Sabtu 29 Oct 2016 16:00 WIB

Bahasa Indonesia

Red:

Sebelum bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, para pemuda pada 17 tahun sebelumnya, telah melahirkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, yang isinya bertumpah darah dan berbangsa satu, yaitu Indonesia serta menjunjung bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Ini fondasi yang sangat kokoh bagi berdirinya bangsa dan negara Indonesia.

Dalam penugasan sebagai kepala Perwakilan RI/Konsul Jenderal RI di Karachi, Pakistan, penulis sering ditanya dan diminta ceramah di berbagai kalangan masyarakat, termasuk di dunia akademisi, apa rahasianya Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dan banyak suku bangsa bisa bersatu, kokoh, dan kuat berdiri sebagai bangsa dan negara.

Penulis jelaskan, sejarah Indonesia khususnya mengenai Sumpah Pemuda yang mereka kagumi dan memberikan apresiasi terhadap para pemuda perumus Sumpah Pemuda. Apalagi, akar bahasa Indonesia bukan yang dipakai oleh mayoritas suku yang ada di Indonesia, misalnya, Jawa, melainkan dapat diterima oleh semua suku yang ada.

Sedangkan, waktu bahasa Urdu dinyatakan sebagai bahasa nasional Pakistan, menjadikan salah satu alasan Pakistan Timur memisahkan diri menjadi Bangladesh, mengingat bahasa mayoritas dari segi pengguna bahasa yang dipakai adalah bahasa Benggali, yang dipakai di Bangladesh.

Dalam rangka peringatan 88 tahun Sumpah Pemuda, penulis fokus mengenai implementasi menjunjung bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. UUD 1945 dalam Pasal 36 menyebutkan, Bahasa negara ialah bahasa Indonesia dan sesuai Pasal 36 C, bahasa Indonesia bersama bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan diatur dengan UU dan telah dilaksanakan dengan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Namun, kalau kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari, ternyata bahasa Indonesia sedikit demi sedikit tergerus atau diganti dengan istilah bahasa asing (Inggris), yang sebenarnya tidak perlu. Untuk orang asing?

Orang asing pun tidak melewati daerah tersebut, apalagi bertempat tinggal. Orang asing seharusnya yang memahami bahasa Indonesia. Misalnya, banyak yang menggunakan kata residence untuk perumahan; ayam goreng disebut fried chicken, terpengaruh dengan makanan ayam goreng impor, dan itu digunakan sampai pedagang kaki lima dan seterusnya.

Yang lebih parah kalau itu digunakan oleh instansi resmi pemerintah. Yang paling populer sekarang ini, antara lain, car free day, istilah di Jakarta setiap hari Ahad, yakni di jalan protokol dilarang dilalui kendaraan bermotor karena digunakan untuk berolahraga.

Menteri Kebudayaan Pendidikan Dasar dan Menengah menggunakan atau mengenalkan istilah full day school untuk ide sekolah seharian. Jasa Marga memasang spanduk space available untuk menawarkan tempat pemasangan iklan.

UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak lebih dikenal dengan nama tax amnesty. Dan lebih parah lagi di kantor pajak dipasang tulisan help desk dan tax amnesty untuk menunjuk tempat mengenai pengampunan pajak ini.

Padahal, dalam Pasal 36 ayat (3) Tahun 2009 No 24 jelas disebutkan, Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau perumahan, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh WNI atau badan hukum Indonesia.

Hal ini bisa terjadi karena tidak ada sanksi apabila orang melanggar peraturan ini sehingga pengawasan dan pengendalian tidak ada, serta menunjukkan kesadaran berbahasa Indonesia yang rendah. Selanjutnya, dapat menggoyahkan fondasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah dalam rangka menyambut 88 tahun Sumpah Pemuda harus mulai mengingatkan kembali, kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia.

UU No 24 Tahun 2009 ini mengisyaratkan adanya keinginan agar bahasa Indonesia juga dikenal, diketahui, diakui, dan dipakai dalam pergaulan internasional. Dalam Pasal 28 berbunyi, "Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri.

Walaupun dalam penjelasan Pasal 28 disebutkan, ...kecuali dalam forum resmi internasional di luar negeri, yang menetapkan penggunaan bahasa tertentu. Seperti Piagam ASEAN dalam Pasal 34 tentang Bahasa Kerja ASEAN disebutkan, Bahasa kerja ASEAN adalah bahasa Inggris.

Bahasa kerja yang digunakan oleh PBB, yaitu bahasa Arab, Cina, Inggris, Prancis, Rusia, dan Spanyol. Sedangkan bahasa kerja Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yaitu Arab, Inggris, dan Prancis.

Dengan demikian, tidak mungkin bila dalam forum tersebut, delegasi Indonesia menggunakan bahasa Indonesia. Maka bisa dimengerti, jika Wakil Presiden Jusuf Kalla di forum Sidang Umum PBB pada 23 September 2016 berpidato dalam bahasa Inggris. Kecuali kalau kegiatan tersebut diadakan di Indonesia, dengan konsekuensi Indonesia menyediakan semua fasilitas yang diperlukan, yaitu selain penerjemah, semua dokumen juga harus disiapkan dalam bahasa Inggris yang berarti perlu menambah biaya.

Adalah hal yang wajar bilamana diperjuangkan agar bahasa Indonesia juga menjadi bahasa kerja organisasi internasional, mengingat bahasa Indonesia digunakan oleh lebih dari 200 juta manusia dan Indonesia sebagai negara terluas ketujuh di dunia setelah Rusia, Kanada, Amerika Serikat, Cina, Brasil, dan Australia.

Bahkan di Asia, Indonesia berada di peringkat kedua dengan luas 5.193.250 km persegi (mencakup daratan dan lautan). Setidaknya mungkin di tingkat ASEAN mulai dirintis dulu, mengingat Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura yang mengenal atau memakai bahasa Melayu yang dekat dengan bahasa Indonesia. 

MUSTAKIM

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mantan Diplomat

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement