Rabu 16 Nov 2016 19:51 WIB

Noor Shelina Janmohamed, Wakil Presiden Ogilvy: Pemuda Muslim Indonesia Jantung Generasi M

Red: Arifin

Peningkatan jumlah populasi Muslim berkaitan erat dengan peranannya yang semakin penting dalam perekonomian dunia. Wakil Presiden konsultan branding Muslim Ogilvy Noor, Shelina Janmohamed mengamati peningkatan tren konsumerisme global yang berfokus pada generasi Muslim itu. Sebagai salah satu penggerak ekonomi terkuat di abad ke-21, gaya hidup Muslim menjangkau ke segala kategori dari makanan hingga ke layanan kesehatan.

Hal ini telah menghasilkan ekonomi berbasis Islam yang menggairahkan. Dalam penelusurannya, Janmohamed juga menemukan ada karakter unik dari masyarakat Muslim muda masa kini, yang ia sebut sebagai Generasi M. Dalam kunjungannya ke Jakarta beberapa waktu lalu, wartawan Republika Ahmad Fikri Noor berkesempatan mewawancarai Janmohamed dan membahas persoalan ini. Berikut hasil wawancara tersebut.

-Bagaimana pandangan Anda tentang konsumerisme Muslim global?

Peningkatan jumlah konsumen Muslim adalah bagian dari kisah yang saya sebut sebagai Generasi M. Kelompok itu muda dan sedang mencari posisinya di dunia ini. Pengaruh mereka semakin tampak secara global, karena mereka mencari barang dan jasa yang bisa memenuhi kebutuhan gaya hidup sebagai seorang Muslim.

Generasi M ini punya karakter kunci. Mereka beriman sekaligus modern. Oleh karena itu, mereka butuh produk yang bisa membantu mereka tetap menjaga kepercayaan sekaligus bisa menikmati hidup modern.

Mereka kemudian tumbuh menjadi bagian penting dari yang kita sebut sebagai konsumen Muslim. Mereka memiliki uang untuk digunakan. Pada 2020, estimasi pasar gaya hidup Muslim akan mencapai 2,6 triliun dolar Amerika Serikat (AS). Angka yang sama juga akan terjadi dalam sektor finansial Islam.

Ini adalah pasar yang besar dan mencakup berbagai produk gaya hidup, seperti wisata, makanan, kecantikan, media, dan lain-lain. Setiap tahun, di setiap kategori selalu ada peningkatan belanja dari kalangan konsumen Muslim.

Saat ini ada 1,6 miliar Muslim di dunia. Kita tahu, pada 2050, jumlah populasi Muslim akan menyalip jumlah populasi Kristen. Yang lebih menarik, mayoritas dari Muslim tersebut berusia muda. Jadi, ke depan populasi Muslim akan semakin banyak, begitu juga dengan jumlah pemudanya. Mayoritas Muslim pun berada di negara yang ekonominya saat ini tengah berkembang.

-Lalu, apa daya tarik Generasi M?

Peningkatan populasi Muslim muda memunculkan pertanyaan tentang perasaan menjadi Muslim saat ini. Lalu, pertanyaan selanjutnya adalah apa yang bisa mereka berikan pada dunia. Saya yakin, peningkatan jumlah Muslim tentu akan sangat berdampak pada kehidupan dunia. Itulah yang berusaha saya jabarkan dalam buku saya. Bagaimana rasanya menjadi pemuda Muslim? Apa saja tren yang berkembang di sekeliling mereka? Ini saya lakukan sehingga orang bisa memahami mereka lebih baik.

Saya muncul dari latar belakang lingkungan sebagai Muslim Inggris. Saya melihat pemuda Muslim sering dikaitkan dengan isu-isu politik global, terorisme, hingga masalah-masalah seperti burkini. Namun, bagaimana dengan kehidupan sehari-hari mereka? Bagaimana mereka belanja? Bagaimana mereka berkomunitas? Bagaimana mereka berhubungan dengan orang di sekitarnya? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang ingin saya jawab.

Kemudian, yang saya temukan di seluruh dunia adalah kisah yang sama dan muncul terus-menerus. Tidak semua Muslim, tetapi sekelompok Muslim ini, yakni kelompok Muslim muda yang percaya dengan iman dan tetap modern ternyata memiliki karakteristik yang sama di seluruh dunia. Mereka ingin mencari posisi di dunia ini. Mereka merasa bisa membuat dunia menjadi lebih baik dan mereka yakin iman mereka bisa mewujudkan hal itu.

-Usia Generasi M sepantar dengan generasi millennial. Apa perbedaan mereka?

Menarik membahas generasi millennial karena banyak orang yang membicarakan mereka saat ini. Ketika kita membicarakan millennial asal Eropa atau Amerika Utara, ada hal menarik jika dibandingkan Generasi M. Banyak millennial Eropa dan Amerika Utara yang berpikir agama akan hilang. Religiositas di sana terus menurun. Contohnya, banyak millennial di AS semakin jarang ke gereja.

Di sisi lain, religiositas Generasi M justru meningkat. Mereka bahkan, mempraktikkan ajaran Islam sebagai bagian dari identitas mereka. Ini menunjukkan perbedaan besar. Lewat hal ini, Generasi M menunjukkan dengan tegas, mereka menuntut untuk bisa menikmati gaya hidup sebagai seorang Muslim.

-Apa yang ingin dilakukan Generasi M?

Sebagai anak muda, Generasi M gencar mencari kesempatan bisnis, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Banyak generasi muda Muslim yang kini berpendidikan tinggi.

Peningkatan itu juga terjadi di kalangan kaum perempuan. Banyak Muslimah kini bisa bekerja. Dengan bekerja, mereka pun menunda usia perkawinan dan berdampak juga pada penurunan angka kematian bayi.

Dengan bekerja, perempuan jadi memiliki uang untuk digunakan. Kemudian, muncul produk-produk yang menyasar konsumen Muslimah seperti fashion dan kosmetik. Hal ini bukan hanya soal ekspresi diri, melainkan memang didukung oleh daya beli yang memadai. Untuk membentuk pasar, dua hal ini sangat penting.

Ada juga kalangan pemuda Muslim memulai merambah dunia bisnis. Hal yang menarik, ketika memulai bisnis, mereka turut memikirkan apakah secara finansial sudah memenuhi etika islami. Apakah saya mendapatkan pinjaman dengan cara yang baik? Apakah saya mendapatkan investor yang paham bahwa bisnis ini bukan hanya soal mencari keuntungan, melainkan lebih pada bagaimana cara operasi bisnis tersebut?

Beberapa generasi muda Muslim yang saya temui, berani menolak investor meski ditawari uang dalam jumlah besar. Hal itu mereka lakukan karena ketidakcocokan dengan nilai-nilai Islam. Misalnya, terkait dengan kebijakan untuk membayar karyawan sesuai aturan, melakukan produksi yang ramah lingkungan, dan banyak hal lain.

Ini perbedaan Generasi M yang mencolok dalam dunia bisnis. Mereka berpikir, bisnis bukan hal yang terpisah dari Islam. Bisnis justru harus tetap sejalan dengan nilai-nilai Islam.

-Anda menyebut Generasi M punya keinginan untuk mengubah dunia. Bagaimana caranya?

Generasi M tidak memaksakan pemikiran mereka pada orang lain. Dialog selalu jadi yang utama. Bisnis adalah cara penting untuk menyampaikan pemikiran mereka pada dunia. Lewat bisnis, Generasi M bertemu dengan banyak orang.

Cara lain, yakni dengan jalur budaya. Pemuda Muslim bisa menyalurkan aspirasi mereka lewat galeri seni atau museum.

Pemuda Muslim juga bisa memperkuat wakaf. Wakaf adalah ajaran Islam yang sangat baik dan perlu dimodernisasi. Prinsip wakaf bisa digunakan untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.

-Apakah gaya hidup Muslim itu bisa menjawab persoalan Islamofobia?

Ini hal yang menarik karena dengan membeli produk dan jasa bisa menjadi alat untuk melawan stereotip. Sejarah mencatat, Islam disebarkan melalui perdagangan. Di beberapa negara minoritas Muslim, banyak orang akan bisa bertemu dengan Muslim dalam transaksi perdagangan di supermarket, toko daging, dan lain-lain. Pertemuan-pertemuan itu akan semakin mengenalkan karakter masyarakat Muslim yang sesungguhnya. Generasi M punya kekuatan untuk menjawab stereotip itu.

-Terkait dengan potensi ekonomi, apa yang harus dilakukan pasar untuk merespons Generasi M?

Pasar harus memikirkan benar-benar soal branding dan janji penawaran produknya. Saat ini, beberapa kalangan pemuda Muslim mau menurunkan standar pilihannya, asalkan ada produk berlabel halal. Namun, ke depannya mereka akan menuntut kualitas yang lebih baik.

Pemuda Muslim akan memerhatikan bagaimana suatu produk bisa mendapatkan jaminan halal. Mereka akan kritis tentang kriteria halal juga.

Merek-merek berlabel halal juga harus terus meningkat menjadi merek kelas dunia. Konsumen Muslim tidak akan mau lagi membeli produk yang hanya asal-asalan ditempeli label halal.

Janji produk itu harus benar benar terpenuhi. Kemasan harus baik dan semua elemen harus memenuhi apa yang diminta Muslim sebagai konsumen.

Jika hanya menjual sekadar label halal, Muslim justru akan merasa teresksploitasi. Mereka akan menuntut kualitas seluruh elemen produk itu karena produk halal berarti produk berkualitas tinggi.

Generasi muda Muslim tak segan-segan menyebarkan penilaian buruk suatu produk kepada banyak orang. Inilah karakter generasi itu. Mereka merasa bertugas untuk menyebarluaskan ulasan atas suatu produk. Di sisi lain, jika produk itu memuaskan, mereka juga akan menyebarkannya.

Media sosial saat ini sangat berpengaruh. Ulasan konsumen akan menjadi alat yang sangat kuat dalam pemasaran.

-Apakah Indonesia bisa ikut berperan dalam hal ini?

Jika kita berbicara tentang Generasi M, Indonesia adalah jantungnya. Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Indonesia juga memiliki populasi Muslim muda yang paling besar. Secara ekonomi juga terjadi pertumbuhan terutama di masyarakat kelas menengah.

Semua faktor kebangkitan Generasi M ada di Indonesia seperti penggunaan medsos dan gerakan gaya hidup Muslim. Kesempatan Indonesia adalah menumbuhkan produk berkualitas yang menarik. Indonesia bisa menjual banyak hal untuk Muslim secara lebih luas.

Kisah Indonesia yang merupakan bagian dari komunitas Muslim dunia, harus terus dikembangkan. Kita tahu, ada karakter Muslim seperti di Arab dan ada juga karakter Muslim lokal.

Satu contoh mudah adalah dengan melihat tren busana. Ada pemikiran umum yang menganggap Muslimah harus mengenakan baju panjang hitam abaya, atau baju-baju berwarna netral lainnya. Di Indonesia, Muslimah menampilkan hal yang berbeda. Mereka bisa tampil dengan hijab berwarna-warni dan bisa memberikan pola-pola budaya di dalam gayanya. Saya kira ini adalah hal yang menarik untuk dikemukakan.

Generasi M punya rasa penasaran yang tinggi. Jika Indonesia bisa menawarkan perspektif unik tentang menjadi seorang Muslim, banyak pihak yang akan  memerhatikan. Saya kira banyak cara pandang Indonesia yang bisa dikemukakan dari segi wisata, makanan, bahkan finansial.    ed: Hafidz Muftisany

 

100 Muslimah Paling Berpengaruh di Inggris

Shelina Janmohamed tumbuh besar di London, Inggris. Pada masa kecilnya pada dekade 1980-an hingga 1990-an, ia merasakan Islam semakin mudah diterima di kalangan masyarakat global. Akan tetapi, bagi pemuda Muslim saat ini hal itu sudah berubah drastis. Dua pertiga Muslim di dunia ini berusia di bawah 30 tahun. Artinya, kebanyakan dari pemuda Muslim hidup di bawah bayang-bayang peristiwa 11 September 2001 atau tragedi WTC.

Selanjutnya, muncul peristiwa global yang terus menekan Muslim. Mulai pengeboman di London hingga penyerangan Charlie Hebdo. Menurut Janmohamed, peristiwa-peristiwa berdampak pada Muslim di seluruh dunia.

Setelah peristiwa bom London pada 2005, Janmohamed mulai menulis blog tentang kehidupan sebagai seorang Muslim. "Saya ingin mencari tahu bagaimana rasanya menjadi pemuda Muslim saat ini dan bagaimana mereka bisa memadankan kepercayaan mereka dalam potret global," ujarnya.

Hal itu kemudian menjadi landasan Janmohamed untuk terjun menyelami kehidupan Muslim muda di seluruh dunia. Ia kemudian bertemu dengan Generasi M yang ternyata sangat modern, melek teknologi, dinamis, dan penuh energi. "Itu benar-benar cerita yang berbeda dengan stereotip yang kita baca dari media global," kata Janmohamed.

Selain menulis buku Generasi M, Wakil Presiden Ogilvy Noor itu juga pernah menerbitkan buku laris Love in a Headscarf. Beberapa tulisannya juga tampil di berbagai media Inggris seperti Guardian dan BBC. Ia juga kerap menjadi komentator soal tren sosial religius Muslim.

Janmohamed dinobatkan sebagai salah satu dari 500 Muslim berpengaruh di dunia. Ia juga termasuk dalam 100 perempuan Muslim paling kuat di Inggris.    Oleh Ahmad Fikri Noor, ed: Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement