Ahad 30 Oct 2016 17:00 WIB

Pembaca Menulis

Red:

Merajut Ukhuwah Sesama Aktivis Dakwah

Banyak yang lupa pentingnya merajut ukhuwah, apalagi dalam organisasi dakwah. Mereka giat dalam berdakwah, tetapi jauh meninggalkan arti penting ukhuwah. Saat ada yang tidak disukai dalam satu organisasi, bukan menjelaskan secara langsung melainkan membicarakannya di belakang. Saat sang saudara melakukan kesalahan, bukan langsung ditegur, melainkan disebarkan dulu, saat memberi nasihat tidak sesuai syariat. Dakwah itu mengajak, bukan mengejek. Mengajar, bukan menghajar. Membina, bukan menghina. Mencintai, bukan mencaci. Menasihati, bukan menusuk hati.

Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya orang-orang yang paling aku cinta di antara kalian dan yang paling dekat kedudukannya denganku di hari kiamat kelak adalah orang yang terbaik akhlaknya.

Ya, masih banyak di antara kita yang melupakan hal-hal tersebut. Berada dalam satu bendera, berada dalam satu ruang lingkup dakwah, tapi tak menjaga tali ukhuwah. Tetapi, sering kali sekalinya kita merajut ukhuwah hanya dengan mereka yang satu pemikiran, satu organisasi, bahkan satu mazhab.

Tak sedikit dari kita yang tak berbuat baik pada saudara sesama Muslim lain yang berbeda organisasi. Padahal, dalam ukhuwah ada cinta. Biasanya karena cinta itulah, kita dapat bersatu, saling membantu. Karena cinta memiliki arti untuk perbaiki, berarti dalam ukhuwah ada cinta. Dalam persaudaraan ada perbaikan yang dilakukan satu dengan lainnya. Lalu, mengapa masih sering terjadi perselisihan, bahkan perdebatan berujung berpisah? Berujung musuh?

Perjuangan Islam tak akan tegak tanpa adanya ukhuwah, ukhuwah Islamiyah. Dalam Islam, persaudaraan menjadi nilai dasar bagi aktivitas perjuangan untuk menegakkan agama Allah SWT. Ukhuwah Islamiyah akan melahirkan persatuan dan kesatuan.

Namun, faktanya masih banyak perpecahan di kalangan para aktivis dakwah ini, yang terjadi disebabkan mereka tidak memenuhi persyaratan ukhuwah, yaitu kurangnya mendekatkan diri pada Allah. Ukhuwah adalah buah keimanan. Saat ukhuwahmu tak sempurna, perisaklah keimanan mu, periksalah hatimu. Sudah dekatkah dengan Allah?

Hati akan tenang saat kita terus medekatkan diri dengan Sang Maha Pencipta, dengan beribadah yang sungguh-sungguh. Tetapi, saat kita jauh, hati pun merasa tak tentu. Menjadi gundah gulana, yang berakibat pada lingkungan sekitar. Seperti menjadi lebih sensitif misalnya.

Organisasi dakwah yang kita jalani, Insya Allah akan memberi dampak positif bagi diri kita. Asal keikhlasan itu ditanamkan dalam hati sejak awal. Dalam ruang lingkup persaudaraan seperti ini, biasanya akan banyak kejutan yang kita dapati. Mulai dari manisnya persahabatan hingga pahitnya permusuhan. Mulai dari saling mengingatkan hingga saling membicarakan. Saat kita menjalani semua hal ini berlandaskan cinta kepada Allah, semua akan menjadi semangat yang dahsyat. Kebiasaan saling memotivasi, mengisi, dan memberi kesempatan pada saudara lain untuk berekspresi.

Beruntunglah mereka yang tergabung dalam organisasi dakwah ini, komunitas kebaikan yang insya Allah akan semakin menggiring kita menuju perubahan lebih baik. Kutahu, mempertahankan selalu lebih sulit dari mendapatkan, sama halnya seperti istiqamah selalu lebih baik dari berhijrah.

Maka, istiqamahlah. Mereka saudaramu yang insya Allah akan terus mengingatkanmu. Mulai belajar untuk saling menjaga, bukan menjatuhkan. Saling mendorong pada kebaikan, bukan mejerumuskan. Dalam organisasi dakwah, daku merajut ukhuwah.

Alya Nabilah Suwandi

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Ibn Khaldul Bogor (UIKA)

Hilangnya Kedisiplinan Calon Pemimpin

Kedisiplinan bagi manusia merupakan keharusan. Setiap manusia harus menaati semua peraturan. Terlebih bagi pemimpin negeri ini. Masih belum habis ingatan Pilkada 2015 lalu, muncul kasus-kasus pelanggaran yang seharusnya tidak boleh terjadi.

Ironi yang masih terus saja terjadi di negeri ini. Sebenarnya bisa diperbaiki, tapi dimulai dari diri sendiri agar bisa mencontohkan yang baik sebagai calon pemimpin tentang pentingnya ketaatan dan disiplin pribadi kepada masyarakat yang dipimpinnya kelak. Fenomena saat ini, menjelang pilkada serentak yang akan diselenggarakan pada 8 atau 15 Februari 2017 mendatang, masih menyisakan masalah kemiskinan kedisiplinan dan ketaatan terhadap aturan yang telah dibuat oleh pemerintah.

Mulai dari kampanye yang tidak sesuai aturan waktu, yang seharusnya belum boleh waktu untuk berkampanye, tetapi dari tim sukses calon kepala daerah sudah mencuri start duluan untuk berkampanye.

Sering kita jumpai poster dan gambar calon pasangan kepala daerah di jalan-jalan raya ataupun tempat-tempat yang ramai, yang seharusnya tidak diperkenankan karena dapat merusak pemandangan tempat tersebut.

Penulis mengingatkan bahwasanya mengubah pandangan negatif terhadap pilkada harus dimulai dari diri masing-masing calon pasangan tersebut dan seluruh masyarakat tentunya harus mendukung segala upaya yang telah dilakukan pemerintah. Ironis kedisiplinan calon pemimpin negeri ini. Yang dari awal kampanye saja sudah memperlihatkan etika yang kurang baik sebagai calon pemimpin, bagaimana jika sudah jadi pemimpin?

Oleh karena itu, kedisiplinan diri harus mulai ditanamkan sedini mungkin, dimulai dari keluarga dan sekolah harus mengajarkan arti penting kedisiplinan.

Sehingga, ke depannya para generasi penerus kepemimpinan bangsa ini dapat menjadi pemimpin yang mempunyai rasa kedisiplinan yang tinggi dalam mengemban tugas dan ikhlas berbakti bagi bangsa dan negaranya pada masa mendatang.

Mohammad Abdul Khafid

Mahasiswa Teknik Lingkungan'16 UPN Veteran Yogyakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement