Rabu 13 Mar 2013 09:32 WIB

Mendongeng untuk Anak, Ini Cara yang Pas

Rep: Nina Chairani/ Red: Endah Hapsari
Aktivitas mendongeng dan membaca ialah bentuk pengasuhan berkualitas untuk membentuk perkembangan anak (Ilustrasi)
Foto: Corbis.com
Aktivitas mendongeng dan membaca ialah bentuk pengasuhan berkualitas untuk membentuk perkembangan anak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Dari tinjauan psikologis, Diennaryati Tjokrosuprihatono, menyebutkan membacakan cerita untuk anak dengan suara lantang bisa menjadi sebuah bentuk rekreasi bagi mereka. Jika bagi anak kegiatan itu menjadi menyenangkan maka akan cenderung diulangulang sehingga keinginan anak untuk membaca terus terpupuk. ‘’Membaca itu itu sangat penting karena akan menambah pengetahuan dan keterampilan anak sebagai bekal di kehidupannya agar bisa sukses,’’ ungkap dosen di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu.

Dia menceritakan, anak bungsunya mempunyai masalah yang berat dengan fisiknya, tapi dia justru mempunyai kemampuan berbahasa Inggris tanpa mengikuti les apa pun. ‘’Itu karena saya membacakan cerita dalam bahasa Inggris untuk dia,’’ ujar ibu empat anak itu. Menurut dia, tujuan awalnya membacakan cerita hanya untuk membantu sang anak. Tetapi dia justru kaget ketika anaknya mampu berbahasa Inggris lebih fasih dari dirinya.

Lebih lanjut, Diennaryati menjelaskan, dengan metode read aloud, di samping anak bisa mendengar suara ibunya, intonasi dalam membaca yang tidak monoton, bisa membuat anak terbawa. Sehingga secara visual dan auditori serta kinestetiknya anak itu berusaha memahami. Adanya kerja sama dari tiga bagian itu maka otak akan bekerja dan akan membentuk suatu kemampuan.

Unsur paling penting yang dapat terasah dari metode read aloud, ujar nenek satu cucu itu adalah ikatan emosional antara orangtua terhadap anak. ‘’Membacakan cerita itu seperti kita sedang mengobrol dengan anakanak, kalau kita bisa mengobrol yang menyenangkan akan bisa memberikan ketenteraman pada anak-anak,’’ katanya, ‘’Anak yang sedang kemrungsung, lagi sedih, bisa terhibur dengan cerita.”

Membacakan cerita tak mungkin dilakukan dalam kondisi sedang mengomel. Akhirnya melalui cerita itu kasih sayang antara anak dan orangtua mulai muncul. Sehingga secara tidak sadar, asosiasi bahasa seorang ibu yang bercerita menjadi satu dengan anak. Jika hal tersebut sudah mulai terbentuk maka akan merangsang rasa ingin tahu anak. Mereka akan semakin sering bertanya dan berpendapat tentang persepsi terhadap cerita yang mereka dengar. Aspirasi-aspirasi dari anak kemudian mulai muncul untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan kesiapan membaca. ‘’Suasana seperti ini akan mengondisikan otak anak untuk mengasosiasikan bahwa membaca itu menyenangkan, maka lama kelamaan dia akan terus membaca karena merasa membaca itu bahagia,’’ kata Diennaryati.

Diennaryati sangat menyarankan read aloud dilakukan pada masa balita bahkan sejak dalam kandungan. ‘’Tidak ada salahnya membacakan cerita sejak hamil, nanti anak akan terkondisi dengan suara ibunya. Bayi itu akan merasa nyaman sehingga berkembang menjadi anak yang tenang,’’ katanya.

Balita adalah masa yang paling peka untuk menyerap segala sesuatu. Seperti halnya busa yang masih baru yang langung menyerap air. Oleh karena itu sekitar 50 persen dari kemampuan manusia disemai pada masa tersebut. Untuk membekali kemampuan itu anak bukan diajari tetapi dirangsang untuk belajar.

Anak akan bahagia untuk belajar jika stimulus atau rangsangan dari orangtuanya itu menyenangkan. Rangsangan tersebut berasal dari lingkungan rumah dan keluarga. ‘’Sebuah penelitian mengungkapkan, anak yang cepat menangkap pelajaran adalah yang sejak kecil sudah dibiasakan membaca atau dibacakan cerita, lingkungan rumah yang nyaman, variasi bacaan yang banyak, serta pensil dan kertas yang mudah ditemukan,’’ ujar Diennaryati. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement