Kamis 29 Aug 2013 09:13 WIB
Perekonomian Indonesia

Pelarian Modal Mengkhawatirkan

Dana Asing (ilustrasi)
Foto: IST
Dana Asing (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelemahan rupiah dan indeks saham membuat pelarian modal (capital outflow) ke luar negeri makin tinggi. Sejumlah kalangan mengaku khawatir atas kinerja ekonomi nasional yang tidak mampu membangun trust finansial di dalam negeri.

Mantan Menko Perekonomian Kwik Kian Gie mengatakan, dana para pengusaha dalam negeri saat ini banyak disimpan di sejumlah negara, terutama Singapura. Investor asing yang selama ini menanamkan dananya di Indonesia, jelas dia, juga bersiap menarik kembali.

"Sejak awal, mereka sudah tidak percaya rupiah stabil," kata Kwik di sela-sela diskusi di Megawati Institute, Rabu (28/8). Ia meminta pemerintah merumuskan langkah untuk meningkatkan kepercayaan investor dengan kebijakan fiskal dan moneter yang baik.

Kwik mencatat pengusaha Indonesia lebih memilih memarkir dananya di Singapura dan negara-negara lain karena memberikan keringanan pajak. Ini terjadi bukan semata-mata karena faktor eksternal. Dominasi penyebab buruknya kinerja ekonomi Indonesia, kata Kwik, justru berasal dari dalam negeri sendiri. Ia mendesak pemerintah membenahi fundamental ekonomi agar pemodal tidak melarikan dananya ke luar negeri.

Institute of International Finance (IIF) memperkirakan pada 2013 arus masuk bersih modal swasta ke negara-negara berkembang turun 36 miliar dolar AS menjadi 1,145 triliun dolar. Setahun berikutnya diprediksi turun 33 miliar dolar AS menjadi 1,112 triliun dolar.

Pada Januari-April 2013, Bank Indonesia (BI) mencatat arus modal masuk sebesar Rp 33,8 triliun. Namun, pada Juni-Juli 2013, ada pelarian modal hingga Rp 25 triliun sebagai dampak atas rencana bank sentral Amerika Serikat (AS), the Fed, untuk mengendurkan program pelonggaran kuantitatifnya (quantitative easing).

Hingga Juni, porsi investasi asing di surat utang pemerintah mencapai Rp 286,18 triliun dari Rp 884,77 triliun atau sekitar 32 persen. Di pasar modal, porsi asing menembus angka 40 persen dari total kapitalisasi. Kondisi ini yang menurut banyak kalangan mendorong pelemahan rupiah dan jatuhnya indeks saham.

Ekonom Indef Iman Sugema mengungkapkan, krisis neraca pembayaran saat ini tak hanya disebabkan tingginya impor, tetapi juga larinya modal asing dari dalam negeri. Penanaman modal asing (PMA), kata Iman, merupakan sumber volatilitas perekonomian. Dana asing yang masuk sepanjang 2012 mencapai 25 miliar dolar AS.

"Jika repatriasi (penarikan kembali) dilakukan, maka produknya dikenakan pajak," ujar Iman. Namun, kebijakan pajak ini hanya bersifat sementara. Pemerintah, kata dia, harus membuat kebijakan jangka panjang untuk mencegah lebih banyak lagi dana yang dilarikan ke luar.

Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Sri Adiningsih mengkhawatirkan cadangan devisa Indonesia. Utang luar negeri mencapai 250 miliar dolar AS dan utang jangka pendek swasta yang akan jatuh tempo sebesar 55,7 persen dari cadangan devisa. Cadangan devisa per Juli 2013 turun menjadi 92,6 miliar dolar AS dari bulan sebelumnya sebesar 98,1 miliar dolar AS.

 

Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, cadangan devisa masih memadai. "Sekarang masih ada di kisaran untuk 5,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri," katanya. Cadangan devisa dinilai aman jika jumlahnya cukup membayar utang dan impor di atas tiga bulan.

Pada 2005 dan 2008, cadangan devisa lebih rendah dari saat ini, yakni untuk empat bulan impor dan pembayaran utang luar negeri. Jumlah cadangan devisa, kata Agus, sejalan dengan masuknya modal. Seandainya pada 2009-2013 bank sentral AS mengeluarkan stimulus moneter, terjadi aliran dana ke negara berkembang, termasuk Indonesia. n friska yolandha/rr laeny sulistyawati/antara ed: m ikhsan shiddieqy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement