan,” ujar pria yang akrab disapa Sani ini ketika ditemui Republika.

Perwakilan PT FIM Jasa Eka Tama Rizal Josan berkilah, pihaknya telah berkali-kali melakukan negosiasi, akan tetapi selalu ditolak pihak yayasan. Ia berdalih, apa yang dilakukan pengembang ini hanya menutup lahan yang mereka punya, bukan menutup akses ke masjid. Yang jadi masalah, lahan pengembang tersebut mengelilingi tanah yayasan. “Kami hanya mengamankan aset tanah milik kami seluas 2.700 meter,” ujarnya.

Hasil pertemuan terakhir, kata dia, telah dimediasi oleh Habib Selon dan keputusannya pengembang akan membuat jalan selebar 1,5 meter. Ia juga mengatakan tidak ada niatan untuk mempersulit umat Islam dalam beribadah. Rizal juga menyesalkan apa yang telah dilakukan pihak yayasan yang melibatkan media. Pengembang menjanjikan akan ada pertemuan kembali untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Sejak awal berdiri, lokasi Masjid al-Futuwwah, pesantren, serta panti asuhan ini memang sedikit unik, yakni berada di tengah perkampungan warga Cipete Utara, RT 2/RW 10. PT FIM Jasa Eka Tama kemudian membeli lahan warga di sekitar masjid seluas 2.700 meter persegi, termasuk akses jalan masjid.

Berdasarkan informasi yang didapat, pengembang tidak mengetahui jika tanah yang mereka beli berhimpitan dan menutup akses masjid. Dan, pengembang juga tak mau kehilangan lahan yang sangat mepet dengan permukiman warga tersebut. Maka, pemagaran beton itu pun dilakukan. n amri amrullah ed: chairul akhmad

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement