Senin 19 Dec 2016 14:00 WIB

Bisnis Diprediksi Membaik pada 2017

Red:

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) memproyeksikan, piutang pembiayaan industri multifinance tumbuh lima persen pada 2017.

Ketua Umum APPI, Suwandi Wiratno, mengatakan, kondisi industri pembiayaan saat ini masih sama dengan perkiraaan asosiasi pada awal tahun, yakni piutang pembiayaan hanya tumbuh satu persen (yoy). Kendati begitu, untuk tahun ini lebih optimistis.

Sebab, pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diproyeksikan lebih baik dengan adanya tren kenaikan harga batu bara dan pemulihan permintaan dari Cina terhadap beberapa komoditas utama yang diperlukan mendukung infrastruktur.

"Kami (APPI) mengharapkan ada pertumbuhan lima persen pada tahun depan," ujar Suwandi kepada Republika, Rabu (7/12).

Tidak hanya kondisi ekonomi tahun depan yang diperkirakan membaik, optimisme APPI ini juga ditambah hadirnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 29/POJK.05/2014, yang membuka peluang perusahaan pembiayaan dapat memperluas bisnis selain pembiayaan konsumen.

POJK Nomor 29 ini membuka peluang untuk memberikan pembiayaan ke modal kerja, investasi, dan sebagainya. "Jadi, kita tidak bergantung pada otomotif, ada kredit modal kerja dan lain-lain," ujarnya.

Terkait teknologi digital yang dikembangkan industri pembiayaan, ia menilai, hal tersebut dapat menjadi nilai tambah bagi mereka. Selain untuk efisiensi, teknologi juga dapat menjangkau langsung dan lebih mendekatkan kepada masyarakat.

Karena itu, perusahaan pembiayaan diharapkan terus berinovasi. Menurut Kepala Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK, Firdaus Djaelani, tahun ini memang menjadi tahun yang berat bagi industri pembiayaan.

Berdasarkan Statistik Lembaga Pembiayaan Indonesia OJK, hingga kuartal III 2016, pembiayaan industri multifinance konvensional mencapai Rp 351,20 triliun dan multifinance syariah sebesar Rp 26,99 triliun.

Total piutang pembiayaan  Rp 371,55 triliun tersebut terdiri atas pembiayaan investasi Rp 114,93 triliun, pembiayaan modal kerja Rp 18,34 triliun, dan pembiayaan multiguna Rp 217,94 triliun.

Selain itu, porsi pembiayaan jual beli berdasarkan prinsip syariah mencapai Rp 26,48 triliun dan pembiayaan jasa berdasarkan prinsip syariah mencapai Rp 513 miliar. Pertumbuhan laba bersih 7,15 persen sebesar Rp 8,99 triliun dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 8,39 triliun.

Namun, total aset industri perusahaan pembiayaan tercatat turun 2,19 persen menjadi Rp 434,52 triliun sampai September 2016, dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 444,27 triliun. Pertumbuhan pembiayaan yang masih sangat lambat ini diakibatkan kondisi makro ekonomi yang belum stabil, terutama di sektor pertambangan dan komoditas, yang disertai juga dengan menurunnya daya beli masyarakat.

"Namun demikian, kualitas piutang pembiayaan pada September 2016 masih terjaga dengan baik, dengan NPF (Non-Performing Financing/rasio pembiayaan bermasalah) netto masih di bawah tiga persen, yaitu sebesar 2,40 persen,"ujar Firdaus.

Tahun ini, pertama kalinya dalam sejarah industri perusahaan pembiayaan tercatat pertumbuhan aset dan piutang pembiayaan yang negatif secara bersamaan pada Mei 2016. Setelah selama bertahun-tahun industri ini selalu mencatatkan pertumbuhan yang positif.

Pada periode 2007-2013 industri pembiayaan mencatat pertumbuhan rata-rata sebesar 20,84 persen. Kendati begitu, menurut Firdaus, kondisi pertumbuhan aset dan piutang pembiayaan sejak Juni 2016 sudah menunjukkan adanya tren pertumbuhan positif.

"Diharapkan momentum pertumbuhan positif ini akan terus terjaga sampai dengan akhir tahun 2016," ujarnya.      Oleh Idealisa Masyrafina, ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement