Ahad 15 Apr 2012 15:09 WIB

Puskaptis: Pilgub DKI Jakarta Dua Putaran

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Dewi Mardiani
Pasangan Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Alex Noerdin (dua kiri) dan Nono Sampono (tiga kiri), mendaftar di Kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta, Ahad (18/3).
Foto: Antara/Dhoni Setiawan
Pasangan Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Alex Noerdin (dua kiri) dan Nono Sampono (tiga kiri), mendaftar di Kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta, Ahad (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 kemungkinan besar akan terjadi dalam dua putaran.  Hal tersebut terungkap dari hasil survei yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) yang dirilis pada Ahad (15/4). 

Survei yang dilakukan sejak 2 April hingga 7 April lalu itu diikuti oleh responden sebanyak 1.250 orang yang berasal dari 137 kelurahan di enam wilayah administratif DKI Jakarta.  Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang menjadi penduduk Provinsi DKI Jakarta dan semuanya memiliki hak suara pada pilgub 11 Juli mendatang. Metode yang digunakan adalah multi stage random sampling dengan sampling error sebesar plus-minus 2,8 persen.     

Dari hasil survei, terungkap pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli (Foke-Nara) memiliki tingkat elektabilitas sebesar 47,22 persen. Disusul oleh pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) yang meraih 15,15 persen serta pasangan Hidayat Nur Wahid dan Didik J. Rachbini (Hidayat-Didik) memperoleh 10,28 persen.  Sedangkan pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono (Alex-Nono) hanya meraih 2,31 persen.   

"Potensi pilgub ini untuk dua putaran sangat besar," tutur Direktur Eksekutif Puskaptis, Husin Yazid, dalam jumpa pers terkait persepsi dan perilaku publik terhadap pelaksanaan pemilihan gubernur DKI Jakarta 2012, Ahad (15/4). 

Yazid menyebut, pasangan Jokowi-Ahok dan Hidayat-Didik memiliki potensi untuk menghadang laju Foke-Nara.  Hal tersebut disebabkan, dua pasangan yang diusung oleh PDIP-Gerindra serta PKS tersebut memiliki kekuatan berbeda.  "Kekuatan Jokowi-Ahok adalah mereka merupakan figur yang merakyat serta memiliki infrastruktur partai yang solid.  Sedangkan kekuatan Hidayat-Didik adalah ketokohan Hidayat, serta solidnya partai (PKS)," kata Yazid.     

Meski begitu, kedua pasangan ini harus berjuang keras agar bisa meraih perhatian para pemilih pengambang (swing voters).  Tercatat 20,32 persen populasi survei tidak menjawab atau memilih jawaban tidak tahu saat survei dilakukan.  Oleh karena itu, Yazid mengimbau kedua pasang tersebut harus mampu meraih simpati dengan cara mempopulerkan program-program yang mereka miliki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement