Kamis 18 Apr 2013 08:07 WIB
Beasiswa

DPR: Penerima Beasiswa Harus Adil

Beasiswa (ilustrasi)
Beasiswa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan memperjuangkan beasiswa bagi mahasiswa jurusan ilmu sosial. Selama ini program beasiswa dinilai cenderung diperuntukkan bagi mahasiswa dengan jurusan tertentu.

Anggota Komisi X DPR Dedi S Gumelar mengatakan tidak relevan kalau pemberian beasiswa hanya diprirotaskan kepada jurusan MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam--Red). “Beasiswa adalah masalah akses untuk mendapatkan pendidikan maka harus dibagi secara adil kepada mahasiswa dari berbagai jurusan," katanya. 

Pernyataan itu dikemukakan menanggapi keluhan dari Forum Komunikasi Mahasiswa (FKM) Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Gedung Parlemen, Selasa (16/4). Ketua FKM  Sahril Buchori menyatakan ketidakadilan di antaranya dalam program beasiswa bagi calon dosen.

Dia mengatakan, pemberian beasiswa lebih diprioritaskan pada mahasiswa jurusan strategis, seperti MIPA. “Bagi mahasiwsa jurusan sosial cenderung dianaktirikan," katanya.

 

Dedi menegaskan, pemberian beasiswa bagi mahasiswa jurusan ilmu sosial harusnya memiliki porsi yang sama dengan mahasiswa jurusan lainnya. Ketentuan tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) No 12 Tahun 2012.  Yakni, rumpun ilmu sudah dibahas dengan seksama, salah satunya ilmu sosial harus masuk program itu.

Dia mempersilakan mahasiswa membuat proposal untuk mengajukan mendapatkan beasiswa dan disampaikan ke ruangannya. “Nanti kami bicarakan dan buatkan rekomendasi kepada Dirjen (Direktur Jenderal Dikti) untuk dilaksanakan," ujarnya.

Menurut dia, DPR wajib memperjuangkan persamaan hak setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan. Beasiswa adalah hak mahasiswa yang sudah tercantum dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).

“Hak setiap mahasiswa dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) minimal 3,25 untuk mendapatkan beasiswa, bukan karena jurusan MIPA atau jurusan ilmu sosial," kata Miing, sapaan akrab politisi Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDI-P) itu.

Dalam negeri

Dedi juga menuturkan, pemerintah harus memperhatikan agar program pertukaran pelajar dan pemuda tidak hanya berorientasi ke luar negeri, tetapi justru lebih fokus dilakukan di dalam negeri. Ini untuk lebih mengenalkan keadaan dan budaya sendiri.

Dia menyatakan sudah menyampaikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) agar program pertukaran pemuda dan pelajar lebih banyak dilakukan di dalam negeri. “Ini penting sebagai salah satu cara memperkuat pemahaman tentang negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," katanya.

 

Menurut dia, pengenalan akan keadaan dan budaya negara lain memang penting, namun lebih penting lagi mengenal nilai-nilai dan budaya di dalam negeri. "Contohnya, mengenal Jepang bagi pemuda-pemuda Indonesia menjadi penting, tetapi seorang pemuda Jawa mengenal Sumatra itu lebih utama," ujarnya.

Dia berpandangan, pertukaran pemuda dan pelajar antarwilayah di Indonesia justru sangat penting. Itu karena cara tersebut dapat membuat para pemuda Indonesia saling mengenal, saling memahami, dan pada saatnya akan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

Sebelumnya Sahril Buchori mengusulkan agar dalam program pertukaran pemuda dan pelajar sebaiknya lebih banyak dilakukan antardaerah di Indonesia sehingga tidak terlalu berorientasi ke luar negeri. Dengan demikian akan bisa menambah wawasan, mempelajari budaya suku-suku lain, dan memahami perbedaan. Pada gilirannya akan memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa serta memperkuat NKRI.

 

Dedi mengatakan, gagasan dari mahasiswa itu sudah disampaikan oleh Komisi X kepada pemerintah. "Namun, kami hanya bisa menyampaikan secara politis, pelaksanaannya tetap di tangan pemerintah," katanya. n antara ed: burhanuddin bella

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement