Selasa 13 Sep 2011 11:51 WIB

Perda Pelarangan Pelacuran Keluar, PSK Migrasi ke Gunungkidul

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Perda Pelarangan Pelacuran di Kabupaten Bantul No. 5 Tahun 2007 berdampak terhadap berpindahnya transaksi seksual oleh para pekerja seks yang berada di Kabupaten Bantul ke Kabupaten Gunungkidul. Transaksi seks di Gunungkidul terutama di Panggang lebih banyak setelah adanya perda tersebut dan para pekerja seks umumnya berasal dari Bantul.

"Itu hasil dari pemantauan kami, tetapi kami belum menemukan pemetaan yang valid. Rencananya bulan ini dari KPAD (Komisi Penanggulangan HIV & AIDS Provinsi DIY bekerja sama dengan KPAD Kabupaten Gunungkidul dan Yayasan Kembang akan melakukan survei untuk pemetaan tentang realitas fenomena pekerja seks komersial di kabupaten Gunungkidul dan berapa yang berasal dari Kabupaten Bantul," kata Pengelola Program KPAD Provinsi DIY Ana Yuliastanti pada Republika, Selasa (13/9).  

Menurut dia, sebelum adanya Perda Pelarangan Pelacuran, di Kabupaten Bantul ada sekitar 400-500 pekerja sels. Mereka tersebar di Pantai Parangkusumo, Parangtirits, Samas, Pandansimo, tetapi yang terbanyak di Parangkusumo.

"Itu data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul yang secara rutin melakukan pengambilan darah dan sosialisasi kepada para pekerja seks," kata Ana.

Setelah adanya Perda Pelarangan Pelacuran sulit dilakukan intervensi terhadap para pekerja seks secara langsung di lokasi. Jumlah pekerja seks yang terpantau saat ini hanya sekitar 250 orang.

"Mereka sekarang bila berobat langsung datang ke Puskesmas terdekat seperti di Puskesmas Kretek, Puskesmas Sanden dan Puskesmas Srandakan," katanya.

"Karena adanya Perda tersebut, para pekerja seks ngamar (melakukan transaksi seksual) ke Panggang, karena lokasi tersebut merupakan lokasi di Kabupaten Gunungkidul yang terdekat dengan kabupaten Bantul (Parangkusumo dan Parangtritis)," kata Ana lagi.

Ana menjelaskan Perda Pelarangan Pelacuran ada sejak 2007, tetapi pada akhir 2008 baru mulai implementasi dan 2010 mulai digalakkan operasi penagkapan pekerja seks setiap seminggu sekali.

Meskipun demikian, kata dia, setiap Selasa Kliwon dan Jum'at Kliwon di Parangkusumo masih terjadi transaksi seksual tetapi secara sembunyi-sembunyi dan tidak vulgar. Kalau dulu sebelum ada Perda No. 5 Tahun 2007 transaksi seksual di Parangkusumo dilakukan secara

vulgar. 

Sementara itu Sekretaris KPAD Kabupaten Gunungkidul Iswandi saat dihubungi Republika mengatakan KPAD Kabupaten Gunungkidul baru dibentuk pada 2010 dan belum ada kegiatan pemantauan terhadap pekerja seks di Kabupaten Gunungkidul, karena belum ada angggarannya.

 "Selama ini kami hanya melakukan koordinasi bila ada kegiatan yang berkaitan dengan HIV/AIDS. Kami baru akan melakukan pemetaan terhadap pekerja seks di kabupaten Gunungkidul pada pertengahan September ini bekerja sama dengan KPAD Provinsi DIY. Mudah-mudahan tahun 2012 sudah ada anggaran untuk KPAD Kabupaten Gunungkidul," tandas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement