Selasa 05 Mar 2013 13:13 WIB

Masjid yang Menyuburkan 'Pohon' Ukhuwah Muslim Wina

Kunjungan Menristek Gusti M. Hatta pada Idul Adha 2012 di Masjid As-Salam, Wina, Austria.
Foto: Wapena
Kunjungan Menristek Gusti M. Hatta pada Idul Adha 2012 di Masjid As-Salam, Wina, Austria.

 

Setahun sudah usianya. Terkenang riak haru dan bahagia saat menyambut kehadirannya. Belasan tahun berlalu masa penantian. Kini ia beranjak tumbuh, menguji keuletan dan kesabaran kami merawatnya. Dialah As-Salam, masjid kebanggaan kami yang terletak di jantung benua Eropa, yakni di Kota Wina yang indah dan penuh sejarah.  

Meski belum dapat sepenuhnya kami miliki saat ini, namun tak surut rasa syukur dan upaya kami untuk mewujudkan mimpi membeli masjid sendiri. Seiring berjalannya waktu, rumah Allah ini kadangkala memang terasa menyempit, tak sanggup lagi menampung berkembangnya ragam dan corak kegiatan kami, serta bertambahnya jumlah pengunjung pada beberapa kegiatan besar kami. Terkadang, dengan kesederhanaannya, masjid sewaan ini harus siap pula menyambut tokoh nasional yang tak sungkan membersamai aktivitas kami.

Yang pasti, banyak kebaikan yang telah kami rasakan hingga detik ini. Komunitas kami, WAPENA, menjadi lebih guyub dan akrab dengan kesempatan interaksi yang lebih intensif di sini. Masjid ini telah menjadi habitat baru bagi "pohon" ukhuwah kami. Dialah rumah kedua bagi kami. Wahana bersilaturrahim, tanpa rikuh dengan sekat jabatan atau atribut keduniawian lainnya. Namun, budaya Timur dan akhlak Islami tetaplah menopang muamalah ini. Yang muda tak lupa untuk menghormati, yang tua senantiasa menghargai dan menyayangi.

Berawal dari benih ketaqwaan, tunas ta'aruf bertumbuh melalui upaya kami untuk saling mengenal. Kenal tak hanya fisik, namun menyelami ke dalam hati. Dari saling mengenal, perjalanan tunas muda itu semakin menguat menjadi pokok tafahum, yakni berupaya saling memahami kebiasaan dan kebisaan masing-masing. Lalu atas takdir Allah jualah, tiada yang kuasa membendung ikatan ukhuwah yang telah menguat menjadi laksana sebatang pohon yang kokoh, dengan hadirnya rasa saling menanggung di antara kami, takaful.

Sangat menakjubkan nikmat ukhuwah yang Allah titipkan pada kami. Naluri seperti apa yang ada pada sang hamba Allah, saat kepentingan umat menyibukkan ruang pikiran, perasaannya serta menyita waktu berharganya, padahal tak sepercikpun ada keuntungan pribadi yang dapat dipetik darinya. Selembut apakah hati sang insan, saat ia rela menanggung kesulitan saudaranya di saat ia justru sangat membutuhkannya. Sekuat apakah jiwa si fulan, saat sejumput ketidaksukaan buru-buru dibalas dengan jutaan doa kebaikan bagi saudaranya.

Belum lagi parade keajaiban yang telah ditunjukkan para dermawan dalam proyek mewujudkan mimpi memiliki masjid As-Salam. Allahu akbar! Sungguh, ini bukanlah kisah heroik di zaman lampau, bukan pula rekaan dari negeri dongeng. Tapi ini adalah nyata, kisah haru biru dari segelintir manusia penghuni akhir zaman.

Ah, sungguh indah berinteraksi dengan insan-insan yang telah tersentuh tarbiyah robbani. Insan-insan yang berafiliasi pada Diin-Nya yang mulia. Panggung dakwah dan perlombaan dalam kebaikan merupakan ruang geraknya. Ruang minus publisitas. Ruang yang pelita utamanya adalah kebersihan akidah dan terjaganya keikhlasan. Selama ia masih terjaga, maka semangat untuk berkontribusi dalam amal jama'i ini akan semakin menguat.

Sebaliknya, tanpa dihiasi kedua hal tersebut, lingkungan berubah menjadi tidak kondusif lagi. Kontribusi mulai dikalkulasi untung-rugi duniawinya, harapan-harapan pada makhluk yang dhoif akan menggerogotinya, berujung pada beragam kekecewaan menghampirinya. Karena jelas manusia adalah tempatnya khilaf, tak layak dijadikan tempat bersandar.  Tak pelak, ilalang kefuturan dalam beramal dapat pula  menyeruak. Hama hasad dan dengki atas kebahagiaan saudara seimannya pun dapat bermunculan. Naudzubillahi min dzaalik, kami berlindung kepada Allah dari bencana itu.

Pantaslah kami senantiasa merindukan saat-saat mengunjungi oase iman ini, untuk berada di antara wajah-wajah penuh cahaya keimanan. Pengajian sederhana hampir setiap pekan di rumah Allah ini, pelan-pelan mulai menegakkan bangunan keilmuan dan pemahaman kami.

Kami semakin paham, hidup tidak akan selamat tanpa membuktikan komitmen yang benar kepada agama ini. Kami semakin yakin, banyak potensi diri yang belum tergarap optimal untuk menjawab tangis rintihan umat serta derita bangsa ini. Kami semakin sadar, jatah usia pasti semakin berkurang, lalu untuk apa lagi hidup ini kalau tidak bersungguh-sungguh melakukan dan mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan. Karena jelas, barangsiapa yang tidak menyibukkan diri dalam kebaikan, niscaya ia akan disibukkan dalam keburukan.

Alhamdulillah. Itulah sebagian buah kebaikan yang telah hadir menghiasi rimbunnya "pohon" ukhuwah kami. Kebaikan yang energinya terasa nyata mengisi relung-relung hati, meringankan langkah kami, serta menjaga dan memberkahi kehidupan kami di tanah rantau ini.

Sehingga tak heran, jika tiba saatnya lidah semakin mudah melantunkan doa-doa untuk kebaikan saudara-saudara kami pada rangkaian sujud panjang di kesyahduan malam. Tangan lebih ringan untuk menopang derita dan kesulitan sesama. Dan kumpulan hati-hati ini menjadi riang bergemuruh, serta lisan-lisan menjadi tak tertahankan untuk berucap, nuhibbukum fillah, kami mencintaimu karena Allah wahai saudara sekalian.

Wina, di penghujung musim dingin

Rubrik ini bekerja sama dengan komunitas Wapena

www.wapena.org 

WARGA PENGAJIAN WINA (WAPENA)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement