Senin 16 Jan 2017 14:00 WIB

Peluang Agropreneur Muda

Red:

Pedasnya harga cabai awal tahun 2017 dan hebohnya imigran Cina menanam cabai di Bogor akhir tahun lalu, seperti memberi ucapan selamat tahun baru bagi Indonesia. Pemberitaan tersebut seakan mengingatkan kembali kondisi pertanian kita.

Sensus Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir melaporkan, pelaku pertanian kita didominasi oleh generasi lanjut (87,13 persen) berbanding terbalik dengan generasi muda yang hanya berjumlah 12,87 persen.

Bahkan, membandingkan sensus 2003 dan 2013, pelaku pertanian kita secara nyata berkurang sekitar 15 persen dalam 10 tahun. Bila dibiarkan, pelaku pertanian kita semakin sedikit dan berbahaya bagi kelangsungan ketersediaan pangan, termasuk pasokan cabai tentunya.

Untuk itu, generasi penerus pelaku pertanian harus disiapkan. Tentunya, generasi muda yang sejatinya tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan belaka, tetapi juga harus mampu mengangkat harkat dan martabat diri dan bangsanya di tengah kondisi persaingan global.

Generasi muda yang tidak subsisten seperti generasi tua tetapi yang siap memiliki mental baja, tekat yang kuat, dan mewarisi jiwa kewirausahaan sehingga istilah yang cocok buat mereka adalah seorang agropreneur. Oleh karena itu, perlu disusun langkah-langkah strategis untuk membangkitkan agropreneur muda tersebut sebagai generasi penerus pelaku pertanian masa depan. Agropreneur muda dapat dimaknai sebagai generasi muda yang berwirausaha pada bidang pertanian.

Agropreneur muda adalah generasi muda yang punya jiwa entrepreneur atau wirausaha dan berani maju untuk bersaing, bertanding, dan bersanding dengan para pebisnis di bidang pertanian.

Entrepreneur sendiri sering dinyatakan sebagai orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menyusun cara baru dalam berproduksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, mengatur permodalan operasinya, serta memasarkannya.

Dengan demikian, agropreneur muda harus memiliki jiwa wirausaha, kemampuan berpikir kreatif, serta imajinatif ketika ada sebuah peluang usaha dan bisnis baru. Tentu saja di tengah menurunnya lapangan usaha, menjadi seorang agropreneur memiliki banyak kelebihan.

Agropreneur memiliki kesempatan mewujudkan cita-cita, menciptakan perubahan, mencapai target maksimal sesuai potensi yang dimiliki. Menjadi agropreneur dapat menjadi ladang aktualisasi untuk menuai keuntungan yang mengesankan.

Selain itu, memberikan kontribusi kepada masyarakat dan mendapatkan pengakuan sebagai seorang pengusaha. Menjadi agropreneur muda juga merupakan ikhtiar mulia karena berkesempatan menyediakan pangan bagi sekian banyak konsumen dan membuka kesempatan kerja.

Untuk membangkitkan agropreneur muda ini, pemerintah perlu melakukan terobosan melalui langkah-langkah strategis. Pertama, meningkatkan daya tarik bidang pertanian.

Generasi muda yang menjadi sasaran untuk agropreneur muda adalah generasi Y yang lahir sekitar tahun 1981-1994 dan generasi Z yang lahir di kisaran tahun 1995-2010. Mereka adalah generasi yang banyak tertarik pada teknologi informasi dan media sosial.

Untuk itu, kebijakan pemerintah dan pemangku kepentingan harus berupaya menarik kaum muda pada pertanian dengan melakukan lebih banyak lagi ekpos bidang pertanian, melalui teknologi informasi dan media sosial.

Di antaranya lewat internet, Facebook, Twitter, bahkan bertani melalui gim daring. Kedua, perbaikan sistem pertanian pada semua sektor mulai hulu sampai hilir. Salah satu penyebab bidang pertanian tidak menarik bagi generasi muda, terutama pada sektor budi daya.

Ini karena rendahnya margin yang diperoleh petani antara biaya input dan pendapatan. Sedang perolehan margin terbesar ditengarai berada di sektor tata niaga. Untuk itu, perlu membawa kaum muda pada bidang yang melingkupi perbaikan sektor hulu sampai hilir.

Ketiga, pelatihan dan pendampingan kewirausahaan. Generasi muda adalah generasi yang masih mencari jati diri dan pemodelan diri, sehingga peningkatan kapasitas dan pendampingan bagi mereka perlu dilakukan.

Walaupun dari sekian banyak anak muda adalah anak petani, belum tentu dalam keseharian mereka ikut terlibat dalam bidang pertanian orang tuanya. Keempat, penyuntikan stimulan bagi mereka terutama modal usaha.

Dari sekian anak muda belum tentu meraka adalah golongan yang memiliki modal usaha atau berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi. Oleh karena itu, upaya penyuntikan dana stimulan dapat dilakukan.

Kelima, salah satu penyebab menurunnya minat kaum muda terhadap pertanian adalah semakin menurunnya luas lahan pertanian. Tentunya anak muda yang sudah berpikir logis dapat memperkirakan berapa keuntungan yang dapat diperoleh bila menjadi petani.

Bagaimana bila dibandingkan usaha pada bidang lain sekalipun hanya sebatas buruh pabrik? Pemikiran yang naif bila ingin sejahtera dengan bertani hanya dengan luas lahan sepertiga hektare. Karena itu, perlu kebijakan menyediakan lahan baru bagi generasi muda pertanian.

Keenam, membuka sektor usaha pertanian yang masih minim. Salah satu sektor tersebut adalah pascapanen dan pengolahan hasil pertanian. Produk pertanian sangat dekat dengan risiko mudah busuk. Di sisi lain, produk olahan hasil pertanian booming saat ini.

Solusi yang dapat diambil adalah mendorong agropreneur muda pada bidang pascapanen dan pengolahan hasil pertanian. Langkah-langkah tersebut perlu dukungan semua pihak. Agropreneur muda bukan hanya urusan Kementerian Pertanian melainkan tanggung jawab semua pihak. Mari bersama membangun bangsa dengan menjadi agropreneur muda yang tangguh dan berdaya. 

Oeng Anwarudin

Mahasiswa Program Doktor Penyuluhan Pembangunan IPB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement