Rabu 17 Feb 2016 18:00 WIB

IPB Ciptakan Pakan Bentuk Wafer dari Limbah Sayur

Red:

BOGOR — Produk inovasi pakan ternak kini sudah tak hanya berbentuk rumput hijau. Institut Pertanian Bogor (IPB) saat ini terus melakukan beragam inovasi dengan memanfaatkan limbah yang ada di pasar.

''Pembuatan wafer bisa menjadi salah satu alternatif untuk penyimpanan pakan yang efektif,'' kata Guru Besar IPB Prof Yuli Retnani Msc, Selasa (16/2).

Menurut Yuli, pembuatan wafer tersebut berbahan dasar dari limbah sayuran yang ada di pasar tradisional. Dia menjelaskan, limbah sayuran menjadi perhatian banyak pihak mengingat setiap pekannya sulit untuk mencari tempat pembuangannya.

Di Pasar Induk Kramat Jati saja, kata Yuli, hampir 60 persen sampah dihasilkan dari limbah organik yang bisa dimanfaatkan lagi. ''Seperti lapisan luar kol, kulit toge, dan daun jagung yang terbuang juga bisa digunakan untuk pakan ternak sapi,'' katanya.

Limbah tersebut tak lantas diberikan langsung kepada ternak saat diberi makan. Menurut Yuli, bau tidak enak dari limbah sayuran membuat sapi tidak akan memakan limbah tersebut, padahal kandungan proteinnya masih terbilang tinggi. ''Limbah sayuran pasar masih dalam ambang batas yang diperbolehkan untuk pakan ternak menurut SNI,'' jelasnya.

Hal tersebut menunjukkan, limbah tersebut bisa kembali diolah dengan inovasi baru, yaitu dengan membuat wafer yang lebih baik untuk pakan sapi. Inovasi pakan tersebut, menurut Yuli, ternyata lebih disukai sapi dibandingkan ketika diberikan begitu saja dalam bentuk limbah sayuran. Bahkan, produk pakan yang dihasilkan dari pengelolaan tersebut bisa berbentuk lain, seperti mash, pellet, crumble, dan biskuit.

Pemberian wafer limbah sayuran pasar, lanjut Yuli, dapat meningkatkan pertambahan bobot badan hewan ternak seperti sapi dan domba sekitar 24 persen lebih tinggi dibanding pakan konvensional. Ia menjamin wafer limbah sayuran pasar aman dikonsumsi oleh ternak dan tidak meninggalkan residu pada produk ternak.

Produk inovasi wafer limbah sayuran pasar, lanjut dia, juga dikembangkan sebagai produk pakan awet, bersih, dan kering yang mendapat penghargaan dari Menristek sebagai 105 inovasi Indonesia pada 2013 dan proses paten dilakukan sejak 2012.

Teknologi pengolahan pakan ternak lainnya, yakni wafer yang berasal dari daun lamtoro yang dapat mereduksi mimosin sebesar 33 persen. Pemberian wafer daun lamtoro ini banyak dilakukan peternakan rakyat di Banyu Mulek, NTB. Sehingga, dapat meningkatkan konsumsi pakan, rataan pertambahan bobot badan harian, dan rataan bobot badan akhir. "Rataan bobot badan akhir sapi pedet dengan pemberian wafer suplemen pakan pada taraf 10 persen mencapai 28,22 persen lebih tinggi dibandingkan dengan pakan konvensional," katanya.

Inovasi selanjutnya, kata Yuli, pakan dalam bentuk biskuit yang merupakan salah satu alternatif untuk penyediaan pakan pada saat musim kemarau dan paceklik. Pemilihan biskuit disebabkan produk ini berbentuk kering dan mempunyai daya awet yang relatif lama sehingga dapat disimpan dan mudah dibawa dalam perjalanan.

Yuli menambahkan, biskuit pakan terdiri dari hijauan sebagai sumber serat dan molases sebagai sumber karbohidrat dan perekat. Biskuit hijauan pakan yang telah dikembangkan adalah biskuit pakan limbah tanaman jagung dan biskuit suplemen pakan. "Biskuit limbah jagung sudah mendapatkan penghargaan 102 inovasi di Indonesia tahun 2010, dan sudah mendaftarkan paten di tahun 2012," katanya.

Yuli menambahkan, inovasi teknologi pakan dapat dikembangkan dan dijadikan masukan kepada pemerintah maupun swasta. Ia berharap, teknologi tersebut bisa membuat pakan lebih awet, mudah, murah, dan tersedia sepanjang musim, serta membuat para peternak lebih produktif. ''Kan kalau musim paceklik ketersediaan rumput menipis, terutama di daerah rawan pakan seperti perkotaan yang lahan hijaunya terbatas,'' jelas dia.  c32, ed: Endro Yuwanto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement