Kamis 11 Apr 2013 08:12 WIB
Rumah Susun

DKI Tagih Rusun Pengembang

Rumah Susun alias Rusun (ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Rumah Susun alias Rusun (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menagih kewajiban perusahan pengembang properti yang memiliki Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT). Dalam surat tersebut, perusahaan memiliki kewajiban membangun rumah susun (rusun) seluas 20 persen dari luas lahan yang dibangun oleh perusahaan tersebut.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama mengatakan, perjanjian SIPPT dibuat sejak 2009. “Dalam perjanjian, disebutkan kewajiban perusahaan membangun 20 persen rusun dari total luas yang dia bangun apartemen. Kita mau tagih, mereka mau bangun rusun di mana,” ujar Basuki atau akrab dipanggil Ahok di Balai Kota, Rabu (10/4).

Saat ini, pemprov sedang mencari perusahaan mana saja yang memiliki kewajiban untuk membangun rusun, sehingga mereka yang belum merealisasikan utang membangun rusun itu akan diarahkan untuk melaksanakan kewajibannya. Selain kewajiban berupa rusun, pengembang juga dapat menggantinya dengan membayar uang dan membangun rumah. Tetapi, pemprov hanya akan mendata pengusaha yang berjanji membayar kewajiban dengan membangun rusun.

Mereka akan tetap ditagih oleh pemprov untuk membuat rusun karena aturan tersebut terdapat dalam SIPPT antara pengusaha dengan pemprov. Ahok menegaskan bahwa kewajiban pengembang membangun rusun itu berbeda dengan program bantuan masyarakat atau corporate social responsibility (CSR). Pemprov DKI sendiri juga mempunyai program pembangunan rusun dengan memanfaatkan CSR dari berbagai perusahaan BUMN maupun swasta di Jakarta.

“Bayangkan kalau kita mengumpulkan kewajiban tersebut ditambah dengan CSR, akan memenuhi target pembangunan rusun,” kata Ahok. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo telah menargetkan, dapat membangun rusun sebanyak 100 blok dalam satu tahun. Pemprov telah menemukan beberapa perusahaan yang masih memiliki kewajiban tersebut. Tapi, ada banyak proyek properti yang dibangun tanpa perjanjian pembanguan rusun, sehingga pemprov tidak dapat melakukan penagihan.

Sampai saat ini, memang belum ada rusun baru yang dibangun. Pemprov DKI masih fokus pada upaya merevitalisasi rusun yang sudah ada yang selama ini tak dimanfaatkan optimal, sehingga banyak terjadi penyalahgunaan, misalnya, unit hunian dimiliki warga mampu dan kemudian disewakan ke orang lain. Tapi, upaya menertibkan kenakalan pengguna rusun ini tak berjalan mulus.

Sejumlah penghuni ilegal di Rusun Marunda Blok 11 Kluster B menolak untuk keluar dari unit huniannya. Bahkan, mereka meminta untuk bertemu dengan Gubernur Joko Widodo. Warga Cluster B yang tinggal di Blok 11 Lantai 2 Nomor 10 Edward Marimbi mengatakan, ia dan warga lain merasa hanya Jokowi yang bisa menentukan nasib mereka. “Kami tidak percaya sama pengelola. Kami ingin bertemu langsung dengan DKI-1 dan DKI-2,” ujarnya pada wartawan, Rabu (10/4).

Edward alias Boy dipilih oleh 29 kepala keluarga (KK) warga Cilincing yang menghuni Blok 11 untuk menjadi koordinator mereka. Pengelola rusun Marunda menyebut, mereka sebagai penghuni ilegal setelah mereka menempati rusun tanpa izin dan prosedur pendaftaran sesuai dengan peraturan.

Menurut Edward, warga Cilincing yang menghuni rusun adalah warga miskin yang belum memiliki rumah. Mereka juga berada dalam situasi yang sama dengan warga di sekitar Waduk Pluit, Penjaringan, yang hendak direlokasi ke Marunda. “Kami juga korban banjir. Kami orang miskin. Kami juga tidak punya rumah, sama seperti warga Waduk Pluit. Makanya, kami minta diperkenankan tinggal di sini,” ujarnya.

Penghuni rusun resmi tak juga menempati unit yang sudah disediakan, sedangkan pengelola sudah menyatakan bahwa penghuni yang tidak menempati unit di Blok 9 hingga Blok 11 dalam waktu 7 x 24 jam dianggap mengundurkan diri. Edward juga berjanji akan memenuhi seluruh persyaratan administratif yang diminta pengelola untuk melegalkan status mereka sebagai penghuni rusun. Untuk itu, ia berharap, Jokowi atau Ahok bisa bertemu dengannya dan warga lain. n c72/c80 ed rahmad budi harto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement