Selasa 29 Nov 2011 13:00 WIB

Ramadhan yang Terbaring Lemah, Kurus, dan Pucat

Ramadhan, bocah penderita thalasemia
Foto: Hardian Syah
Ramadhan, bocah penderita thalasemia

Ramadhan, nama bocah itu, tampak pucat dan kurus. Badanya kini hanya tinggal tulang dibalut kulit. Berat badannya hanya 12 kilogram, tidak sesuai dengan berat badan remaja seusianya. Sungguh miris ketika melihatnya.

Bocah yang pada bulan Desember nanti genap berusia 13 tahun itu telah 4 tahun lamanya menderita penyakit thalasemia, penyakit yang mengakibatkan penderitanya mengalami kelainan darah. Menurut dokter Mahendra, Kepala Puskesmas Segah, Kabupaten Berau, Kaltim, penderita thalasemia biasanya akan mengalami gejala anemia seperti kulit pucat, sering pusing dan badan lemas karena tidak mau makan. “Penyakit ini bisa karena keturunan atau juga karena menderita malaria” kata dokter Mahendra.

Ramadhan, anak ketiga pasangan Rahim (45) dan Putrin (34) warga Kampung Gunung Sari RT 4, Kecamatan Segah, Kabupaten Berau, sejak umur 8 tahun terdeteksi menderita penyakit thalasemia. “Waktu umurnya 8 tahun dia sudah kelihatan pucat sekali, kayak tidak ada darah dalam tubuhnya, saya sudah sering bawa dia berobat ke puskesmas, tapi hanya sehat sebentar saja, setelah itu sakit lagi kembali” kata Putrin.

Menurut penuturan Putrin, ibunda Ramadhan, anaknya terpaksa harus berhenti sekolah ketika masih duduk di kelas 2 SD Gunung Sari, Kecamatan Segah, karena penyakitnya yang semakin hari semakin parah. “Waktu mau naik ke kelas 2, dia saya suruh berhenti sekolah, karena dia sudah tidak tahan lagi duduk lama di dalam kelas” tutur Putrin.

Dikisahkan Putrin, anaknya sejak umur 3 bulan sudah sering sakit-sakitan, awalnya sering demam, mengigil dan batuk. “Saya kira malaria, sudah sering saya bawa berobat ke Puskesmas tapi hanya sembuh sebentar saja,” kisah putrin.

Diungkapkan Putrin, selain Ramadhan, anaknya yang pertama dan kedua juga menderita penyakit yang sama dengan Ramadhan. “Kakaknya yang pertama juga sakit seperti itu dan sudah lama berhenti sekolah. Yang kedua juga kayak itu tapi sampai sekarang masih sekolah, tapi dia sering pingsan apalagi kalau kecapean atau banyak pikiran,” ungkap Putrin.

Dikatakan putrin, anaknya sudah sering masuk rumah sakit, bahkan dokter di RSUD Abdul Rivai yang merawat anaknya sudah pernah menyarankan untuk membawa Ramadhan ke rumah sakit di Samarinda, tapi karena kondisi ekonomi keluarganya yang kekurangan membuatnya kesulitan untuk berobat.

Rahim, ayah Ramadhan, hanya bekerja sebagai buruh yang penghasilanya tidak menentu. Terkadang hanya diminta bantu-bantu pekerjaan tetangganya dan diupah sekedarnya saja. “Kata dokter, anak saya ini sakit kanker darah, harus cuci darah, tapi kami bingung karena kami tidak punya biaya. Bapaknya cuma kerja jadi buruh,” ujar Putrin dengan logat khas Beraunya.

Saat penulis menemui penderita di Puskesmas Segah, Putrin yang bersiap-siap untuk membawa anaknya pulang mengaku bingung karena memikirkan uang untuk biaya hidupnya selama menjaga anaknya di rumah sakit.

“Kata dokter dia harus di rujuk ke Rumah Sakit Abdul Rivai, tapi kami bingung, mungkin kakaknya ada bapaknya yang jaga dirumah sini. Tapi saya punya anak kecil yang masih umur 2 bulan tentu harus saya bawa. Lagian nanti kalau di Tanjung kami harus bagaimana, karena di sana saya tidak punya keluarga dekat. Walau di rumah sakit anak saya ditanggung Askes untuk orang miskin, tapi kami kan harus makan juga. Di mana saya mau ambil duit” kata putrin lagi.

Putrin yang siang itu tampak pucat berharap agar ada dermawan yang mau membantu meringankan penderitaan yang ditanggung keluarganya. “Mudah-mudahan ada yang mau bantu saya pak, paling tidak untuk biaya saya di rumah sakit. Kalau ada yang mau kasih biaya supaya Ramadhan bisa cuci darah di Samarinda, maka saya lebih bersyukur lagi,” harap Putrin.

Hardian Syah

Berau, Kaltim

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement