Kamis 08 Dec 2016 18:00 WIB

Lawang Salapan untuk Mengingat Sejarah Bogor

Red:

Peninggalan sejarah di Kota Bogor sudah banyak dikenal secara nasional, bahkan internasional. Sebagai contoh, Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor yang merupakan aset dan kebanggaan Bogor sekaligus menjadi daya tarik khusus wisatawan.

Pada 2012, melewati persaingan ketat, pemeritah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) memilih Kota Bogor sebagai 10 kota prioritas program penataan pelestarian kota wisata. Pada 2013, Kota Bogor menyusun rencana aksi terkait pembangunan kota pusaka dalam lima tahun ke depan.

"Atas dasar aksi itulah, pada 2014, pemerintah melalui Kemenpupera menyusun masterplan seputar KRB dan Istana Bogor. Melalui partisipasi pemerintah, para budayawan Kota Bogor mendesain land mark Kota Bogor bernama gerbang Suryakencana dan plaza Tugu Kujang," ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor Ade Syarip Hidayat, Rabu (7/12).

Berlanjut pada 2015, dibuat pelebaran pedestrian di seputar Kebun Raya Bogor untuk gerbang Suryakencana dengan nama Lawang Suryakencana. Sampailah pada akhir 2016 ini, pemerintah berikut para budayawan sepakat memberi nama teras dengan 10 pintu ini dengan nama penuh makna dan filosofi, yaitu Tepas Salapan Lawang Dasakreta (TSLD) atau bisa disingkat Lawang Salapan. "Kehadiran monumen Tepas Salapan Lawang Dasakreta akan memperkuat wibawa Kota Bogor sebagai kota pusaka sekaligus menjadi momentum perbaikan menuju kota yang sejahtera," kata Ade.

TLSD tampil sebagai sebuah teras kota yang cukup megah. Teras hadir mendampingi dan sekaligus memperkuat kembali eksistensi Tugu Kujang yang telah berdiri sejak 1982 silam. TSLD tampak seperti pelataran terbuka. Gaya bangunannya diakui disesuaikan dengan masa kolonial, sebagaimana bangunan-bangunan sejarah yang ada di sekitaran kawasan tersebut, mulai dari Tugu Kujang, Kebun Raya Bogor, hingga Istana Bogor. Konstruksi 10 tiang yang ada didesain untuk memunculkan keindahan sekaligus kesederhanaan bunga teratai dan pokok pohon. Di mana bunga teratai melambangkan kesucian, kemurnian, sekalipun tumbuh di atas tanah berlumpur.

Selain menjadi simbol pintu masuk ke Kota Bogor, teras sekaligus melambangkan sebuah tepas (teras atau beranda) dari sebuah hunian warga Sunda yang selalu terbuka menyambut para tamunya dengan penuh keramahan yang dikenal sebagai sifat warga Sunda. "Tampil sederhana, namun anggun, didukung sedikit ornamen garis-garis dan sapuan warna putih. Sentuhan budaya Nusantara juga kental, landasannya bunga teratai yang melambangkan kemurnian," kata Ade menjelaskan.

Pembangunan TLSD merupakan dukungan pemerintah pusat terhadap keberadaan Kota Bogor sebagai sebuah kota pusaka. Seperti halnya Lawang Suryakancana, pembangunan TLSD merupakan bagian dari program kerja Kemenpupera. Tujuannya untuk mengembangkan potensi kota-kota pusaka (heritage cities) di Indonesia.

Sejauh ini Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor memang telah bersinergi dengan para penggiat pelestarian pusaka. Selain itu, juga telah menerbitkan Peraturan Walikota Nomor 17 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kota Bogor sebagai Kota Pusaka. Dengan begitu, pemeliharaan TLSD beserta seluruh pusaka kota lainnya menjadi tugas bersama antara Pemerintah Kota Bogor dan seluruh masyarakat.

Direktorat Jenderal Cipta Dana Kemenpupera, Sri Hartoyo mengatakan, pembangunan Lawang Salapan di kawasan Tugu Kujang, Baranangsiang, Kota Bogor menghabiskan dana sebesar Rp 2,8 miliar. Pembangunan teras kota yang memiliki 10 tiang menjulang itu dimulai sejak 2015 lalu.

Menjelang peringatan 35 tahun berdirinya Tugu Kujang, peringatan dua abad Kebun Raya Bogor, serta peringatan dasawarsa keenam tentang kebijakan "nasionalisasi" aset-aset tinggalan Hindia Belanda yang diformulasikan Presiden Sukarno dari Istana Bogor, maka kehadiran TLSD menjadi momentum penting untuk menghayati kembali hakekat Kota Bogor sebagai kota pusaka.

TSLD di sekitaran monumen Tugu Kujang, Baranangsiang, Kota Bogor, diresmikan pada Rabu (7/12). TSLD hadir menjadi simbol pintu masuk Kota Bogor, yang mana memiliki filosofi tertentu. Di puncak tiang-tiang, terukir kalimat dalam bahasa Sunda, 'Di Nu Kiwari ngancik Nu Bihari Seja Ayeuna Sampeureun Jaga'. Semboyan itu dimaksudkan agar menjadi pengingat bagi siapa pun tentang moto Kota Bogor, yaitu "Segala hal di masa kini adalah pusaka masa silam dan ikhtiar hari ini adalah untuk masa depan."

Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, Tugu Kujang merupakan simbol perjuangan. Monumen itu dibangun dengan nilai-nilai pusaka, nilai leluhur yang diajarkan, diturunkan dari generasi ke generasi. Alhasil, Tepas Salapan Lawang Dasakreta atau bisa disingkat Lawang Salapan berdiri di sekitaran Tugu Kujang bukan hanya untuk memperindah dan mempercantik Kota Bogor, melainkan juga untuk memuliakan sejarah.

"Untuk mengingatkan juga bahwa kita pernah jaya, melewati masa-masa hebat. Bahwa lima abad lalu, di tempat ini berdiri pusat kekuasaan yang memakmurkan warganya, menyejahterakan warganya yang membuat warga bangga dan cinta kepada pemimpinnya," ujar Bima di lokasi peresmian.

Salapan Lawang merupakan merupakan simbol filosofi utama Pakuan Pajajaran, yakni Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh. Tepas Salapan juga akan selalu mengingatkan warga terkait sembilan pintu menuju kesejahteraan. Sembilan acuan kesejahteraan itu, di antaranya kedamaian, persahabatan, keindahan, kesatuan, kesantunan, ketertiban, kenyamanan, keramahan, dan keselamatan.

Sedangkan, Dasakreta bermakna tentang 10 hal yang harus dijaga dari perilaku buruk, terkait jasmaniah dan rohaniah. "Semboyan itu juga agar selalu mengingatkan kita bahwa Kota Bogor selalu terbuka dan ramah tak hanya bagi warga, tapi seluruh warga luar kota yang berkunjung memasuki Kota Bogor. Semboyan itu tuntunan kita yang belum tentu diketahui semua warga Kota Bogor," kata dia menambahkan.      Oleh Santi Sopia, ed: Endro Yuwanto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement