Kamis 20 Sep 2012 19:57 WIB

Jokowi-Ahok Diharapkan Harmonis Hingga Akhir

Rep: Erdy Nasrul / Red: Djibril Muhammad
Jokowi-Ahok
Foto: Antara
Jokowi-Ahok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur (cagub dan cawagub) DKI Jakarta Joko Widodo dan Basuki Tjahja Purnama (Jokowi-Ahok) untuk sementara masih unggul dalam berbagai hitung cepat lembaga survei. Namun, kemungkinan besar hasil hitung cepat tersebut tidak berbeda jauh dengan hitungan resmi yang akan dilakukan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).

Jika nantinya resmi ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, pasangan nomor urut tiga ini diharapkan tetap harmonis sampai akhir masa jabatan. Selain itu, keduanya juga diharapkan tidak terpecah, hanya karena egoisme masing-masing atau karena ulah orang ketiga. "Keharmonisan harus dijaga," jelas Pengamat Politik LIPI, Siti Zuhro, kepada Republika, Kamis (20/9).

Menurutnya, keharmonisan keduanya sangat diperlukan untuk membangun Ibu Kota. Jangan sampai mengedepankan egoisme sehingga Gubernur dan Wakilnya jalan sendiri-sendiri.

Siti mengkhawatirkan pasangan ini tidak bertahan lama. Lokasi posko keduanya saja saat ini tidak pada satu tempat. Posko Joko Widodo bertempat di satu tempat. Posko Ahok berada di tempat lain. "Ini mengkhawatirkan," jelasnya.

Dia memaparkan, pengalaman pemilukada di wilayah lain, pasangan terpilih hanya bertahan enam bulan. "Setelah itu mulai muncul pertentangan dan permasalahan internal antara keduanya," imbuh Siti. Pihaknya tidak mengharapkan itu dialami pasangan Jokowi dan Ahok.

Jakarta sudah mengalami perpecahan antara Gubernur dan Wakilnya, seperti yang dialami Fauzi Bowo dengan wakilnya, Prijanto. "Semoga tidak terjadi di era Jokowi dan Ahok," imbuh Siti.

Perpecahan, menurutnya, terjadi karena masing-masing individu merasa sudah berkeringat untuk menang dalam pemilukada. Hal ini membuktikan, menurutnya, egoisme masing-masing belum hilang.

Dia mengatakan Jokowi dan Ahok harus memiliki komitmen kebersamaan. Negara memiliki sistem presidensil. Artinya, sistem ini tidak hanya berlaku pada tataran pemerintah pusat, tetapi juga daerah. "Ini harus dipegang teguh," jelasnya.

Gubernur adalah gubernur. Wakil adalah pendukung gubernur. Dia menyatakan jangan sampai keduanya terbalik atau bahkan tumpang tindih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement