Senin 23 Jun 2014 16:37 WIB

Cara Keroncong Sapa Kaum Muda

Red:

Bagi gernerasi muda hari ini, musik keroncong boleh jadi dianggap sebagai kesenian dari masa lalu yang tersisa untuk dinikmati kakek-nenek mereka. Jarang terdengar para remaja berbondong-bondong mendatangi pertunjukan keroncong. Atau, bisa jadi, karena keroncong sudah tak banyak lagi tampil di depan publik, utamanya lingkaran pergaulan anak muda.

Cerita miring tersebut agaknya ingin dikikis sejumlah akademisi Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Kamis malam, 19 Juni, mereka menginisiasi sebuah pertunjukan bertema "KRL, Keroncong, Rhytm, and Light" yang bertempat di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Jakarta Barat. Tak hanya menyuguhkan musik keroncong, KRL menawarkan konsep pertunjukan eksperimental yang unik dan berhasil mengundang decak kagum para hadirin.

Digelar di pelataran terbuka, pertunjukan diawali dengan sebuah kejutan kecil. Begitu pengarah acara memanggil mereka, para pemain yang ditunggu-tunggu hadirin tak datang dari belakang panggung, tapi dari kerumunan hadirin. Tiga puluhan pemusik yang didominasi wajah-wajah muda tampil ke panggung membuat formasi orkestra yang sudah ditata sebelumnya.

Di bawah pimpinan Liliek Jasqee, komponis yang juga pengajar di Jurusan Seni Musik IKJ, KRL menyuguhkan sejumlah komposisi gubahan mereka. Setiap nomor dikarang dengan eksplorasi musik yang unik. Ada yang bergaya jazz dengan sentuhan permainan flute yang lembut, seperti pada lagu "Rindu". Ada yang bertempo dinamis didominasi permainan ukulele dan petikan kontrabas, seperti pada tembang "Langgam Tsunami". Ada pula suguhan harmonisasi keroncong dan orkestra klasik berjudul "Keroncong Concerto".

Sebagai bagian dari keunikan konsep pertunjukan, setiap lagu dibawakan penyanyi berbeda yang hadir bergantian dari balik panggung. Mereka terdiri atas penyanyi muda, sejumlah nama yang sudah tersohor di dunia keroncong, seperti Tuti Maryati dan Endah Laras, serta ada juga penampilan khusus musisi Singapura, Rudy Djoe.

Dalam beberapa jeda, disuguhkan pemutaran video dokumenter pendek bertema keroncong, perkembangan keroncong hari ini, serta petikan-petikan pendapat para pelaku seni keroncong. Selain itu, ada juga sejumlah kejutan-kejutan kecil yang dihadirkan ke dalam pertunjukan. Dalam tembang  berjudul "Lumpia Semarang", misalnya, tiba-tiba beberapa orang masuk ke dalam kerumunan penonton. Sambil melenggak-lenggok, mereka menjajakan lumpia di atas nampan yang mereka bawa.

Dalam penampilan tembang "Lumpia Semarang" tersebut, juga hadir secara tiba-tiba dua anak muda berpenampilan hip-hop memasukkan musik rap dalam tembang mendayu tersebut. Sontak, aksi bagi-bagi lumpia dan kejutan musik rap tersebut mengundang tepuk tangan dari hadirin. Sang komponis Liliek Jasqee pun sempat beberapa kali berganti kostum, termasuk mengenakan pakaian adat Jawa dalam tembang berjudul "Gethuk Magelang".

Liliek menutup suguhan musik yang menghibur tersebut setelah lagu kesepuluh. Tapi, dari bangku pentonton, beberapa orang memaksa mereka tampil kembali. Liliek dan orkestranya menyanggupi, penonton pun bersorak senang. Rupanya, hal tersebut juga bagian dari sekenario pertunjukan.

Dalam persembahan lagu "Jali-Jali" yang dimainkan, sejumlah hadirin berdiri dari duduknya lalu menjadi paduan suara mengisi penampilan tersebut. Itulah kreativitas yang sengaja disiapkan dan terbukti berhasil menjadi klimaks dalam pertunjukan.

Suguhan Keroncong, Rhytm, and Light tersebut sejatinya merupakan kolaborasi tiga mahasiswa pascasarjana IKJ, yakni Liliek Jasqee di bidang musik, Rika Hindra di bidang film, serta Koes Adiati yang berlatar belakang ekonomi manajemen. Dengan kemampuan masing-masing, mereka bekerja sama atas dukungan IKJ dan BBJ untuk menciptakan pertunjukan KRL tersebut.

Di akhir pertunjukan, ketiganya tampil memberikan salam penutup. Berdiri berjejer Koes Adiati, Rika Hindra, serta Liliek Jasqee. Dari huruf depan nama merekalah rupanya pertunjukan digagas.

Pertunjukan berdurasi sekitar dua jam tersebut dihadiri seratusan pengunjung. Selain orang tua, sebagian penonton adalah remaja. Salah seorang dari mereka, Arum (20 tahun), mengaku datang ke tempat pertunjukan tersebut karena diundang salah seorang temannya yang juga turut tampil dalam orkestra. Arum mengaku terkesan dengan pertunjukan keroncong pertamanya itu.  "Excited, ya. Ternyata keroncong yang jadul bisa juga dibuat modern. Jadi menarik," ujar dia.

Selain Arum, ada juga Shafira, siswi kelas 2 SMP, yang juga adalah putri Liliek Jasqee, komponis dalam pertunjukan tersebut. Shafira bercerita, mula-mula mengenal keroncong dari sang ayah. Seperti remaja lain, dia merasa ngantuk mendengarkan musik tersebut. Tapi, kesan tersebut kemudian berubah begitu dia mulai diajarkan cara bermain musik dan menyanyikan keroncong.rep:c54 ed: dewi mardiani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement