Kamis 12 Jan 2017 15:00 WIB

Lahan Cabai Disebar

Red:

JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan akan mendorong daerah non-sentra cabai mampu memenuhi kebutuhan masing-masing. Hal itu dilakukan dengan menggunakan dana APBN untuk memberikan insentif penanaman cabai.

Menurut Direktur Sayur dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Yanuardi, pihaknya sudah menyiapkan bantuan Rp 30 juta per hektare tanaman cabai untuk tujuan tersebut. "Dari dana APBN kita kembangkan untuk mandiri pulau," katanya kepada Republika, Rabu (11/1).

Ia menjelaskan, selama ini cabai dan bawang banyak berada di Pulau Jawa, kemudian baru dikirim ke pulau lain seperti Sumatra, Kalimantan, dan lainnya. Dengan mengembangkan pertanaman cabai di seluruh provinsi dan kabupetan diharapkan setiap wilayah tidak lagi bergantung pada Jawa sebagai sentra cabai.

"Kita sudah mulai kembangkan di lokasi masing-masing," ujar dia. Untuk megantisipasi gagal panen saat musim ekstrem benih yang dipakai merupakan benih yang tahan pada musim ekstrem.

Menurut Yanuardi, bertani cabai tidak sesulit bawang merah yang setiap hari harus rajin dilihat. Para petani tersebut nantinya akan diberikan prosedur operasi standar (SOP) penanaman cabai dengan didampingi para penyuluh di wilayah tersebut. "Enggak kita lepas, kita dampingi. Ini supaya mereka bisa berhasil dan berkembang," katanya.

Sementara ini, harga cabai rawit di berbagai daerah masih fluktuatif. Kenaikan harga secara tajam sejak akhir tahun lalu sejauh ini belum bisa diredam meski operasi pasar sudah mulai digelar. Pemerintah beralasan, kenaikan harga cabai rawit terkait dengan kondisi cuaca belakangan.

Yanuardi juga menekankan, Gerakan Tanam Cabai di pekarangan menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan cabai segar. Sedikitnya 10 juta benih cabai dalam polibag akan dibagikan Kementan tahun ini.

Menurut Yanuardi, pemberian benih cabai yang sudah berusia dua bulan dilakukan untuk menghindari kegagalan tanam. "Kalau biji enggak jadi, mungkin cara penyemaiannya," kata dia kepada Republika, Rabu (11/1). Tahun 2016 lalu, sebanyak 280 ribu benih cabai dalam polibag telah dibagikan kepada kelompok rumah tangga di Jabodetabek.

Sedangkan, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung menemukan, hama juga menjadi penyebab sejumlah petani cabai gagal panen. Sedikitnya 68 hektare lahan tanaman cabai di daerah itu terserang hama jenis phytopthora, spodoptera, thrips, antraknose, dan fusarium.

Sementara, 70 hektare lahan lainnya terancam terkena serangan hama dengan jenis yang sama. Seluruhnya masih dalam kategori ringan.

Kepala Bidang Hortikultura Distan Kabupaten Bandung, Jumhana, mengatakan, anomali iklim yang terjadi menyebabkan tanaman cabai memiliki kelembapan yang tinggi. Kondisi tersebut membuat organisme pengganggu tanaman lekas tumbuh. "Banyak di Kabupaten Bandung tanaman cabai dan cabai rawit terserang hama patek," ujarnya kepada Republika saat ditemui di kebun Sabilulungan, kemarin.

Ia menuturkan, petani terus berupaya melakukan penyemprotan guna membasmi hama-hama tersebut. Namun, untuk penyelamatan, langkah yang dilakukan dengan memanen cabai lebih lekas dari waktunya. "Kalau terserang patek itu mah harus dicabut. Jangan sampai menular ke yang lain. Patek susah pengendaliannya. Itu membuat supply dan demand pincang sehingga harga naik," ungkapnya.

Dinas Koperasi UMKM Industri dan Perdagangan (Diskoperindag) Kota Tasikmalaya sejauh ini berupaya membujuk wilayah pemasok cabai rawit merah supaya lebih banyak mengirimkan hasil panennya ke Kota Tasikmalaya. Kepala Diskoperindag Tantan Rustandi mengatakan, sebagian besar cabai rawit merah di Kota Santri dipasok oleh penyuplai luar Jawa Barat, seperti Blitar, Jawa Timur.

Kendati demikian, menurut dia, penyuplai dari wilayah lain cenderung lebih banyak mengirimkan stoknya ke Bandung atau Jabodetabek. "Upaya mendatangkan tambahan stok ini memang tidak serta-merta akan mengatasi kekurangan barang. Tetapi, segala sesuatu harus di coba dulu, selama ini memang pasokan dan harga itu tergantung cuaca," ujarnya.      rep: Melisa Riska Putri, Muhammad Fauzi Ridwan, Rizky Suryarandika, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement