Senin 16 Jan 2017 15:00 WIB

IB Ilham Malik, Peneliti Center for Urban and Regional Studies UBL: Kunjungan Abe Ingatkan Kontribusi Jepang untuk RI

Red:

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Bagaimana Anda memandang makna kunjungan ini?

Kedatangan PM Abe menunjukkan adanya permintaan serius dari Jepang agar Indonesia melakukan penyeimbangan persahabatan (antara Jepang dan Cina) seperti dulu. Jepang menghindari konflik politik dan kebijakan dengan Indonesia. Jepang tampaknya menyadari, menjalin hubungan dengan Indonesia harus menerapkan cara-cara santun. Jepang dan Indonesia punya budaya saling menghormati yang sangat baik.

Saya menilai kedatangan PM Abe adalah lonceng pengingat tentang kontribusi Jepang kepada Indonesia selama ini. Sehingga wajar jika nanti Jepang membutuhkan dukungan Indonesia dalam menerapkan kebijakan internasionalnya yang bersinggungan dengan Indonesia dan ASEAN.

Selain itu, apa makna lainnya?

Kunjungan ini juga merupakan penjajakan bagi Jepang untuk memastikan investasi dan bantuan Jepang masih mendominasi di Indonesia, terutama dalam pembangunan infrastruktur. Presiden Joko Widodo yang selalu menekankan pembangunan ekonomi Indonesia melalui pemerataan pembangunan infrastruktur tentu membutuhkan dana segar.

Jepang dan juga Cina sama-sama membangun hubungan bilateral yang kuat dengan Indonesia melalui berbagai kerja sama. Seberapa besar pengaruh kedua negara itu untuk Indonesia?

Jepang sudah sangat lama menancapkan pengaruhnya di Indonesia, terutama di bidang infrastruktur dan investasi. Melalui beragam instrumen lembaga, Jepang berupaya menjadikan Indonesia sebagai sahabat bagi perkonomian sekaligus menjadi mitra politik dalam level internasional.

Cina selama beberapa waktu ini juga sudah berupaya masuk ke Indonesia. Semenjak jalur sutra diluncurkan, upaya Cina untuk menjadikan Indonesia sebagai mitra sekaligus sahabat perkonomian terus dilakukan.

Bagi Cina, menarik pengaruh Indonesia di Asia Tenggara sangat penting. Apalagi, Cina tahu bahwa Jepang sudah sejak lama mengantisipasi masuknya pengaruh Cina ke Asia Tenggara melalui beragam program. Salah satu programnya adalah Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMTGT) yang dibentuk sejak lama agar kawasan ini terbangun dengan baik dari dana Jepang dan ADB.

Jika program ini berhasil, Indonesia tidak membutuhkan program jalur sutra yang dibawa oleh Cina. Sehingga wajar jika kita melihat Cina mati-matian masuk ke Indonesia melalui beragam instrumen agar terjadi keseimbangan kontribusi antara Cina dengan Jepang terhadap Indonesia.

Negara mana yang dinilai perlu menjadi prioritas Indonesia?

Hal yang paling aman bagi Jokowi sebenarnya adalah menyeimbangkan kepentingan kedua belah pihak. Kita tahu prinsip politik luar negeri kita adalah tidak berpihak ke mana pun. Saya kira posisi itu yang akan diambil oleh Jokowi.

Apakah Jepang dan Cina saat ini tengah memperebutkan hegemoni di wilayah Asia karena mengendurnya pengaruh AS di kawasan?

Sebenarnya itu yang sedang terjadi. Sesungguhnya Jepang juga sudah sangat mapan pengaruh ekonominya di Asia. Semua negara yang digenggam secara ekonomi oleh Jepang merasa nyaman karena tidak ada investasi dan bantuan Jepang yang ditanam di negara mana pun yang berbau politik. Hal itu diharapkan dapat menguntungkan dan melindungi kepentingan Jepang di mana pun di masa yang akan datang.

Sekarang Cina mencoba masuk dalam hegemoni ekonomi juga di kawasan. Menariknya, ada ideologi ekonomi dan juga niat mengambil alih pengaruh ekonomi dunia dari berbagai negara, terutama dari AS. Sehingga nilai rasa investasi dan bantuan dari Cina ke kawasan sangat berbeda dengan Jepang.

Indonesia tentu harus mampu berdiri sendiri. Artinya, Indonesia jangan menjadi negara yang berpihak ke mana pun. Sebab, kondisi ekonomi Indonesia masih butuh dana segar yang banyak, yang datang dari semua pihak.

Jepang dan Cina kita perlu libatkan dalam pembangunan infrastruktur kita tanpa perlu terjebak pada keberpihakan. Meskipun harus diakui hingga saat ini Jepang telah memberikan begitu banyak bantuan berbiaya murah, dan ini sangat baik bagi Indonesia untuk tidak terlalu berat menanggung utang.     Oleh Fira Nursya’bani, ed: Muhammad Iqbal 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement