Jumat 22 Aug 2014 12:00 WIB

Malware Momok Perangkat Cerdas

Red:

Pesatnya perkembangan perangkat-perangkat cerdas, layanan komputasi awan pribadi, teknologi wearable, big data, dan jaringan yang terhubung ke internet satu sama lain menciptakan alam Internet of Everything (IoE). Namun, era IoE ternyata berimbas pada  tantangan baru di bidang keamanan.

"Ancaman sekuriti internet dari Indonesia naik dibandingkan tahun sebelumnya. Kalau tahun 2012, Indonesia duduk di peringkat 23 dunia, tahun 2013 naik satu tingkat," kata Director Security Sales ASEAN and Korea Symantec Alex Lei. Namun, ia melanjutkan, hal ini normal lantaran makin banyak orang yang menggunakan internet dari smartphone, seperti juga terjadi di India dan Cina.

Lei menjelaskan, jenis aktivitas sumber ancaman sekuriti di Indonesia yang dominan, yakni kode jahat (malicious code). Kode jahat ini duduk di peringkat keempat dunia pada 2013.

Sumber ancaman lainnya, yaitu spam (peringkat 25), phishing hosts (peringkat 27), bots (peringkat 52), networking attacking countries (peringkat 28), dan web attacking countries (peringkat 27).  Namun dibandingkan tahun 2012, peringkat kelima sumber ancaman sekuriti ini menurun.

Selain itu, serangan yang paling banyak dilakukan berupa malware. Selain itu, e-mail juga banyak mengandung phishing. "Satu dari 412,8 e-mail berisi malware, dan satu dari 3535,8 e-mail adalah phishing, 62,4 persen e-mail yang ada sekarang adalah spam," ujarnya memaparkan.

Lei melanjutkan, sumber ancaman ini tidak akan turun, justru  terus bertambah banyak. Terutama, berupa spam di semua industri. Biasanya, Lei mengungkapkan, ada tiga sektor yang paling banyak diincar, yakni wholesale, sektor publik, dan manufaktur.

Trennya, penyerang kini membidik perusahaan-perusahaan kecil yang jumlah karyawannya kurang dari 250 orang. Sebab, keamanan di perusahaan seperti ini tidak seketat perseroan besar. Tapi, dari perusahaan kecil tersebut penyerang bisa mendapatkan akses masuk ke perusahaan besar.

Kejahatan terorganisasi

Pengamat TI dan telekomunikasi Teguh Prasetya mengamini tren kenaikan serangan via internet. Medio Maret 2014, ada sekitar 27 persen dari keseluruhan perangkat mobile di Indonesia yang terinfeksi malware. Sebagian besar berjalan di atas sistem operasi Android.

Teguh pun mengingatkan, permasalahan malware sudah bukan lagi sekadar aksi nakal hacker yang ingin mengeruk keuntungan dari pengguna perangkat mobile. Namun, sebenarnya sudah menjelma menjadi kejahatan terorganisasi yang sangat berbahaya.

"Di Indonesia dalam sehari bisa terjadi 24 kasus kejahatan siber terkait malware. Terbanyak di Rusia yang mencapai lebih dari 200 kasus dalam sehari. Ini jelas sudah bukan aksi hacker perorangan, melainkan menjadi operasi terorganisasi yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok tertentu," kata Teguh tegas.

Selain malware, ancaman spam (pesan sampah) diketahui juga meningkat cukup pesat. Berdasarkan data yang dirilis Kaspersky Lab, pada  Februari 2014 lalu jumlah spam pada trafik e-mail tercatat naik 4,2 persen dibanding Januari dengan nilai rata-rata 69,9 persen. Pada Februari lalu spam didominasi oleh Trojan yang menginstal dua program berbahaya (malware) ke dalam komputer.

Dari sisi sumber spam, Kaspersky menyebut bahwa Tiongkok masih berada di urutan teratas sumber spam terbesar dengan porsi 23 persen, diikuti Amerika Serikat 19,1 persen, dan Korea Selatan 12,8 persen. Tiga sasaran teratas yang paling sering menjadi target pelaku phishing, yakni situs jejaring sosial (27,3 persen), layanan e-mail (19,34 persen), dan layanan pembayaran elektronik atau e-pay (16,73 persen).

Ancaman kejahatan di dunia maya alias cybercrime bukan hanya ulah iseng, melainkan juga ada motif ekonomi di baliknya. "Sektor telekomunikasi relatif lebih rendah ancamannya karena secara industri teknologinya sudah mature. Meski demikian, ancaman tetap terus ada," kata Regional Director FireEye Indonesia, Vietnam and SEA New Markets Terrance Tangit.

Dari datanya, ada lima sektor industri yang menjadi target utama sasaran malware. Yakni, sektor jasa atau konsulting  (19,8 persen), pemerintahan (13,5 persen), teknologi tinggi (13 persen), hiburan/media/hospitality (10,2 persen), dan telekomunikasi (9,2 persen).

Area target serangan siber juga paling banyak berasal dari kawasan di negara Asia Pasifik dan Jepang, termasuk Indonesia. Survei FireEye Security Platform selama enam bulan terakhir mengungkapkan bahwa kawasan Asia Pasifik dan Jepang lebih berpotensi mendapat serangan 35 persen lebih tinggi dibandingkan global.

"Kawasan Asia Pasifik lebih sering diserang oleh berbagai APT (advanced persistent threat) dibanding rata-rata global. Ada sekitar 246 APT yang tersebar di dunia," kata Vice President & Chief Technology Officer FireEye Asia Pacific Bryce Boland.

APT ini salah satunya malware Ghost Rat dan DarkComet yang banyak tersedia gratis secara online dan digunakan untuk crimeware dengan aktivitas, seperti mencuri kredensial bank. rep:indah wulandari  Ed:khoirul azwar

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement