Senin 08 Apr 2013 11:06 WIB

Mengibarkan Merah Putih di Forum Internasional

International Communication Student Congress (ISCSC 2013) yang bertema
Foto: PPI
International Communication Student Congress (ISCSC 2013) yang bertema "Media, Youth and Their Future".

Nama saya M. Sya’roni Rofii dan saat ini tengah menempuh studi doktoral pada jurusan Ilmu Politik dan Hubungan Internasional di Marmara University, Istanbul-Turki. Awal 2011, saya menyelesaikan studi master pada jurusan Ilmu Hubungan Internasional di FISIPOL UGM. Selain itu, saya juga aktif dalam Majelis Permusyawaratan Anggota PPI Istanbul, Turki.

Pada tanggal 28-29 Maret 2013, saya berkesempatan menghadiri International Communication Student Congress (ISCSC 2013) yang bertema "Media, Youth and Their Future". Di forum tersebut, paper saya lolos seleksi untuk bisa dipresentasikan. Proses seleksi sendiri telah berlangsung beberapa bulan sebelum acara berlangsung. Tema yang saya angkat seputar peran social media dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, dengan judul paper "The Role of Social Media in Democracy Life: Indonesia’s Experience".

Kongres internasional yang diselenggarakan oleh Maltepe University Istanbul ini bertempat di Marma Hotel Istanbul. Para mahasiswa dari berbagai negara turut hadir, meliputi Turki, Jerman, Italia, Spanyol, Hungaria, Pakistan, Brasil, Lithuania, sementara saya sendiri membawa nama Indonesia. Para mahasiswa yang mempresentasikan datang dari berbagai jenjang baik sarjana, master maupun doktoral.

Dalam forum tersebut, saya menyampaikan beberapa fakta unik seputar kehidupan demokrasi di Indonesia, sebagai salah satu demokrasi terbesar di dunia setelah, Amerika dan India. Para peserta, terutama dari negara-negara Eropa, agak kaget ketika saya menujukkan sejumlah fakta unik seputar Indonesia dan politiknya.

Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 245 juta orang, memiliki pulau sebanyak 17.000 lebih. Di jagad dunia maya, masyarakat Indonesia termasuk salah satu sumber penetrasi terbesar. Socialbakers 2013 sendiri mencatat Indonesia berada pada urutan keempat setelah AS, Brasil dan India sebagai pengunjung Facebook. Sementara di Twitter, Semiocast mencatat Indonesia berada pada urutan kelima. Namun di luar dugaan, dua kota di Indonesia (Jakarta dan Bandung) masuk sepuluh besar sebagai kota paling ramai di Twitter. Semiocast pada tahun 2012 merilis data ibu kota Indonesia, Jakarta menempati urutan pertama sebagai kota paling rajin berkicau mengalahkan London, Tokyo, New York atau San Francisco sebagai markas Twitter.

Namun, penekanan paper saya ada pada keberhasilan kelas menengah Indonesia menciptakan opini publik untuk "memaksa" pemerintah dan politisi mendengarkan suara publik. Tiga contoh kasus yang saya sampaikan yakni: pertama, kasus petisi membela Prita Mulyasari dan penggalangan koin untuk Prita; Kedua, kasus pembelaan publik atas KPK ketika berseteru dengan Polri yang kita kenal dengan "Cicak vs Buaya"; Ketiga, menguraikan tentang gerak kelas menengah Indonesia memenangkan Jokowi pada Pilkada Jakarta.

Akhir kata, apa yang saya lakukan merupakan satu misi kecil untuk mengibarkan bendera merah putih di pentas dunia, mengabarkan dunia tentang Indonesia dengan berpegang pada misi "telling the world about Indonesia". Menjadi duta diplomasi publik kepada setiap orang di dunia. Amerika telah sangat berhasil melakukan diplomasi publik dengan menggelontorkan dana untuk memberi beasiswa dan menyebarkan nilai-nilai Amerika, dan kita di Indonesia masih sangat jauh dari itu. Semoga misi kecil ini akan diikuti oleh rekan-rekan lainnya di tanah air maupun yang tengah studi di negara lainnya.

Salam hangat

M. Sya’roni Rofii

Link Program (http://icsc.maltepe.edu.tr/programme) dan foto dokumen pribadi.

Rubrik ini bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement