Senin 17 Dec 2012 20:27 WIB

Peloncoan: Perkenalan atau Penindasan?

 Mahasiswa baru mengikuti masa orientasi pengenalan kampus.
Foto: Antara
Mahasiswa baru mengikuti masa orientasi pengenalan kampus.

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Peloncoan sewajarnya merupakan aktivitas memasuki masa transisi disebuah lembaga pendidikan.

Ini dilakukan guna mengenalkan siswa baru terhadap lingkungan barunya. Tapi sekarang seolah peloncoan itu adalah tindakan penindasan yang dilakukan oleh atasan di lingkungan sekolah. Seolah sekarang peloncoan adalah budaya.

Pergeseran arti dari yang sebelumnya budaya pengenalan menjadi budaya kekerasan terlihat dari banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Bahkan hingga memakan korban jiwa.

Setiap tahun peloncoan terus berulang. Peloncoan yang dilakukan senior kepada junior menimbulkan dendam kepada juniornya. Sehingga setelah muncul rasa dendam mereka akan melakukan hal yang sama kepada junior mereka selanjutnya. Ini seperti lingkaran bola salju.

Banyak dari siswa berdalih ini sebagai hal yang biasa guna menumbuhkan mental yang kuat. Menurut Unicef Indonesia, Lembaga Perlindungan Anak, penindasan kepada anak-anak memiliki implikasi serius terhadap pertumbuhan anak. Gangguan ini misalnya menurunnya kepercayaan diri, anak merasa terasing dan kesepian.

Ada beberapa faktor yang membuat para senior melakukan kekerasan kepada adik kelasnya. Seperti rasa dendam atas perlakuan senior mereka sebelumnya. Atau ada juga yang hanya ingin menunjukan eksistensinya didepan juniornya.

Senioritas dan peloncoan tidak akan berakhir apabila setiap siswa berhenti memiliki rasa dendam. Menurut ahli psikolog, ada dua solusi untuk memberantas penindasan disekolah. Pertama, membuat siswa sadar semua orang memiliki hak yang sama, termasuk hak untuk tidak ditindas. Kedua,  mencontohkan sikap yang baik terhadap adik kelas sehingga mereka dapat menghormati apa yang senior inginkan. Dukungan dari semua pihak sangat diperlukan untuk mengurangi tindak kekerasan. Termasuk dukungan dari guru dan orang tua.

Nasa Miftahul Karim (Mahasiswi Komunikasi penyiaran Islam, UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

sumber : UIN Sunan Gunung Djati
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement