Ahad 05 Apr 2015 15:00 WIB

Menikmati Pengalaman dengan Kepiting Hal paling memuaskan dari makan kepiting adalah proses untuk mendapatkan dagingnya.

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Menikmati Pengalaman dengan Kepiting

Hal paling memuaskan dari makan kepiting adalah proses untuk mendapatkan dagingnya.

Seorang pelayan dipanggil. Ia datang, mengalasi setiap meja dengan lembaran kertas putih. Seluruh bagian meja kayu yang besarnya tak lebih dari 1 x 1 meter itu pun tertutup kertas. Entah untuk apa.

Setengah bingung, kami menunggu datangnya peralatan makan kami. Tapi piring, sendok, garpu, dan lainnya itu tak datang. Malah sebuah panci besar berisi kepiting yang terbungkus kantong plastik bening dibawa ke meja kami. Tiba-tiba, kepiting seukuran dua telapak tangan orang dewasa digeletakkan di atas setiap meja. Fungsi dari alas kertas putih itu pun terjawab.

“Makan kepiting itu lebih enak pakai tangan. The Holy Crab Shack menyediakan pengalaman kepuasan makan yang benar-benar makan. Tak perlu piring, karena itu malah menghalangi kebebasan menyantap, silakan dicicipi,” kata Albert Wijaya, chef restoran itu.

Ucapan Albert kami anggap sebagai komando berantai. Penghuni meja satu ke meja lainnya kompak langsung hendak mengambil kepiting yang disiram saus berwarna agak gelap itu.

Tapi, baru saja tangan kanan ini hampir menggapai target, hidangan lainnya kembali datang. Selain kepiting, kali ini di tengah meja sudah ada lobster sepanjang 30 sentimeter yang terbelah dua dengan saus garlic pepper. Tidak sampai di sana. Menu lainnya tiba lagi, yaitu udang-udang rebus yang disiram dengan saus garlic pepper yang berwarna kehitaman. Itu semua kian membuat lidah ingin segera mengecap.

Hari itu peluncuran restoran seafood  The Holy Crab Shack di kawasan Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten. “Kepiting, udang, lobster, dan makanan laut yang tersedia di sini dimasak dengan saus cajun ala Lousiana, Amerika Serikat,” kata chef jebolan sekolah masak di Negeri Paman Sam ini.

Kepiting saus cajun. Saus tersebut adalah bumbu sederhana ala Amerika yang bercita rasa gurih dan sedikit pedas.

Menyesuaikan selera

“Ini baru surga seafood,” kata seorang rekan dari media bulanan Ibu Kota yang duduk di sebelah saya.

Tak menunggu lagi, jemari saya lalu mengincar kepiting berwarna merah itu. Hal paling memuaskan dari makan kepiting adalah proses untuk mendapatkan dagingnya. Sebuah penjepit besi yang tersedia membantu saya untuk membuka bagian terbaik dari 'lumbung' daging kepiting, yaitu capit.

Karena kepiting jenis alaskan king ini besar, otomatis daging dari capitnya pun berukuran jumbo. Saat dicicipi, cita rasa daging kepitingnya masih tetap terjaga meski sudah dilumuri saus. Kombinasi rasa sari kepiting dengan saus cajun yang gurih dan sedikit pedas khas perdesaan di Amerika Serikat ini langsung membuat saya dan lainnya liar.

Liar karena tak sadar tangan berlepotan dan mulut yang tak henti mengunyah. Menu berikutnya, lobster yang sudah terlihat dagingnya jadi sasaran. Perlahan semua isinya habis dilahap. Dosa rasanya meninggalkan setitik saja daging yang tertinggal di balik cangkang udang raksasa ini.

Menu lainnya, udang-udang segar lokal yang dilabeli shrimps ini pun turut menarik perhatian saya. Rebusan udang yang lembut nikmat cukup dengan satu gigitan. Dalam tumpukan belasan udang seukuran ibu jari orang dewasa ini, tersisip potongan sosis bratwurst yang padat. 

Menu yang tertera tak melulu seafood basah. Ada pula seafood goreng, yakni crispy fish fingers. Dibuat dari potongan ikan dori lembut yang dibalut tepung kemudian digoreng garing. Saus sambal dan tomat cocok menemani hidangan ini.

Santapan terakhir yang hadir saat itu menjawab satu 'kehampaan' kami, yaitu nasi. Maklum, tabiat perut Indonesia rasanya belum puas bila makan tak ada nasi. “Kami mengerti, meskipun sudah ikut disajikan kentang goreng dan potongan jagung, kita orang Indonesia belum lengkap rasanya kalau belum makan pakai nasi,” ujar Albert.

Dua wadah nasi putih disajikan mengisi kekosongan. Santap malam saat itu ditutup suguhan es teh manis yang menyegarkan dengan takaran gula cair sesuai selera.  N ed: nina chairani

***

Yang Segar dari Laut Nusantara

Ketika membuka restoran, Albert Wijaya mengaku terinspirasi dari tempat ia merantau di Amerika yang penuh kekeluargaan. Untuk itulah, konsep menyantap hidangan dengan nuansa serupa pun ia terapkan di kedainya ini.

“Di Louisiana, Amerika, keluarga-keluarga pesisir pantainya makan dengan hidangan seafood yang digelar di atas meja. Semua makan bersama-sama dengan suasana yang hangat,” ujar Albert.

Meski restoran The Holy Crab Shack mengusung gaya Amerika (sesuai dengan latar ilmu koki Albert), tetapi bahan utama hidangannya diambil dari dalam negeri. Biar lokal, tapi bukan sembarang lokal. Kepiting, lobster, udang, kerang didatangkan dari laut-laut destinasi seafood berkualitas.

Albert berujar, bahan baku yang dimasak untuk kemudian disajikan kepada konsumen berasal dari perairan Kalimantan dan Papua. Semua hewan-hewan laut itu dikirim dalam kondisi segar agar kelezatannya tetap terjaga saat diolah.

“Semua kami masak dengan cara di-steam. Untuk menjaga cita rasa, saus cajun atau garlic pepper-nya hanya ditaruh di atas, tidak disatukan. Nanti bumbunya akan meresap sendiri dengan alami,” kata Albert. 

Setiap menu di The Holy Crab Shack memang dipatok dengan harga yang tidak terlalu miring. Untuk kepiting ada dua macam pilihan, mud crab dan alaskan king crab. Ukuran reguler mud crab dipatok dengan harga Rp 28 ribu per 100 gram dan ukuran jumbo Rp 32 ribu per 100 gram.

Ukuran reguler memiliki berat rata-rata di kisaran 500 gram. Sedangkan untuk yang jumbo, bisa lebih dari 700 gram. Sementara, bintang dari The Holy Crab Shack, yaitu alaskan king crab dihargai Rp 120 ribu per 100 gram.

Menu lainnya tak perlu sampai harus merogoh kocek dalam-dalam untuk menyantapnya. Dari mulai hidangan utama lobster, shrimps, clams, dan crawfish ada di kisaran harga Rp 10 ribu sampai Rp 70 ribu per 100 gramnya.

“The Holy Crab Shack juga menyediakan aneka camilan berbahan seafood dan nonseafood seperti kentang goreng dan ikan dori tepung mulai dari Rp 20 ribu sampai Rp 60 ribu,” kata Albert. Restoran ini buka mulai pukul 12.00 WIB sampai 23.00 WIB. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement