Jumat 30 Dec 2011 13:46 WIB

Petambak Masih Duduki Eks Dipasena

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejak Rabu (28/12) hingga Jumat (30/12), petambak eks Dipasena masih menduduki jalur utama menuju lokasi tambak Bumi Dipasena, Lampung. Masyarakat kecewa sebab Presiden RI terlalu lamban menyelesaikan persoalan kisruh eks Dipasena akibat wanprestasi Grup CP Prima (PT AWS).

Koordinator Program Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim, menyatakan PT AWS tak menunjukkan itikad baik dalam penyelesaian persoalan. “Mereka sudah dua kali tak hadir dalam mediasi,” kata Halim, Jumat (30/12).

Padahal, mediasi tersebut difasilitasi oleh Komnas HAM, yaitu pada 5 Agustus 2011 dan 20 Desember 2011. Kelambanan Presiden SBY, kata Halim, berpotensi meruncingkan konflik yang diawali dengan tidak dijalankannya revitalisasi 16 blok tambak oleh PT AWS.

Mediasi tersebut awalnya akan membahas pemutusan hubungan kemitraan dan penyelesaian hak dan kewajiban antara petambak plasma dan PT AWS sebagai grup inti. PT AWS terindikasi melakukan penyimpangan dalam penyaluran dana kredit perbankan oleh perusahaan berbasis di Thailand tersebut dan pembayaran SHU petambak sekitar Rp 36 miliar.

Kiara meminta Presiden SBY segera melakukan empat hal yang akan menyelamatkan nasib 7.512 petambak Dipasena. Pertama, menugaskan Kementerian Hukum dan HAM beserta kementerian terkait lainnya untuk melegalkan status pemutusan hubungan kemitraan inti-plasma.

Kedua, memastikan Grup CP Prima (PT AWS) mengembalikan sertifikat tanah milik petambak. Ketiga, membayarkan SHU petambak. Terakhir, membantu PT PLN (Persero) menyalurkan listrik ke lokasi tambak Bumi Dipasena.

Hasil investigasi Komnas HAM di Dipasena, kata Halim, menyebutkan pasca pemutusan listrik pada tanggal 7 Mei 2011 oleh PT AWS, aktivitas warga petambak terganggu, sebab tak ada penerangan pada malam hari. Kincir-kincir air berhenti beroperasi, sehingga ribuan ton udang mati di tambak karena kekurangan oksigen. Petambak rugi besar.

Sekretaris Jenderal, Kiara M Riza Damanik, mengatakan pemutusan jaringan listrik oleh PT AWS sudah terjadi sejak 7 Mei 2011 lalu. Anak-anak petambak belajar dengan hanya ditemani lilin dan lampu minyak. Proses belajar mengajar terganggu, sehingga sampai saat ini, tercatat siswa yang mutasi keluar areal tambak udang eks Dipasena sebanyak 608 siswa.

Perusahaan, kata Riza, mengulur-ulur waktu untuk menyelesaikan pemutusan hubungan kemitraan inti-plasma dan hak-kewajiban kedua belah pihak hingga detik ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement