Sabtu 24 Mar 2012 07:14 WIB

Jam Gajah Sang Jenius Muslim

Jam Gajah
Foto: wikipedia
Jam Gajah

Waktu merupakan hal berharga dalam kehidupan, terlebih bagi manusia modern penghuni akhir zaman. Bak komoditi yang layak diperdagangkan, pemanfaatan waktu mesti terukur dengan sangat presisi.

Begitu pula sebenarnya dalam pandangan Islam. Waktu yang notabene titipan Allah SWT, setiap detiknya sebaiknya dioptimalkan untuk melakukan amalan-amalan sholeh dalam rangka taat pada-Nya. 

Allah SWT berfirman dalam Surah Al ‘Asr: “Demi masa, sungguh manusia berada dalam kerugian, melainkan orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, serta saling menasehati dalam kebenaran dan dalam kesabaran. 

Begitu pentingnya waktu, sehingga dibutuhkan perangkat yang dapat membantu manusia untuk mengetahui dan mencatatnya. Maka terciptalah alat bernama jam. 

Detak jam memberi arti khusus bagi denyut kehidupan umat Islam. Jam dalam berbagai bentuk dan ukurannya, mulai dari yang terkecil (seukuran kuku) sampai yang terbesar menopang langit kota Mekah, telah memudahkan kaum muslimin dalam urusan ibadah dan muamalahnya. Dengannya, saat berpelesir di jantung Kota Paris ataupun sedang menikmati hiking di kedalaman Black Forest Jerman, rotasi mesin jam seakan menggamit hati dan mengingatkan diri setiap muslim untuk tetap larut dalam gerak tawaf universal. Yakni, putaran alam semesta menuju ketundukan pada Allah Azza Wa Jalla.

Jam gajah Al-Jazari

Teknologi jam memang bukanlah suatu hal yang baru. Meski dalam bentuk yang sangat sederhana, perangkat penunjuk waktu ini telah ditemukan sejak tahun 3500 SM. Namun, ada hal menarik dari perkembangannya. 

Delapan abad yang lalu, seorang ilmuwan muslim berhasil menciptakan jam dengan disain yang tidak biasa dan terbilang sangat rumit pada masanya. Dialah Al-Jazari, seorang jenius muslim yang taat dari kota Diyarbakir, di wilayah Turki bagian Tenggara. Melalui karyanya, Al-Jazari memperkenalkan suatu inovasi tercanggih dalam hal mekanikal jam. Bahkan, oleh ilmuwan modern, karya ini juga dianggap menjadi peletak dasar-dasar robotik.

Selain prinsip kerja mesinnya yang menakjubkan, jam ini juga memiliki tampilan luar yang tak kalah istimewanya. Al-Jazari sengaja merancang alat yang dinamakan jam gajah (elephant clock) dalam rangka mengokohkan citra Islam sebagai agama yang universal. Hal tersebut, terutama dikaitkan dengan fakta meluasnya penerimaan dunia atas ajaran yang penuh kemuliaan ini, mulai dari Spanyol sampai Asia Tengah. 

Melalui jam gajahnya, Al-Jazari merepresentasikan keuniversalan Islam tersebut dengan mengkombinasikan prinsip tabung Archimides dari Yunani, berpadu dengan figur gajah khas India dan Afrika, burung Phoenix dari legenda Mesir, angka-angka Arab, karpet Persia dan naga dari Cina. Wajar jika raja yang berkuasa pada saat itu, putra dari Sultan Saladin, mengganjar dengan penghargaan tertinggi atas hal tersebut.

Prinsip kerja jam gajah

Mesin ini diciptakan dengan kecanggihan yang jauh melampaui karya-karya penemu lain di zamannya. Selain tampilan luarnya yang sangat indah dan menarik, bagian dalam dari mesin ini, yang merupakan pusat kecanggihannya, juga mengundang decak kagum. 

Bagian perut gajah tersebut, ternyata merupakan sebuah tangki berisi air dengan ukuran volume tertentu. Terdapat sebuah mangkuk air berperforasi yang bekerja menggunakan prinsip Archimides, sehingga mangkuk tersebut berisolasi di sekitar tepinya dan tidak tenggelam secara vertikal. 

Mangkuk yang mengambang pada tangki air tersebut memiliki sebuah lubang kecil yang secara bertahap terisi dengan air. Lambat laun, mangkuk ini akan secara bersamaan tenggelam dan miring. Dalam proses tenggelam ini, mangkuk akan menarik 3 buah tali yang terhubung dengan mekanisme yang akan mengontrol 30 bola yang akan dijatuhkan satu per satu dari menara atas gajah, tepat setiap setengah jam sekali. Selanjutnya ialah proses yang menakjubkan!

Bola yang dijatuhkan tersebut, akan menyebabkan putaran burung Phoenix yang berkicau. Selanjutnya, bola tersebut akan menggerakkan sebuah patung, yang menyerupai Sultan Saladin, ke kiri dan ke kanan. Gerakan tersebut menentukan apakah bola akan jatuh melalui mulut dari salah satu elang yang berada di sampingnya. 

Selanjutnya, mulut salah satu naga akan menangkap bola tersebut. Berat yang ditimbulkan bola akan menyebabkan naga membungkuk sembari meletakkan bola tersebut pada sebuah vas dibelakang Mahout, sang penunggang gajah. Menandai rangkaian proses itu, Mahout akan menggerak-gerakkan tangannya dan bunyi simbal akan terdengar. Sungguh sebuah karya yang jenius!

Dua kali sehari, saat matahari terbit dan terbenam,  jam gajah  akan disetel ulang untuk mengembalikan 30 bola yang telah jatuh ke dalam vas. Level air pada tangki di dalam perut gajah juga disesuaikan, mengingat laju air mengalami perubahan disebabkan rentang satu “jam” yang bervariasi setiap harinya. 

Inspirasi bagi Dunia

Tak lama setelah penemuan ini, konsep robotik yang pertama kali dikenalkannya itu segera diadopsi dan berkembang  di wilayah Eropa. Begitu pula karya-karya jeniusnya yang lain dalam bidang permesinan, yang terangkum dalam bukunya "The book of Knowledge of Ingenious Mechanical Devices".  

Buah kedalaman pikir, kemantapan dzikir dan kesungguhan ikthiar dari Al-Jazari telah menerangi benua Eropa yang saat itu masih terbelenggu zaman kegelapan. Sayang, karya-karya sang jenius muslim ini sebagian besar sudah tidak dapat dijumpai dalam bentuk aslinya. Namun, beberapa replikanya masih dapat kita temui di beberapa tempat. Salah satunya, reproduksi jam gajah yang dapat kita jumpai di Mall Ibnu Battuta, Dubai, serta di sebuah museum jam ternama di negeri Swiss.

Rubrik ini bekerja sama dengan komunitas Wapena

www.wapena.org 





Sumber foto:  

Jonathan Bowen (Wikipedia)   [Replika Jam Gajah di Mall Ibnu Battuta, Dubai]
http://freeartlondon.wordpress.com


Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement