Ahad 02 Feb 2014 16:10 WIB
Nasyid masih berjuang menarik perhatian agar bisa lebih eksis sepanjang masa.

Berdakwah Lewat Nasyid

penyanyi nasyid, Irfan Makki beraksi membawakan lagu dalam pembukaan konser
penyanyi nasyid, Irfan Makki beraksi membawakan lagu dalam pembukaan konser

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Rosita Budi Suryaningsih

Cara berdakwah Islam sangat kaya. Bisa melalui seni dengan lagu-lagu, seperti nasyid atau dengan kumpulan puisi, seperti yang dilakukan Jalaluddin Rumi. Sekitar tahun 870-an, seorang cendekiawan Muslim bernama al-Farabi menelurkan karya berjudul Al Musiqo. Ini berarti musik atau nyanyian. Ini nasyid.

Menurut Ustaz Erick Yusuf, sebenarnya seni berdakwah melalui nasyid pantas untuk diteruskan, bahkan dikembangkan untuk menjadi lebih besar lagi. Namun sayang, pada kenyataannya seni nasyid semakin memudar. Jika dulu nasyid bisa booming dan men jadi popular, ini karena industri musik Indonesia juga sedang berada di puncaknya. Kaset pun laris terjual. "Saat itu, jumlah pemusik juga sedikit jadi mudah untuk menjadi populer," katanya.

Situasinya sangat berbeda sekarang ini.

Kini, para pemusik, termasuk untuk musik nasyid, jumlahnya sangat banyak. Namun, industri musiknya yang sedang tidak bagus. Tidak hanya pada nasyid, tetapi juga semua aliran musik industrinya semakin melempem. "Ini membuat seakan-akan para pemusik nasyid tidak ada, padahal sebenarnya banyak," katanya.

Ketua Umum Asosiasi Nasyid Nusan tara, Alamsyah Agus, pada laman mqfmnetwork mengakui jika pesona musik nasyid semakin memudar. Nasyid hanya banyak dilantunkan ketika bulan suci Ramadhan tiba. "Sedangkan, bulan- bulan lain nasyid sangat jarang terdengar,"

tulisnya.

Menjelang Ramadhan, barulah khala yak bisa menyaksikan festival nasyid, lomba nasyid, parade nasyid, dan kegiatan yang sejenisnya, namun pada bulan- bu lan lain hampir tidak ada. Biasanya, gegap gempita nasyid akan hilang begitu memasuki bulan Syawal."Nasyid sampai saat ini baru berhasil menunjukkan eksistensinya hanya pada bulan Ramadhan atau paling maksimal pada hari besar keagamaan Islam saja," kata pria mantan personel grup nasyid Snada ini.

Menurutnya, eksistensi nasyid juga mendapatkan tantangan berat justru dari dalam tim nasyid sendiri. Antara lain, pemahaman tentang nasyid yang tidak sama, tidak memiliki visi yang jelas, juga banyak di antara personelnya yang lupa pada tujuan awal bernasyidnya.

Komunitas nasyid pun tidak menunjuk kan kepercayaan diri untuk tampil. Para fans nasyid cenderung pasif dan tidak banyak memberikan dukungan yang konkret bagi para munsyid. "Komunitas penikmat nasyid menjadi komunitas yang tidak berdaya untuk mengangkat citra nasyid ke permukaan sehingga lebih dikenal masyarakat luas," kata pria yang akrab dipanggil Bang A'al itu.

Grup nasyid yang ingin keluar dari jalur indie menuju label rekaman men jadi sangat susah diwujudkan. Di sisi lain, para munsyid (pelantun nasyid) juga mendapatkan saingan baru yang lebih berat, yaitu para musisi yang juga melantunkan syair-syair Islam. Contohnya, Opick, ungu, Gigi, Wali, dan beberapa musisi populer lainnya. Menurutnya, nasyid sebenarnya meng alami peningkatan animo yang cukup bagus. Di tingkat bawah, di sekolah menengah, bahkan hingga ke tingkat sekolah dasar nasyid tetap masih sangat diminati. Tiap sekolah rata-rata paling tidak memiliki satu grup nasyid, apalagi di kota-kota besar. Secara kasar, paling tidak ada 1.500 tim nasyid di seluruh Indonesia.

Namun, sedikit sekali grup nasyid yang kemudian bisa berhasil menjejakkan kakinya di tingkat nasional. Padahal, di In donesia ragam nasyid cukup variatif mulai dari jenis perjuangan, fashion, lang gam, sampai puji-pujian.

"Ragam nasyid di Indonesia tidak seperti di Malaysia dan Singapura yang hanya memiliki satu jenis nasyid, yaitu langgam Melayu," ujarnya menjelaskan.

Hingga kini, menurutnya, nasyid tam pak masih berjalan di bawah bayang-bayang, tidak muncul ke permukaan. Ba nyak faktor yang menyebabkannya. Di an taranya, kemampuan bernasyid yang kurang memadai dan tak laik tampil, kurangnya pemahaman definisi nasyid itu sendiri, dan tidak memiliki konsep yang jelas bagaimana karakter nasyid yang akan diusungnya.

Menurutnya, komunitas nasyid di Indo nesia perlu belajar dari Malaysia, yang sampai hari ini telah berhasil mengangkat martabat nasyid sehingga menjadi genre musik sendiri hingga bisa mendapatkan penghargaan yang sama dengan musik umum, dan memberikan pengaruh yang besar dalam industri musik malaysia. "Untuk itu, dibutuhkan perhatian yang cukup besar dari komunitas nasyid, baik tim nasyid, fans nasyid, penggiat nasyid, dan komponen nasyid lainnya agar nasyid bisa muncul ke permukaan, bisa diterima lebih luas lagi dan bukan hanya menjadi musik bulan puasa saja," tulisnya.

Bagi Alamsyah, diperlukan sebuah ge rakan bernasyid bersama masyarakat luas sehingga nasyid menjadi suguhan setiap hari, setiap saat. Beragam festival, lomba, dan parade nasyid harus sering dilakukan agar tim-tim nasyid mendapatkan peng alaman naik panggung di samping juga sebagai sarana sosialisasi nasyid.

Perlu diberikan pula pelatihan terpadu bagi tim-tim nasyid pemula agar segera meningkat kemampuannya, juga perlu dilakukan penyeragaman pemahaman akan hakikat bernasyid.

Dengan ini nantinya akan tumbuh sebuah generasi nasyid yang dilengkapi dengan pemahaman yang benar tentang nasyid dan berkemampuan baik untuk ditampilkan di tengah masyarakat.

Minat masyarakat Indonesia sendiri pada musik nasyid, menurut Erick, sebe narnya masih ada. Apalagi memang seba gian besar masyarakat Indonesia meru pakan Muslim, yang sekarang ini semakin bangga menunjukkan identitasnya.

Masyarakat Indonesia sangat rindu akan hadirnya musik nasyid yang bisa menjadi populer lagi. Ketika Maher Zain datang ke Indonesia, ribuan masyarakat Indonesia menyambutnya dengan sukacita."Ini membuktikan bahwa kita masih cin ta dengan nasyid, rindu dengan sosok penya nyi nasyid yang besar," katanya. (ed: anjar fahmiarto)

Informasi lain bisa dibaca di Republika. Terimakasih

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement