Ahad 18 Sep 2011 15:04 WIB

Anak Sekolah di Indonesia Kurang Gizi

Rep: c11/ Red: cr01
Sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD) membeli jajanan harum manis (gulali kapas) di pekarangan sekolah mereka.
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD) membeli jajanan harum manis (gulali kapas) di pekarangan sekolah mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jajanan anak sekolah Indonesia ternyata kurang memperoleh perhatian. Baik dari orang tua maupun lingkungan sekitar.

"Karena perhatian masyarakat untuk kebutuhan gizi lebih tercurah pada bayi, balita, dan ibu hamil," kata DR Saptawati Bardosono M.Sc dari Persatuan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) Jaya, Ahad (18/9).

Menurutnya, pertumbuhan fisik anak sekolah terutama SD, memang cenderung terlihat lambat. Padahal tetap dibutuhkan zat gizi lengkap untuk belajar, sekolah, dan bermain. "Zat gizi lengkap juga dibutuhkan untuk perlindungan dari penyakit. Anak usia sekolah yang kurang pemenuhan gizinya menjadi kurus, pendek, tidak aktif bergerak," jelasnya.

Data dari Riskesdas 2007 menunjukkan, sebesar 35 persen anak usia Sekolah Dasar (SD) pendek. Hal ini berarti pada usia enam sampai 12 tahun, tiga dari 10 anak SD pendek. "Sepuluh sampai 20 tahun kemudian, anak-anak ini beresiko lebih tinggi terkena diabetes, kolesterol, maupun darah tinggi. Karena dengan lebih pendek menjadi mudah gemuk," ujarnya.

Selain itu, anak usia SD juga cenderung kurus. Jika pada usia SD sudah kurus, maka cenderung tidak ada perubahan sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Tubuh yang lebih kurus mengindikasikan asupan gizi yang kurang. Akibatnya, anak menjadi tidak aktif bergerak.

Menurut data Riskesdas 2010, sekitar 70 persen anak usia sekolah kurang mendapat asumsi energi yang dibutuhkan. Anak usia sekolah juga mengkonsumsi protein kurang dari yang dibutuhkan. Prosentase kurang protein kira-kira 80 persen.

Asupan gizi yang kurang mengakibatkan penyerapan ilmu selama sekolah tidak maksimal. Anak menjadi susah konsentrasi, cenderung malas, sering menguap, dan tidak kreatif mencari pemecahan masalah. "Kondisi ini tentu harus segera diperbaiki. Jika tidak, masa depan cerah yang ingin dicapai Indonesia masih harus dipertanyakan," tegas Saptawati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement