Jumat 19 Apr 2013 01:17 WIB
Konflik Suriah

Assad Menakut-nakuti Barat Soal Alqaidah

Bashar Al Assad
Foto: REUTERS
Bashar Al Assad

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT - Presiden Suriah Bashar al-Assad mengingatkan Barat agar tak memberikan dukungan pada Alqaidah untuk menjatuhkan pemerintahannya. Kelak, Alqaidah justru akan balik menyerang para pendukungnya. Mereka bahkan akan masuk ke jantung Eropa dan Amerika Serikat (AS). Ia pun mengkritik Yordania yang mengizinkan ribuan personel bersenjata masuk Suriah mendukung oposisi.

Assad merujuk pada peristiwa 1980-an di Afghanistan. Saat itu, Barat mendukung kelompok bersenjata yang anti-Uni Soviet. Beberapa dari mereka lalu menjelma menjadi Taliban dan Alqaidah dan menyerang AS pada 2001. “Barat membayar mahal karena membiayai Alqaidah di Afghanistan. Hari ini, mereka mendukung kembali Alqaidah di Suriah, Libya, dan tempat lainnya,” kata Assad, Rabu (17/4).

Dalam wawancara dengan televisi al-Ikhbariya itu, Assad meyakini Barat akan kembali membayar mahal atas dukungannya pada Alqaidah. Petinggi kelompok ini telah menyatakan Fron al-Nusra merupakan bagian dari mereka. Kelompok ini sejak Januari 2012 memerangi Assad. Bahkan, al-Nusra berkembang sebagai kekuatan paling efektif di antara unit perlawanan oposisi.

Mereka mengaku berada di balik serangkaian serangan bom bunuh diri. Pekan lalu, pemimpin al-Nusra, Abu Mohammad al-Gonali, berjanji beraliansi dengan pemimpin Alqaidah, Ayman al-Zawahiri. AS mengelompokkan al-Nusra sebagai teroris. Mereka menolak mempersenjatai oposisi khawatir jatuh ke Alqaidah. Namun, AS dan Barat tak berusaha mencegah masuknya Alqaidah ke Suriah.

Ia juga menuduh Yordania mengizinkan kelompok bersenjata masuk Suriah. Mereka membantu pasukan oposisi. “Saya tak percaya ribuan pemberontak masuk Suriah, padahal Yordania menangkap siapa saja yang bersenjata masuk ke Palestina,” kata Assad. Pada saatnya, tembakan tak hanya sampai ke perbatasan tetapi juga merembet ke Yordania.

Oposisi mengungkapkan, tentara AS di Yordania melatih kelompok bersenjata dari Damaskus dan Deraa. Dalam beberapa pekan terakhir, pasukan ini secara intens melakukan serangan. Mereka berhasil merebut sejumlah wilayah. Menuru Assad, tak ada pilihan lain selain kemenangan. “Jika kami tidak menang maka Suriah akan berakhir,” kata Assad.

AS dan Yordania menyatakan, sekitar 200 tentara AS sedang dalam perjalanan menuju Yordania. Mereka memiliki spesialisasi di bidang intelijen, logistik, dan operasi. Mereka bertugas mencegah kekerasan di sepanjang perbatasan. Pasukan ini menggantikan pasukan lain yang telah berbulan-bulan bertugas. Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel mengakui adanya pengiriman itu.

Pekan depan, Uni Eropa mencabut embargo minyak pada Suriah. Mereka berencana mengizinkan negara anggota membeli minyak mentah dari oposisi. Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan kekuatan oposisi dalam mengimbangi Assad. Dalam pertemuan Senin (22/4) depan, UE akan menghapus pembatasan pada penjualan peralatan industri minyak.

Sejumlah diplomat mengakui, langkah ini adalah bentuk perluasan dukungan pada oposisi. Dengan penjualan minyak, oposisi memperoleh banyak dana. Mereka bisa mengalokasikannya untuk perbaikan infrastruktur, pembangunan pemerintahan lokal, dan kalau mungkin membeli senjata. “Pembelian minyak berjalan setelah ada konsultasi UE dengan payung oposisi Suriah,” kata seorang diplomat.

Pencabutan embargo minyak akan meningkatkan kredibilitas Koalisi Nasional Suriah, payung oposisi di mata warga penentang Assad. Namun, sejumlah pakar menyatakan, secara ekonomi tak banyak berpengaruh. Sebab, perusahaan Eropa mungkin menjauh agar tak terlibat konflik. Di sisi lain, oposisi mesti memperbaiki infrastruktur yang rusak parah untuk proses pengapalan.

Mereka telah mengambil alih sejumlah wilayah penghasil minyak. Termasuk provinsi di wilayah timur, yaitu Hasakah dan Deir al-Zor. Namun, wilayah itu rentan diserang dari udara. “Rezim akan melakukan apa pun, salah satunya dengan kekuatan udara guna mencegah minyak keluar negeri,” kata Julien Barnes-Dacey dari Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri. n  ichsan emrald alamsyah/ap/reuters ed: ferry kisihandi

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement