Selasa 11 Sep 2012 17:13 WIB

Membuka Dunia dengan Bahasa

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( kanan), Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton (kiri) berjabat tangan saat kunjungan pertemuan di Kantor Kepresidenan RI, Jakarta, Selasa (4/9). Bersama dengan delegasi mereka membicarakan soal peningkatan h
Foto: Republika/Tahta Adilla
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( kanan), Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton (kiri) berjabat tangan saat kunjungan pertemuan di Kantor Kepresidenan RI, Jakarta, Selasa (4/9). Bersama dengan delegasi mereka membicarakan soal peningkatan h

REPUBLIKA.CO.ID,Rekan-rekan pelajar!, apa kabar?, how are you? nasıslsın? كيف حالك ? Ogenkidesuka? eotteohge jinae? comment allez-vous ? come stai? wie geht es dir? Kak pozhivaete?. Mudah-mudahan sehat dan tetap luar biasa semuanya. Kalau ada yang mau menjawab selain dengan bahasa Indonesia juga boleh.

Apa yang terpikirkan oleh teman-teman semua seandainya seseorang menyapa anda dengan beberapa dari kalimat awal diatas dan menjawabnya dengan lancar seperti halnya berbicara dalam bahasa ibu atau bahasa daerah masing-masing? Kebanggaan tersendiri pastinya ada, lebih jauh lagi masalah miss komunikasi tidak akan terjadi.

Tetapi rekan-rekan ada hal yang menurut saya punya nilai tambah ketika kita belajar dan memahami bahasa asing. Tidak hanya untuk keperluan daily communication saja atau untuk menambah teman asing di Facebook. Pengetahuan bahasa asing dapat membantu kita menambah dan memperluas perbendaharaan pengetahuan dan pola pikir kita, selain itu juga belajar kebudayaan bangsa lain. Bagaimana caranya?yang paling mudah adalah membaca. Baik buku, artikel, jurnal, ataupun bentuk tulisan lainnya dengan versi bahasa aslinya.

Bahasa adalah cerminan karakteristik manusia. Kecakapan dalam berbahasa sejalan dengan sejauh mana seseorang menggali karekternya dan mencerminkan pemahamannya dalam pengetahuan. Tidak kita pungkiri pemahaman bahasa asing asing disamping bahasa Ibu telah menjadi bagian penting dalam kehidupan kita saat ini.

Bahasa asing, dalam keseharian kita sekarang sudah menjadi hal yang lumrah. Sebut saja bahasa Inggris, Di negeri Indonesia, bahasa ini bahkan sudah diajarkan semenjak Sekolah Dasar hingga ke Perguruan Tinggi, dengan dalih Era Globalisasi. Sedikit banyak kata-kata baru dalam Kamus Bahasa Indonesia kita, juga telah banyak menyerap dari bahasa Inggris. Sebagian orang bahkan menyebut Bahasa Inggris bukan lagi bahasa yang asing.

Adakah kerugian dari menguasai bahasa Inggris? Kalau bisa saya bilang potensi positifnya lebih besar dibandingkan pontensi negatifnya. Belajar bahasa Inggris tidak serta merta membuat sesorang kebarat-baratan. Bahasa Inggris telah menjadi salah satu bahasa dunia dan bahasa ilmu pengetahuan. Ribuan hasil penelitian, teori dan penemuan-penemuan terbaru, buku-buku lintas disiplin ilmu, dikemas dan diterbitkan dalam bahasa Inggris.

Jika kita mengedepankan ego nasionalisme kita untuk hal ini, mungkin kita akan menunggu puluhan tahun hingga semua karya-karya itu di terjemahkan dalam bahasa kita dan kemudian mengambil manfaatnya, tetapi kalau kita bisa mengakses dan memahami lewat versi bahasa aslinya, informasi dan pengetahuannya bisa lebih cepat kita dapatkan.

Membaca membuka pintu-pintu dunia. Dalam pepatah bahasa Turki disebutkan “Çok okuyan çok bilir”, dalam terjemahan bebasnya “Orang yang banyak pengetahuan adalah orang yang banyak membaca”. Tentu kita sepakat dalam hal ini, barangsiapa yang  giat membaca maka pengetahuannya juga ikut bertambah.

Apalagi kalau pustaka bacaannya tidak hanya yang terdapat dalam bahasa ibunya. Iya kan?bayangkan teman-teman, sebagai contoh kalau anda membaca novel berbahasa inggris sama baiknya dengan membaca novel berbahasa Indonesia. Mungkin kita dapat mengakses beberapa karya penulis ternama yang buku-bukunya sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, tetapi masih ada ribuan karya diluar sana yang bisa kita pahami secara instan jika kita punya pemahaman bahasa aslinya. Bayangkan lagi jika teman-teman senang dengan Sejarah Dunia, jika kita menguasai bahasa Arap, mungkin teman-teman bisa berkelena dalam masa-masa sejarah kejayaan Islam, abad-abad awal penemuan sains modern, hikmah-hikmah kehidupan para nabi.

Atau mungkin ingin menjelajahi sejarah Kesultanan Ottoman yang berdiri selama 600 tahun, sejarah penaklukan Konstantinnopel, bahasa Turki bisa mengantarkan kita ke sana. Atau teman-teman yang ingin mengetahui permasalahan politik dunia dari masa ke masa, bahasa Rusia, bahasa Mandarin, bahasa Spanyol, ataupun bahasa Jerman bisa memberikan pengalaman unik tersendiri. Atau ingin mengetahui secara mendalam sejarah bangsa kita sendiri, banyak literatur berbahasa Belanda yang menyimpan potongan-potongan sejarah kita yang mungkin belum bisa kita temui terjemahannya. Pada intinya masing-masing bahasa punya warna tersendiri terutama dalam pustaka literaturnya. Sejauh mana kita menguasai bahasa-bahasa tersebut dan mengambil manfaat darinya sejauh itu pula kekayaan pengetahuan kita.

Orang-orang di wilayah Asia Tengah, India, dan Afrika, setidaknya bisa berbicara dalam 2 atau 3 bahasa asing. Saya mempunyai kenalan orang asli Persia, yang menguasai 6 bahasa asing yang menguasainya sama baiknya seperti bahasa ibunya. Sungguh beruntung mereka jika menggunakan kecakapan bahasanya untuk terus menambah pengetahuannya dan memberikan hal yang bermanfaat bagi orang lain. Begitu pula pemuda-pemuda bangsa kita pasti bisa melakukannya, sejalan dengan menjaga bahasa daerah kita, cakap menggunakan bahasa persatuan kita, yakni bahasa Indonesia, disamping itu juga sangat perlu untuk menguasai bahasa asing, tidak hanya bahasa Inggris, bahasa-bahasa lainnya juga bisa menambah khasanah pengetahuan kita terutama di era globalisasi saat ini. Tetap belajar untuk perubahan.

note: ada satu portal internet untuk belajar bahasa dunia secara gratis, bisa diakses disini : www.livemocha.com

Penulis: Andry Nur Hidayat

(Bioinformatics Student in Ankara University, Turkey)

sumber : ppi
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement