Rabu 29 Aug 2012 21:00 WIB

Pengalaman Puasa di Turki

Mahasiswi turki Berjilbab di Kampus
Foto: mehr
Mahasiswi turki Berjilbab di Kampus

REPUBLIKA.CO.ID,ANKARA -- Puasa di negeri orang memang bukan perkara mudah. Selain karena perbedaan waktu yang cukup besar, kultur masyarakat setempat juga menjadi faktor lainnya. Tahun ini saya menikmati menjalani puasa di Turki. Ada banyak kejutan ketika memulai hari-hari pertama Ramadhan, mulai dari waktu berpuasa yang cukup panjang karena bertepatan dengan musim panas, maka jangan heran jika masyarakat muslim menjalani ibadah Ramadhan kurang lebih 17 jam, dengan imsak pukul 03.40 hingga berbuka 20.30.

Kejutan lainnya, tentu saja suasana. Bagaimana masyarakat Turki menjalankan ibadah puasa bisa dilihat secara langsung. Dari sisi menjalankan aktifitas keberagaman sekilas memang hanya ada sedikt perbedaan antara muslim di Indonesia dan di Turki.

Saya tinggal di kota Bursa, kota yang terletak di Selatan Istanbul ini merupakan ibu kota pertama Dinasti Utsmani ( Khalifah Turki Utsmani) sebelum akhirnya dipindah ke Istanbul pascapenaklukkan Istanbul oleh Fatih Sultan Mehmet tahun 1453.

Maka bagi mereka yang punya ketertarikan melihat dan menelusuri jejak sejarah dinasti Islam yang pernah berkuasa enam ratus tahun lamanya sangat disarankan untuk mengunjungi situs-situs sejarah berupa makam para sultan dan penerusnya, lembaga negara ala dinasti, dan sejumlah warisan kultur yang terus dilestarikan seperti pasar-pasar rakyat (Kapali Carsi, Koza Han, dst).

Masyarakat Turki memang dikenal dengan ramah tamahnya terhadap orang asing, apalagi jika sudah menyangkut sesama muslim, seolah tak ada jarak kewarganegaraan. Kebiasaan yang paling menonjol dari masyarakat Turki ketika bertemu saudara seiman atau pengunjung biasa adalah meluangkan waktu menyajikan teh panas ala Turki, Cay, disisipi obrolan panjang lebar. Situasi seperti ini, membuat saya, secara pribadi tidak mendapat masalah berarti selama menjalani masa studi di Turki.

Kabar baiknya, situs Lonely Planet baru-baru ini merilis buku tentang seribu catatan wisata dunia yang salah satu bab membahas tentang sepuluh negara dengan keramahtamahan paling tinggi. Indonesia dan Turki masuk kategori sepuluh besar sebagai negara dengan keramahtamahan warganya versi Lonely Planet.

Turki masuk kategori tersebut lantaran budaya Cay buat tamu asing sementara Indonesia karena senyum natural yang selalu ditunjukkan untuk sekedar membantu orang asing yang tengah berkunjung ke Indonesia. “Hello Mister”, barangkali sapaan seperti ini tidak asing ditelinga kita biasanya diucap oleh masyarakat Indonesia kala membantu orang asing.

Catatan dari situs yang memiliki reputasi dan pengaruh internasional itu tentu saja menjadi motivasi tersendiri buat kita semua dan pemerintah. Melestarikan budaya ramah tamah ala masyarakat Indonesia sebagai jatidiri sekaligus memikat sebanyak mungkin turis asing untuk datang melihat langsung Indonesia yang kaya akan keindahan alam dan tentu saja kaya akan budaya dari Sabang sampai Merauke.

Untuk urusan pengembangan sektor wisata pemerintah Indonesia memang perlu belajar banyak dari Turki. Bayangkan saja, Turki yang hanya memiliki objek wisata sejarah dan beberapa wisata alam mampu menyedot wisatawan asing hingga 31 Juta 400 ribu wisatawan pada tahun 2012 (AKP, 2012). Jumlah ini melesat dalam sepuluh tahun terakhir. Sementara Indonesia masih pada kisaran 10, 12, 13 juta pengunjung dan pemerintah juga masih memasang target minim di kisaran 13-15 juta wisatawan setiap tahunnya.

Jamaah Haji

Kembali ke soal situasi Ramadhan. Berstatus mahasiswa asing dan tengah menjalani ibadah puasa memiliki berkah tersendiri, saya misalnya dengan beberapa rekan dari negara lain seringkali mendapatkan undangan berbuka puasa ke berbagai tempat, seperti undangan dari desa-desa di kota Bursa, sambutan warga desa yang begitu hangat membuat kami serasa tinggal di rumah sendiri.

Namun, satu hal yang patut saya garis bawahi selama mengunjungi desa-desa itu adalah masyarakat Turki yang pernah menjalankan ibadah haji dan umrah memiliki kesan sangat baik atas jamaah haji Indonesia.

Sepuluh dari sepuluh orang turki yang pernah menjalankan ibadah haji ataupun umrah memiliki deskripsi yang sama tentang jamaah haji indonesia sebagai jamaah yang tertib, mudah diatur, taat pada pedoman pemandu haji, bahkan salah seorang imam masjid di turki berseloroh, “jamaah haji indonesia itu ibarat memiliki software yang sama, mereka kompak satu sama lain, cukup tekan satu tombol maka semua ikut pemandu haji, berbeda dengan kami yang kadang-kadang berbeda antara pemandu dengan keinginan kami” tuturnya sambil tertawa ringan. “Jamaah haji Indonesia juga suka membantu, meskipun kami satu sama lain tidak paham bahasa masing-masing, kami cinta masyarakat Indonesia” tambah si imam.

Penulis:  M. Sya’roni Rofii (tengah persiapan studi doktoral di Turki)

sumber : PPI
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement